Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Sumatera Utara, yaitu Tripeni Irianto Putro, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting sebagai tersangka dugaan penerimaan suap.
Ketiganya ditangkap dalam operasi tangkap tangan di kantor PTUN Medan pada Kamis kemarin bersama dengan panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan dan seorang pengacara dari kantor advokat OC Kaligis bernama M Yagari Bhastara Guntur alias Gerry, kata Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.
“Dugaan sebagai penerima masing-masing TIP selaku majelis hakim dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” katan
Mereka melanggar pasal yang mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Bagi yang terbukti melakukan tindak pidana tersebut dapat dipidana seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling kecil Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain tiga hakim PTUN, KPK juga menetapkan Gerry dan Syamsir sebagai tersangka. Mereka terancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Para hakim dan panitera diduga menerima uang US$15 ribu (sekitar Rp195 juta) dan 5 ribu dolar Singapura (sekitar Rp45 juta) dari Gerry terkait suatu perkara di PTUN.
“Dari hasil pemeriksaan dan barang bukti yang kami temukan di TKP maka disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi berkaitan dengan proses pengajuan PTUN di Medan yang dilakukan oleh Ahmad Fuad Lubis, ini orang di pemerintah daerah Sumut,” ungkap Johan.
Pengajuan gugatan ke PTUN itu dilakukan atas terbitnya surat perintah penyelidikan (sprinlidik) mengenai suatu undang-undang.
“Berkaitan dengan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait dengan UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan atas penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi bantuan sosial di provinsi Sumatera Utara,” kata Johan.
Gugatan yang diajukan Fuad Lubis adalah terkait surat Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara perihal permintaan keterangan terhadap Fuad Lubis dalam perkara penyalahgunaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, 2013 dan 2014.
Fuad dimintai keterangan oleh jaksa selaku mantan Ketua Bendahara Umum Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sumut, namun Fuad melawan jaksa dengan mengajukan gugatan ke PTUN dan menyeewa pengacara dari kantor pengacara OC Kaligis.
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.
Dalam putusannya, hakim menyatakan permintaan keterangan oleh jaksa kepada Fuad Lubis ada unsur penyalahgunaan kewewenangan. (Antara)