Sabtu, April 27, 2024

Rasio Utang Pemerintah Picu Krisis Ekonomi 

Ilustrasi utang pemerintah Indonesia ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/Asf/nz/15.
Ilustrasi utang pemerintah Indonesia/ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/Asf/nz/15.

Dalam membangun perekonomian nasional pemerintah masih bersandar pada biaya yang bersumber dari utang. Namun, sayangnya utang tersebut ternyata masih terlalu condong digunakan untuk sektor jasa. Akibatnya, pinjaman utang itu justru tak banyak membantu mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Institute for Development of Economics and Finance, Eko Listiyanto, mengatakan memang rasio utang Indonesia masih terbilang kecil. Hingga Mei 2015, jumlahnya mencapai Rp 2.843,25 triliun atau 25% dari Produk Domestik Bruto.

“Tapi, jika melihat komponen penyusun utang saat ini, peruntukannya masih condong dilarikan ke sektor jasa. Ini akan berbahaya, sebab memiliki risiko terjadi krisis ekonomi,” kata Eko di Jakarta, Jumat (10/7).

Dia menjelaskan, negara yang memiliki rasio utang seperti Indonesia dan pola penggunaan utang tersebut tidak tepat sasaran, maka ketika terjadi guncangan ekonomi global dampaknya akan begitu terasa. Bukan tidak mungkin negara tersebut akan menyusul mengalami krisis ekonomi serupa.

“Jika ada guncangan (krisis), maka perekonomian kita tidak akan sekuat utang yang berkontribusi dari sektor riil atau tradable seperti pertanian, industri dan lainnya,” tutur Eko.

Lebih lanjut, dia mengatakan, bila sampai terjadi krisis ekonomi, maka nantinya masyarakat kelas menengah dan kelas bawahlah yang akan semakin tertekan. Sebab, laju pendapatan masyarakat di kelas-kelas tersebut tidak secepat laju pendapatan masyarakat kelas atas.

“Laju pendapatan orang super kaya dan orang kaya di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan laju pendapatan masyarakat kelas menengah dan bawah. Kondisi ini membuat masyarakat kelas menengah ke bawah akan semakin tertekan jika terjadi guncangan ekonomi,” ujarnya.

Namun, kata Eko, rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto yang mencapai 25% bukan berarti kondisinya masih sehat. Pemerintah justru harus berhati-hati terhadap rasio utang ini, jika tidak maka jumlahnya bisa terus meningkat. Dan tentunya akan semakin memberatkan perekonomian nasional nantinya.

“Dengan kondisi seperti ini, utang 25 persen dari PDB bukan berarti sehat dan kita tenang saja. Seiring melemahnya ekonomi Cina dan krisis Yunani kita justru harus lebih waspada,” katanya.

Karena itu, menurutnya, agar rasio utang lebih bermanfaat bagi perekonomian nasional, pemerintah sebaiknya menggunakan pinjaman utang tersebut untuk memperkuat perekonomian domestik. Penggunaannya supaya dialihkan untuk pengembangan dan peningkatan di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta pertanian.

“Hingga saat ini, masih banyak sektor UMKM dan pertanian yang belum tersentuh kebijakan pemerintah,” kata Eko. [*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.