Pemerintah akan mengeluarkan aturan melalui Peraturan Pemerintah untuk Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia. Peraturan tersebut nantiya akan mengatur mengenai pemberian insentif kepada investor untuk kegiatan industri yang dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, mengatakan pemerintah tengah menyiapkan beberapa lokasi yang akan dijadikan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus. Sejauh ini baru dua lokasi yang sudah terealisai yaitu Sei Mangke di Sumatera Utara dan Tanjung Lesung di Banten.
“Sudah kita ketahui untuk kawasan ekonomi khusus akan mendapatkan insentif. Pemerintah akan memberikan bermacam-macam insentif. Namun, pemberian insentif ini perlu diatur mekanismenya. Salah satunya melalui Peraturan Pemerintah,” kata Sofyan di Jakarta.
Dia memaparkan, dalam Peraturan Pemerintah terkait Kawasan Ekonomi Khusus ini nantinya akan mengatur mengenai pemberian insentif. Itu seperti pemberian insentif pembebasan pajak, namun berlaku dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, investor juga diperbolehkan membangun infrastruktur sendiri seperti apartemen, rumah sakit, hingga universitas, bahkan penggunanaan tenaga kerja asing di kawasan tersebut.
“Misalnya mereka membangun, nanti pemerintah akan memberikan dana dukungan tunai infrastruktur kepada investor. Jadi segala bentuk insentif sudah diberikan, tinggal dikeluarkan PP-nya saja,” katanya.
Namun, menurut kajian Indonesia for Global Justice, adanya pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus justru dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat, terutama di wilayah yang ditetapkan menjadi lokasi pembangunan kawasan tersebut.
Dalam kajian itu disebutkan dampak pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus bisa berdampak negatif, diantaranya: Pertama, kawasan ekonomi khusus hanya menguntungkan pemodal besar baik dari dalam maupun luar negeri. Kedua, mengancam sumber daya alam karena kegiatan eksploitasi yang mereka lakukan. Terlebih bila kegiatan ini nantinya tidak terkontrol pemerintah.
Ketiga, dapat menghancurkan industri nasional. Keempat, membebani Anggaran Negara. Sebab, sumber pembiayaan pembangunan kawasan tersebut bersumber dari APBD dan APBN. Akibatnya, hal ini bisa menjadi alasan pemerintah untuk mengajukan pinjaman utang ke luar negeri.
Kelima, mengurangi pendapatan daerah karena banyaknya insentif yang diberikan pemerintah. Wajib pajak yang melakukan usaha di Kawasan Ekonomi Khusus diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Keenam, dapat menimbulkan konflik agraria. Karena pembangunan kawasan tersebut membutuhkan lahan yang cukup luas dan ini akan menjadi konflik antara investor dengan warga setempat. Konflik demikian sudah terjadi di India, pada 15 Maret 2007, 11 petani Nandigram yang letaknya 80 mil dari selatan Kolkata – dulu Calcutta di wilayah Benggala Barat, tewas setelah bentrokan dengan aparat keamanan.
Penggusuran para petani tersebut terkait dengan rencana pemerintah setempat mendirikan Kawasan Ekonomi Khusus. Kebijakan pembentukan kawasan ini ditolak Bhumi Ucched Pratirodh (Komite Perlawanan Pengambilalihan Tanah) yang dibentuk petani Benggala.
Menurut Amit Kiran Deb, pejabat pemerintah setempat, seperti dikutip dari Voice of Human Rights, sejak kekerasan meletus di Nandigram awal Januari 2007, telah menimbulkan 18 jiwa melayang. Sedangkan dalam bentrokan 15 Maret 2007 itu 39 orang terluka, termasuk 14 polisi, serta 11 petani meninggal dunia.
Dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di sejumlah daerah ini, kelak tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik perebutan lahan yang memakan korban hingga tewas seperti yang terjadi di India. [*]