Pemerintah Kabupaten Gresik, Jawa Timur, (23/7) mengantisipasi munculnya bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama di wilayahnya dengan mengadakan kesepakatan bersama antara forum pimpinan agama dan daerah.
Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, mengatakan bahwa kesepakatan telah dicapai dengan mengikrarkan bersama antikekerasan atas nama agama untuk memastikan wilayah Gresik aman dan damai dari isu kekerasan agama.
Langkah tersebut diambil, kata Sambari, karena banyak muncul isu kekerasan yang mengatasnamakan agama setelah peristiwa di Tolikara, Papua, 17 Juli 2015.
“Pernyataan sikap yang kami tanda tangani ini merupakan keinginan bersama untuk membangun Gresik yang kondusif. Kami sepakat apa pun kejadian serta insiden yang berbau sara yang terjadi di luar sana, jangan sampai terjadi di Gresik,” ucapnya.
Sementara itu, isi kesepakatan bersama tersebut, antara lain tetap setia serta menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Selanjutnya, setia dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menjaga sikap toleransi dan kerukunan antarumat beragama serta tidak terprovokasi/terpengaruh isu-isu yang bermuatan sara.
Selain itu, forum bersama tersebut sepakat menolak adanya tindakan anarkis atau kekerasan dalam bentuk apa pun yang mengatasnamakan agama.
Antisipasi kekerasan atas nama agama itu, kata Sambari, disepakati oleh forum lintas agama, juga disepakati bersama organisasi kemasyarakatan, seperti perwakilan PCNU Gresik, MUI Gresik, PD MUhammadiyah Gresik, dan FKUB Gresik.
Selain itu, sejumlah perwakilan dari Agama Hindu, Kristen Protestan, Buddha, Katolik, dan Konghucu.
Sambari berharap kesepakatan bersama itu dapat memberikan inspirasi kepada semua daerah bahwa Gresik bisa bersama-sama mengantisipasi kekerasan atas nama agama.
“Ini bisa jadi contoh bagi mereka yang ada di luar sana bahwa Gresik mencintai kebersamaan dan kedamaian,” katanya. Antara