Dua jurnalis asal Inggris, Neil Richard George Bonner dan Rebecca Bernadette Margaret Prosser, diadili di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (1/10). Penahanan dan pengadilan atas kedua jurnalis tersebut dinilai berlebihan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Ketua AJI Suwarjono mengatakan penyidangan dua jurnalis asing itu merupakan tindakan berlebihan dari pemerintah. Apalagi keduanya ditangkap oleh Tim Reaksi Cepat TNI Angkatan Laut saat sedang melaksankan tugas jurnalistiknya yakni membuat film dokumenter tentang perampokan di Selat Malaka.
Suwarjono mengungkapkan pemerintah seharusnya mendeportasi Neil dan Rebecca bila memang dinilai bersalah. “Mengapa Neil dan Rebecca harus menunggu empat bulan lamanya dalam tahanan Imigrasi, dan kemudian dilanjutkan dengan proses pengadilan. Itu puncak dari tindakan berlebihan pemerintah,” kata Suwarjono melalui keterangan resmi kemarin.
Lebih lanjut, Suwarjono mengingatkan, pemerintah seharusnya cukup memberikan sanksi administratif yang ditetapkan pejabat imigrasi terhadap orang asing sesuai Undang-Undang Keimigrasian. Bukan proses pidana seperti yang saat ini diterapkan.
Sesuai UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pelanggaran Pasal 75 dan Pasal 122, yakni penyalahgunaan izin masuk ke Indonesia untuk melakukan kegiatan jurnalistik di daerah Selat Malaka adalah pelanggaran administratif.
“Sama sekali tidak ada alasan untuk melakukan penahanan yang begitu lama, apalagi memberikan sanksi pidana,” tegasnya. Karena itulah, “AJI Indonesia menuntut pengadilan segera memutus bebas kedua jurnalis.”
Langkah Imigrasi memproses hukum kedua jurnalis hanya menambah kesan buruk Indonesia sebagai negara yang membatasi kerja jurnalis dan menciderai kebebasan pers di Indonesia. Padahal Presiden Joko Widodo telah bertekad membuka akses jurnalis asing di seluruh Indonesia. Baik di wilayah konflik maupun wilayah lainnya di seluruh Indonesia.
“Mana komitmen Presiden yang berjanji akan membuka akses jurnalis asing. Langkah pihak Imigrasi bertentangan dengan pernyataan Presiden, jika tetap menahan jurnalis asing karena kesalahan administrasi. Informasi yang kami peroleh, kedua jurnalis sudah mengajukan visa ke Kedutaan Indonesia di Inggris. Namun tidak ada jawaban,” kata Suwarjono.
Sementara itu, Ketua AJI Batam Zuhri Muhammad menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri Batam yang tidak mengakui Neil dan Rebecca sebagai jurnalis. Padahal, Internasional Federation Journalists (IFJ) Asia Pasific jelas-jelas mengakui keduanya sebagai jurnalis yang sedang bekerja di Indonesia. Neil dan Rebecca adalah anggota National Union of Journalist, Inggris.
“Seharusnya penegak hukum di Batam tidak perlu memidanakan dan mengkriminalisasi jurnalis yang sedang bekerja,” katanya. Karena itulah AJI Batam menolak pengadilan atas Neil dan Rebecca. Dengan memidanakan keduanya berarti melanggar semangat UU Pers 40 Tahun 1999.
Dalam catatan AJI Indonesia, sebelum kasus Neil dan Rebecca, Pemerintah RI juga menangkap dua jurnalis asal Prancis, Thomas Dandois (40) dan Valentine Bourrat (29) di Wamena, Papua. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran keimigrasian dan akhirnya dideportasi ke Prancis