Minggu, Desember 8, 2024

Menanti Gebrakan Lain KPI

- Advertisement -
Poster sosialisasi tayangan televisi di kantor KPID NTB, Mataram/ANTARA
Poster sosialisasi tayangan televisi di kantor KPID NTB, Mataram/ANTARA

Komisi Penyiaran Indonesia dinilai mengabaikan hak publik.

Selama Ramadan semakin marak tayangan program televisi terkait bulan suci umat Islam ini. Meski demikian, tetap muncul ragam tayangan yang dianggap bermasalah. Tayangan-tayangan bermasalah itu terlihat dari banyaknya keluhan warga. Dalam konteks ini bisa dilihat publik juga cemas atas tayangan televisi yang dianggap kurang mendidik, tak terkecuali di bulan Ramadan.

Tayangan yang dipermasalahkan itu antara lain “Pesbukers” (ANTV) dan “Ganteng Ganteng Serigala” (SCTV). Namun aduan itu tidak ditanggapi secara serius oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Sejauh data yang bisa diakses dari situs KPI, setidaknya ada 8 aduan atas “Ganteng Ganteng Serigala” dan 12 aduan untuk “Pesbukers”. Hal ini disampaikan Remotivi, lembaga independen yang bergiat mengawasi konten tayangan televisi.

Meski telah kerap mendapatkan keluhan dan laporan publik, kinerja KPI sebagai regulator bidang penyiaran Indonesia tampak tak maksimal. KPI dianggap abai dalam menyerap aspirasi warga dan ini berarti membiarkan hak publik tak terpenuhi. Padahal, Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun Pasal 8 Ayat 1 mengamanatkan KPI agar “…berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran”.

Penilaian ini bisa dilihat antara lain dari laporan aplikasi Remotivi, “Pesbukers” dan “Ganteng Ganteng Serigala” juga menjadi dua tayangan yang paling banyak diadukan warga. Dari 169 aduan yang masuk sejak Februari hingga Mei 2015, 21,3% aduan mengeluhkan “Ganteng Ganteng Serigala” dan 14,2% aduan mengeluhkan “Pesbukers”.

Selain itu, ada juga banyak jenis keluhan yang disampaikan. Dari catatan Remotivi ataupun situs KPI, publik banyak mengadukan tayangan yang berbau kekerasan hingga penistaan agama. Sebagian besar warga yang mengadu mengkhawatirkan dampak dua tayangan tersebut pada anak.

Pada kolom aduan warga di situs KPI, misalnya, Aminah Sri Ramadhani mengaku terganggu tayangan “Pesbukers” yang dinilai melecehkan tokoh agama Hindu, Arjuna, dengan menjadikannya bahan lawakan. Bagi Aminah, tayangan ANTV itu dapat mengancam kerukunan umat beragama.

Limbang Praktikno, yang risau karena banyak kata-kata kasar dalam sinetron “Ganteng Ganteng Serigala”, juga mengadu pada 16 Mei 2015. “Tolong ditegur,” tulisnya dalam kolom aduan Remotivi. “Mungkin ini yang kesekian kalinya. Saya lebih menekankan ucapan-ucapan pemerannya, misalnya kata-kata balas dendam, kebencian, bunuh.”

Wisnu Prasetya Utomo, salah satu peneliti media dari Remotivi, mengatakan KPI harus melakukan tindakan tegas. Sebenarnya KPI memiliki wewenang sesuai dengan koridor hukum. KPI juga dinilai dapat menjatuhkan sanksi yang lebih tegas,  tak sekadar memberikan peringatan. “KPI kan punya kewenangan menindak. Dalam soal tayangan, paling jauh ya pencabutan atau penghentian izin tayangan itu,” kata Wisnu.

KPI harus menanggapi dan mengelola secara serius aduan atau aspirasi publik atas tayangan televisi. Hal ini menjadi keniscayaaan, mengingat tugas itu adalah amanat undang-undang pada KPI selaku wakil publik. Sebagai lembaga yang dibiayai dengan dana dari pajak, semestinya KPI melakukan tugasnya secara maksimal.

- Advertisement -

Memang KPI sudah beberapa kali memberikan sanksi. Namun, tak ada peningkatan kualitas sanksi terhadap stasiun TV. Sejak 19 Febuari 2014 hingga kini sanksi KPI atas “Pesbukers”, misalnya, tak beranjak dari peringatan dan teguran tertulis (1 peringatan dan 4 teguran tertulis).

Fakta tersebut mengherankan, mengingat KPI sebenarnya mempunyai mekanisme sanksi berjenjang: teguran tertulis pertama, teguran tertulis kedua, pembatasan durasi, hingga penghentian sementara. Remotivi menganggap KPI telah mengabaikan hak publik, terutama anak, atas tontonan yang sehat.

Baik “Pesbukers” maupun “Ganteng Ganteng Serigala” ditayangkan pada jam-jam unggulan (prime time).  Masalahnya, keduanya kerap mengeksploitasi kekerasan sebagai materi utama. Tim kreatif “Pesbukers” bahkan tidak segan-segan “mengadu domba” artis yang sedang bertikai, sebagaimana terjadi pada kasus Kiwil dan Vicky Prasetyo. [*]

Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.