Para petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia menolak impor tembakau yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data asosiasi itu, saat ini peningkatan impor tembakau mencapai sekitar 150 ribu ton per tahun.
“Impor tembakau sebanyak 150 ribu ton tersebut berarti telah mendekati 50 persen kebutuhan tembakau Indonesia selama setahun,” kata Ketua Panitia Musyawarah Nasional ke-3 APTI, Agus Setyawan, Rabu (29/7).
Dia menuturkan, untuk melindungi petani dalam negeri, perlu adanya pembatasan impor tembakau. Dalam membuat peraturan itu, pemerintah supaya melibatkan asosiasi petani tembakau, sehingga pengaturan impor dan ekspor tembakau tidak merugikan petani tembakau dalam negeri.
“Penolakan impor tembakau tersebut merupakan salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam Musyawarah Nasional ke-3 APTI ini,” tuturnya.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, selain menolak impor tembakau, pihaknya juga meminta pada Presiden Joko Widodo tidak meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Kemudian pemerintah harus menaikan prosentase alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dari sebelumnya 2% menjadi minimal 15%.
“Itu diperuntukkan bagi petani tembakau. Kami juga mendorong pada Presiden RI segera membahas dan menetapkan RUU pertembakauan,” katanya.
Dalam munas tersebut, selain menghasilkan rekomendasi, munas uga menghasilkan susunan kepengurusan baru. Untuk periode 2015 sampai 2020. Pembentukan pengurus baru diharap bisa membuat asosiasi menjadi lebih maju dan kesejahteraan petani tembakau diharap bisa menjadi lebih berkembang.
Adapun berdasarkan musyawarah mufakat, terpilih sebagai Ketua Umum APTI H. Tarmuji dari Jawa Tengah, Sekretaris Jenderal Safrudin dari Jawa Barat, dan Bendahara Umum Imron dari Jawa Timur. [*]