Pengamat Kebijakan Energi-IRESS, Marwan Batubara menyatakan pemerintah dan PT Pertamina harus menjelaskan secara transparan komponen-komponen yang mempengaruhi harga jual Bahan Bakar Minyak sehingga tidak ada lagi yang mempersoalkan tingginya harga jual BBM.
“Karena harga jual BBM tidak sekadar ditentukan oleh harga beli bahan baku, tetapi juga harus memperhitungkan berbagai komponen lain yang jumlahnya cukup signifikan, terutama biaya distribusi, penyimpanan dan pajak,” kata Marwan Batu Bara saat dihubungi di Jakarta, Kamis (30/7).
Dia menjelaskan selisih antara harga jual BBM Rp8.500 /liter dengan harga beli produk Rp6.635 /liter setelah ditambah komponen di atas menjadi cukup besar, yakni Rp1.865 /liter.
Secara merata, kata dia, harga jual BBM di Indonesia adalah harga MOPS ditambah Alpha (margin ditambah berbagai biaya) yang besarnya mencapai 16 hingga 17%. Sehingga tidak relevan jika ada pihak-pihak atau kalangan yang mempersoalkan tingginya harga BBM tanpa memperhitungkan komponen biaya pembentuk harga tersebut.
Marwan menambahkan, jika memang pemerintah pusat atau menganggap harga BBM terlalu tinggi atau perlu dikurangi, maka dapat dilakukan dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan pajak (PPN dan PBBKB) yang saat ini nilainya 15 persen terhadap harga dasar.
“Pegurangan atau penghilangan pajak dapat pula berfungsi sebagai substitusi terhadap subsidi BBM yang saat ini sudah terlanjur dicabut,” katanya.
Sebaliknya, jika ingin menerapkan pola subsidi yang lebih berkeadilan, pemerintah dapat pula menerapkan PPN dan PBBKB secara selektif dengan nilai yang lebih tinggi kepada golongan yang mampu. Sehingga dengan demikian upaya untuk menerapkan pola subsidi yang tepat sasaran mungkin dapat dicapai, kata Marwan.
Harga BBM sekarang, menurut dia juga sudah tidak sesuai, karena harga BBM waktu naik pada Januari 2014 ditetapkan pada saat kurs Rp12 ribuan, dengan harga minyak dunia 50-60 dolar AS/barel.
“Sekarang harga minyak dunia memang turun disekitar 49 dolar AS/barel, tetapi kurs naik ke Rp13.400 /1 dolar AS. Karena anggaran subsisdi BBM tidak lagi tersedia di APBN, maka selisih harga tersebut harus ditanggung oleh Pertamina berupa kerugian dari penjualan BBM premium dan solar yang jumlahnya triliunan rupiah per bulannya,” katanya seperti dikutip Antara.
Marwan meminta pemerintah melakukan berbagai langkah, diantaranya pemerintah secara proaktif melakukan sosialisasi tentang pola keekonomian dan formula harga BBM yang berlaku, terutama terkait dengan akibat perubahan harga minyak dan kurs, menetapkan harga BBM secara periodik, guna mencegah berbagai dampak buruk akbibat perubahan harga yang terlalu cepat.
Selain itu, dia meminta pemerintah agar konsisten menjalankan peraturan yang berlaku, terutama dalam penyesuaian harga sesuai formula berlaku atau memberikan subsidi jika diperlukan, tanpa harus mengorbankan BUMN, mengganti kerugian yang dialami Pertamina melalui berbagai cara, termasuk dengan mempertahankan harga jual BBM saat harga minyak dunia turun, membayar melalui APBN Perubahan 2015 atau APBN 2016.[*]