Kebakaran hutan di beberapa wilayah Indonesia, terus terulang tiap tahun seakan telah menjadi trend di negara Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menerangkan 99% kebakaran hutan dan lahan di Indonesia karena kurangnya pengawasan dan kesengajaan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kejadian kebakaran hutan, penyebabnya kebanyakan adalah disengaja karena dengan modus dan motif yang sama yang terus menerus terjadi dengan dalang yang dia curigai ada ‘main’ dengan aparatur daerah setempat.
“Siapa dalangnya, saya curiga ada oknum di daerah. Berulang kali juga kita tangani dengan water bombing, hujan buatan dan segala upaya lainnya walau sifatnya hanya sistematik dengan biaya sekitar Rp600 miliar,” ujarnya, Jakarta (11/7).
Aksi pembakaran hutan biasanya terjadi di lahan gambut yang jarang ditinggali masyarakat.
“Lahan yang kebakaran atau dibakar itu biasanya adalah lahan gambut, lihat saja di Sumatera dan Kalimantan. Lahan gambut dipilih karena jarang penduduk yang tinggal,” kata Iwan Tri Cahyo Wibisono, Forestry and Rehabilitation Specialyst dari organisasi Wetlands.
Iwan memiliki pandangan bahwa para pelaku bisnis sawit adalah merupakan aktor besar dibalik kebakaran hutan dan lahan ini yang memang sengaja memilih lahan gambut untuk membuka lahan. Alasan utama dipilihnya lahan gambut ialah untuk menghindari konflik dengan masyarakat.
Kepala Departemen Sosial dan Inisiasi kebijakan Sawit Watch Harizajudin, dalam acara diskusi ‘Kebakaran Hutan Indonesia, Siapa yang Melanggengkan?’ di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat Minggu (12/7) menjelaskan sedikitnya ada enam alasan mengapa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terus-menerus terjadi.
Pertama adalah perizinan bagi perkebunan kelapa sawit dan usaha lainnya. Kedua, penegakan hukum yang belum optimal, ketiga, saling lempar tanggung jawab akibat adanya celah pada hukum. Keempat, untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit yang seakan terjadi pembiaran sehingga orang-orang tertarik melakukan ekspansi bisnisnya. Kelima, adanya ketimpangan penguasaan lahan di wilayah-wilayah kebakaran hutan dan lahan, dan terakhir sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang terus berjalan.
Masyarakat atau pihak perusahaan yang melakukan pembakaran dalam membersihkan lahannya, maka akan dilakukan penegakan hukum. Pelaku pembakaran lahan dapat dijerat tindak pidana karena melanggar pasal 69 huruf h, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, yaitu larangan membuka lahan dengan cara membakar, pasal 108, dengan ancaman pidana minimal tiga tahun, dan maksimal 10 tahun penjara, serta denda Rp15 miliar.
Indonesia dituding sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia melalui kasus kebakaran hutan yang kerap terjadi. Bank Dunia pada 2007 merilis laporan bahwa laju penggundulan hutan Indonesia telah men-capai 2 juta ha per tahun, dan Indonesia sebagai penyumbang emisi gas karbondioksida (CO2) terbesar ke-3 di dunia (setelah Amerika Serikat dan China).
Emisi CO2 (gas rumah kaca/ GRK) yang dihasilkan Indonesia adalah sekitar 34% dari total dunia, yang berasal dari kebakaran hutan, illegal logging, dan konversi hutan ke sektor non-kehutanan, terutama ke hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit.[*]