Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rahma Iryanti, pada Minggu (22/6) mengatakan bahwa tingkat partisipasi kerja pada perempuan harus ditingkatkan. Menurut Rahma, saat ini tercatat tingkat partisipasi kerja pada laki-laki mencapai 84%, lebih besar dari perempuan yang hanya mencapai 51%.
Lebih lanjut, Rahma menyatakan pendapatan per kapita saat ini cukup baik, namun jika perempuan dapat berkontribusi lebih di dalam ekonomi, maka pendapatan bisa terus meningkat. Sementara, hasil penelitian dari Bappenas mencatat bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya informasi, diskriminasi gender, serta biaya yang tinggi.
Tidak hanya itu, perempuan juga dinilai lebih banyak menekuni pekerjaan informal seperti pekerja rumah tangga atau pekerja rumahan. Berhubungan dengan hal ini, Rahma lebih lanjut menyatakan bahwa dbutuhkan adanya suatu peraturan karena pekerjaan di sektor informal umumnya berupah minim. Menurutnya, banyak perempuan yang tidak diberikan upah, Sementara bentuk perlindungannya pun tidak ada.
Dalam bidang ketenagakerjaan, juga terjadi perbedaan rata-rata pendapatan per bulan antara pekerja perempuan dan laki-laki. Menurut mantan kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Fasli Jalal pada Senin (29/6), Pendapatan pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki secara rata-rata, yakni Rp 1,4 juta untuk perempuan dan Rp 1,7 juta untuk laki-laki. Fasli juga mengatakan, hingga kini masih banyak pekerja perempuan yang masih berstatus pekerja tidak dibayar seperti ibu rumah tangga, atau membantu orang lain dengan tidak mendapatkan gaji. Padahal, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO no. 100 mengenai upah yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan dan no. 111 tentang diskriminasi pekerjaan dan jabatan. (Baca juga: Indeks Ketimpangan Gender Indonesia 3 Tertinggi di Asean)
Sementara, saat ini pemerintah telah memiliki program bagi perempuan di desa untuk membangun usaha kecil. Kebijakan yang juga sudah dibuat mengenai pemerintah dalam hal tersebut di antaranya yakni, kebijakan mengenai pengawasan terhadap diskriminasi pekerja perempuan, penyediaan informasi tenaga kerja, penyediaan pelatihan dan keterampilan, akses masuk ke dunia kerja yang lebih mudah dan reformasi hukum, serta Kredit Usaha Rakyat yang dapat memberikan akses pinjaman rendah kepada pengusaha mikro. [*]