Keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan yang menunda putusan sidang terkait kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto disebut berpotensi akan terjadi lobi dan negosiasi oleh partai politik di Parlemen. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar ihwal keseriusan Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengusut kasus tersebut lebih jauh.
“Mengingat ada rentang waktu cukup lama untuk melanjutkan kembali sidang putusan tersebut, lobi oleh kalangan petinggi partai politik sangat mungkin terjadi. Mereka sudah tentu akan menyusun skenario dalam menghadapi persidangan MKD,” kata Ikrar Nusa Bhakti, analis politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Jumat (27/11).
Menurut Ikrar, putusan sidang tersebut tergantung pada anggota Mahkamah Kehormatan Dewan. Jika dihitung secara matematika sederhana, tampaknya yang anti Setya Novanto akan menang. Itu terlihat dari jumlah anggota partai pendukung pemerintah di Mahkamah Kehormatan Dewan. PDIP memiliki jumlah sebanyak 3 anggota, PAN 2 anggota, PPP 2 anggota, Hanura 1 Anggota, PKB 1 anggota, dan Partai Nasional Demokrat 1 anggota. “Dengan begitu, jumlahnya ada 9 anggota yang anti Setya Novanto.
Sementara kubu yang membela Setya Novanto berasal dari partai-partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Itu ada PKS 1 anggota, Golkar 3 anggota, Gerindra 2 anggota. Sementara Partai Demokrat yang memiliki jumlah 2 anggota tidak dapat dipastikan. Yang selama ini terjadi Partai Demokrat kerap abstain. Jika terjadi demikian, artinya dapat dipastikan putusan Mahkamah Kehormatan Dewan akan menghasilkan sidang kode etik Setya Novanto dilakukan secara terbuka.
Namun demikian, kata Ikrar, meski proses persidangan nantinya akan digelar secara terbuka, dia menyangsikan akan ada transparansi dalam menangani kasus pelanggaran etik Setya Novanto. Sebab, adanya penundaan ini bukan tidak mungkin sudah ada kesepakatan-kesepakatan yang disusun sebelumnya.
“Tidak menutup kemungkinan sidang terbuka itu hanya memiliki pengaruh kecil untuk mengusut lebih jauh laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait pelanggaran Setya Novanto,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Kehormatan Dewan menunda rapat pleno kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Penundaan terjadi lantaran adanya argumentasi dari anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang menilai Menteri ESDM Sudirman Said tidak punya hak melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Argumen itu mengacu atas dasar Pasal 5 Bab IV tentang Tata Beracara di Mahkamah Kehormatan Dewan.