Sabtu, Mei 11, 2024

CITA: Target Pajak Sering Menyampingkan Sebuah Sistem

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo (berbaju batik) menyerahkan laporan kepada pimpinan DPR saat Rapat Paripurna ke-13 Masa Persidangan II tahun 2015-2016 di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (15/12). Rapat Paripurna tersebut mengesahkan RUU Pengampunan Pajak dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi RUU Prioritas Prolegnas Tahun 2015. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo (berbaju batik) menyerahkan laporan kepada pimpinan DPR saat Rapat Paripurna ke-13 mengesahkan RUU Pengampunan Pajak. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengatakan, semua pihak mulai menyadari bahwa pajak adalah nadi kehidupan ekonomi-politik bangsa ini. Akan tetapi, jika pemerintah tak menyadari dan tidak ada antisipasi atasnya, maka akan ada pembalikan paradigma.

“Kita terlampau sering berhenti bukan di terminal akhir perjuangan. Ukuran keberhasilan kinerja perpajakan masih dinilai dari pencapaian target penerimaan belaka, namun mengesampingkan berbagai prasyarat dan kompleksitas sebuah sistem perpajakan,” kata Prastowo dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (21/12).

Dia menambahkan, penerimaan pajak yang optimal adalah buah dari kepatuhan pajak yang maksimal. Hal itu harus diiringi dengan sistem kepatuhan yang sama kokoh dan panjangnya. Artinya, otoritas perpajakan yang kredibel, profesional, dan kesadaran wajib pajak yang tinggi.

“Bermacam upaya dilakukan sekadar untuk mengamankan APBN, memenuhi target tertentu, dan sebuah angka yang kerap dikeramatkan, Rp 1.294 triliun. Bahkan sebuah mantra sakti, tax ratio,” ujarnya. Apalagi, tambah Prastowo, Presiden, menteri, dirjen, dan pegawai biasa berdebar, khawatir, cemas karena alasan yang berbeda. Ada yang takut dimakzulkan, direshuffle, dipecat, atau dipotong tunjangannya.

Namun, tambah Prastowo, pihaknya justru mengkhawatirkan momok jangka pendek yang sering melupakan tugas lebih besar yakni, membangun sistem perpajakan yang kokoh, memperkuat kaki-kaki penyangga. Dan di situlah jantung perkara yang sesungguhnya.

Karena itu, pihaknya berharap situasi mendebarkan di pengujung 2015 ini berbuah manis, yakni terbangunnya para elite dari tidur dogmatis. Lelap panjang karena tak menyadari inti persoalan yang sebenarnya. Pajak, lanjutnya, merupakan irisan berbagai bidang, disiplin, dan bermuara pada bermacam kepentingan.

“Di sini kita butuh racikan teknokrasi, intervensi ideologi, dan komitmen transformasi,” ujar Prastowo. “Tonggak Reformasi Pajak 1983 perlu dikenang sekaligus disempurnakan. Momen membangun sistem perpajakan yang disangga partisipasi publik, gotong royong, dan keadilan.”

Pihaknya memberikan semangat kepada Direktorat Jenderal Pajak agar berhasil menuntaskan target pajak di pengujung tahun. Bahkan dia berharap agar Presiden Jokowi, menteri dan DPR segera menyadari serta bergegas menyuntikkan semangat reformasi pajak yang menyeluruh.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.