Minggu, Oktober 13, 2024

Indef: Saatnya Konversi BBM ke BBG

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Petugas sedang mengisi bahan bakar Bus Transjakarta dengan Bahan bakar gas (BBG) (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa)
Petugas sedang mengisi bahan bakar bus Transjakarta dengan bahan bakar gas  (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa)

Nilai tukar rupiah yang sempat anjlok membuat kondisi perekonomian nasional semakin terpuruk. Pemerintah dinilai perlu melakukan terobosan kebijakan yang revolusioner agar dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Salah satunya mewujudkan kebijakan nasional di bidang energi, yaitu mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas.

Pengamat ekonomi dari Institute Development Economic and Finance (Indef), Iman Sugema, mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bukan fenomena baru. Pada 2008-2009 lalu, misalnya, pelemahan rupiah kala itu tidak berlangsung lama. Karena penyebabnya hanya faktor eksternal krisis keuangan global. Sementara saat ini cenderung berbeda. Faktor internal atau dalam negeri juga menjadi penyebabnya.

“Selain Bank Indonesia yang salah strategi dalam menjaga nilai tukar rupiah, defisit migas sejak September 2011 hingga kini juga menjadi faktor utama yang menyebakan niali tukar rupiah terdepresiasi. Neraca perdagangan minyak sebelum ini selalu surplus, sekarang justru terus defisit. Dan ini jumlahnya semakin membesar,” kata Iman ketika ditemui di Jakarta, Rabu.

Pada 2011, rata-rata produksi minyak Indonesia berada di kisaran 920 ribu barel per hari. Namun, seiring waktu produksi minyak nasional terus menurun. Hingga periode Januari sampai September 2015, rata-rata produksi minyak nasional berada di kisaran 783 ribu barel per hari. Sementara itu, konsumsi masyarakat terhadap minyak jumlahnya terus meningkat.

“Ini yang menjadi persoalan. Produksi minyak kita terus turun, namun konsumsi masyarakat terus naik. Karena itu, kita akan selalu mengalami defisit. Imbasnya tentu terhadap rupiah yang akan melemah. Karenanya, kebijakan energi dengan mengkonversi BBM ke BBG sangat diperlukan untuk mengurangi defisit ini,” tuturnya.

Menurut Iman, pemerintah perlu melakukan percepatan konversi penggunaan BBM ke BBG, terutama untuk pembangkit listrik dan transportasi. Selain gas, pemerintah juga perlu memanfaatkan konversi dari minyak ke batu bara untuk menunjang pembangkit listrik dan industri. Jika konversi ini dapat dilakukan segera, dampaknya akan sangat terasa bagi perekonomian. Tidak hanya masyarakat, tapi juga sektor industri.

“Hingga sisa masa berakhirnya pemerintahan Joko Widodo, setidaknya sebanyak 1.000 SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas) sudah harus terbangun. Hingga kini sejak kebijakan ini digagas baru 10 SPBG yang terbangun,” ujarnya.

“Untuk merealisasikan hal ini, pemerintah memang mesti memaksa. Seperti sukses yang dilakukan pemerintah SBY-JK waktu menghilangkan minyak tanah untuk pindah ke gas.”

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.