Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak baru sudah berlangsung pada 9 Desember lalu. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, dari 144 daerah pemilihan yang diikuti petahana, tercatat ada 96 daerah yang dimenangkan petahana, sedangkan 48 daerah lainnya petahana mengalami kekalahan. Petahana yang memenangkan gelaran Pilkada 2015 ini dinilai berpotensi akan mendapat ganjalan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat.
Heroik Muttaqin Pratama, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengatakan, sebenarnya terpilihnya kembali petahana menjadi kepala daerah tidak menjadi persoalan. Sebab, yang terpenting nantinya adalah kinerja mereka dalam menjalankan pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Mereka tentu harus memiliki program yang jelas untuk memajukan daerah yang dipimpinnya.
“Karenanya, ini menjadi tantangan bagi setiap petahana terpilih. Dalam membuat kebijakan, ganjalan bukan tidak mungkin akan mereka hadapi di tingkat DPRD. Apalagi di beberapa daerah terdapat petahana yang hanya memiliki sedikit dukungan di parlemen daerah dari koalisi partai pendukungnya,” kata Heroik dalam diskusi di Jakarta pekan lalu.
Menurut dia, kemungkinan petahana terjegal dalam membuat kebijakan sangatlah besar. Sebab, koalisi partai-partai politik pendukungnya tidak bisa menjadi jaminan untuk petahana dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga bisa dengan mudah dan lancar menjalankan program-program yang diusungnya kelak.
“Sebagai contoh, pasangan calon Wali Kota Tri Rismaharani dan Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Bhuana. Duet ini hanya memiliki basis pendukung di parlemen daerahnya sebanyak 13 dari 50 kursi di DPRD Kota Surabaya,” tuturnya.
Kurangnya basis dukungan ini, kata Heroik, akan semakin menyulitkan pemerintah daerah dalam mengambil dan membuat kebijakan. Biasanya kebijakan itu terganjal pada saat proses pengesahan di tingkat parlemen daerah dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini tentu akan membuat jalannya pemerintahan daerah semakin tidak efektif.
“Walaupun nantinya eksekutif mengajukan anggaran dalam APBD, persetujuan tetap berada di tangan legislatif. Karena itu, seorang petahana terpilih harus mampu meraih dukungan mayoritas partai politik di DPRD,” ujarnya.
“Namun begitu, bukan tidak mungkin petahana bisa mendapat dukungan meski prosesnya berjalan alot. Itu tergantung pada lobi dan strategi para petahana dalam komunikasi politiknya dengan parlemen.”