Yayasan Pusaka Indonesia menilai tenaga kerja Indonesia di luar negeri kurang mendapat perlindungan dari Negara. Pasalnya, telah banyak terbukti terjadi kekerasan dan penipuan terhadap para TKI.
“Melihat kondisi ini, maka perlindungan dan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu mendapatkan penanganan yang serius dari pemerintah,” kata Staf Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) Rina Melati, Selasa (28/7).
Ia mengungkapkan, para TKI yang bekerja di luar negeri umumnya adalah perempuan. Mereka memilih bekerja di sana karena di dalam negeri pemerintah tak bias menjamin adanya pekerjaan bagi warganya.
Menurut Rina, kemiskinan, pengangguran, dan keterbatasan adalah faktor penyebab meningkatnya para perempuan Indonesia yang ingin menjadi TKI. Terlebih ada peluang untuk mendapat upah lebih besar. Tentunya, hal ini sangat menggiurkan para perempuan yang tinggal di desa.
Namun demikian, lanjut dia, pada kenyataannya mereka dieksploitasi oleh pihak penyalur TKI. Dokumen mereka kerap disita. Bahkan mereka dikenai potongan besar atas gaji yang mereka dapatkan dari majikannya.
“Padahal, sebelumnya para tenaga kerja asal Indonesia itu diiming-imingi janji berupa gaji tinggi dengan kondisi kerja yang baik,” tuturnya.
Proses ini, kata dia, adalah sama saja dengan praktik perdagangan manusia serta kerja paksa. Para perempuan yang sudah masuk ke dalamnya pun itu tidak bisa melarikan diri. Itu karena selain dokumennya yang disita seperti paspor dan lainnya, mereka juga tak jarang terlilit utang kepada penyalur mereka itu.
Oleh karena itu, menurut Rina, pemerintah harus mengkaji kembali peraturan saat ini. Perlu ada revisi Undang-Undang tentang Perlindungan dan Penempatan TKI, khususnya mengenai batasan dan syarat-syarat calon tenaga kerja Indonesia di luar negeri. [*]