Jumat, Desember 6, 2024

Ihwal Kereta Cepat, DPD Ajukan Interpelasi pada Presiden

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
- Advertisement -
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil DKI Jakarta AM Fatwa (kiri) bersama Ketua Bidang Komunikasi Publik Masyarakat Transportasi Indonesia Milatia Kusuma menyampaikan tanggapan dalam Dialog Kenegaraan di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/11). Diskusi tersebut membahas hak bertanya DPD tentang urgensi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 tertanggal 6 Oktober 2015 tentang kereta cepat Jakarta-Bandung. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/15
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DKI Jakarta AM Fatwa (kiri) dan Ketua Bidang Komunikasi Publik Masyarakat Transportasi Indonesia Milatia Kusuma pada Dialog Kenegaraan di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/11). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/15

Dewan Perwakilan Daerah akan mengajukan hak interpelasi atau hak bertanya kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ihwal Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang rencana pemerintah yang akan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung.

Anggota DPD dari Provinsi DKI Jakarta A.M Fatwa mempertanyakan pertimbangan pemerintah yang kembali melanjutkan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Kereta cepat yang akan menelan dana sekitar Rp 78 triliun itu dinilai bukan sarana transportasi yang sangat dibutuhkan masyarakat.

“Proyek kereta cepat itu lebih kepada proyek mercusuar kalangan elite tertentu daripada pemenuhan sarana transportasi untuk rakyat. Apalagi Jakarta-Bandung yang hanya berjarak sekitar 150 kilometer saat ini sudah berlimpah sarana transportasi seperti jalur kereta api, bandara, dan jalan tol,” kata Fatwa ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/11).

Menurut Fatwa, pemerintah jangan selalu mengedepankan dan melulu fokus membangun infrastruktur hanya di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia bukan hanya Pulau Jawa. Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua merupakan wilayah yang sangat mendesak lebih memerlukan sarana transportasi.

“Kebijakan Jokowi yang memberikan prioritas pembangunan infrastruktur di luar Jawa adalah kebijakan yang tepat demi menjaga keutuhan NKRI,” tuturnya. “Karenanya, kebijakan yang sudah tepat itu jangan diganggu dengan kebijakan yang keliru seperti membangun kereta cepat. Sebab, selain terjadi ketimpangan pembangunan, kereta cepat juga menjadi beban APBN sepanjang masa.”

Selain itu, Fatwa juga mempertanyakan urgensi rencana tersebut dalam agenda program pembangunan nasional. Terlebih pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pemerintahan Jokowi-JK. “Proyek kereta cepat ini lebih merupakan inisiatif orang tertentu atau tawaran investor.”

Karena itu, kata dia, Presiden Joko Widodo harus menjelaskan kepada publik siapa inisiator sesungguhnya yang paling berkehendak membangun kereta cepat Jakarta-Bandung ini. Mengapa Presiden begitu cepat memberikan keputusan dengan mengeluarkan perpres untuk pembangunan kereta cepat.

Menurut Fatwa, munculnya rencana pembangunan kereta cepat ini menunjukkan Presiden Jokowi abai terhadap janjinya semasa kampanye dulu. Pembangunan tol laut yang menjadi salah satu tema Presiden pada masa kampanye dulu justru tak mendapat perhatian.

“Hingga saat ini terbukti belum ada satu pun keppres atau perpres yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk mendukung pembangunan tersebut.”

Sejauh ini, rencana penggunaan hak bertanya oleh DPD kepada Presiden sudah mendapat dukungan 75 anggota. DPD mengusulkan agar pemerintah memberikan jawaban atas hak bertanya anggota DPD tersebut pada Sidang Paripurna Luar Biasa.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.