Sabtu, Mei 4, 2024

Ini Enam Persoalan Industri Karet Nasional

Ilustrasi: Komoditas karet merupakan salah satu yang diekspor ke pasar Afrika/MARGIND.COM
Ilustrasi: Komoditas karet merupakan salah satu yang diekspor ke pasar Afrika/MARGIND.COM

Rusdi, pengamat perkebunan mengatakan ada enam persoalan industri karet nasional mempengaruhi harga karet. Pertama perbedaan bahan baku dengan negara tetangga, posisi geografis Indonesia dengan konsumen, pengaruh kebijakan pemerintah Tiongkok terkait penerapan standar baru karet.

Menurutnya, permasalahan utama lainnya juga tidak seimbangnya kemampuan pasokan bahan olah karet, sementara itu tingakat produksi atau permintaan industri masih tetap tinggi.

Permasalahan juga bermasalah berasal dari efiensi biaya produksi, ketidakpastian pasokan bahan penolong, energi, tenaga listrik, logistik dan pembiayaan terhadap industri barang aret sangat menunggu pemasaran domestik dan luar negeri.

“Iklim usaha dalam kemudahan berinvestasi serta fasilitaas pembiayaan masih belum mendukung secara maksimal,” katanya melalui keterangan resmi, di Jakarta.

Berdasarkan data pusat penelitian karet Bogor mencatat, data terkini produktivitas karet alam dunia, adalah India dengan produksi 1.903 kilogram pertahun setara 90% dikelola pengusaha kecil. Thailand 1.699 kilogram per tahun setara 99% dikelola pengusaha kecil.

Vietnam 1.661 kilogram per tahun setara 50% dikelola pengusaha kecil. Malaysia 1.411 kilogram pertahun setara 95% dikelola pengusaha kecil. Dan Indonesia 933 kilogram per tahun dikelola pengusaha kecil 85 %.

Indonesia tercatat penghasil karet alam utama dunia, dengan luas areal tanam karet mencapai 3,55 juta hektare. Produksi 2014 mencapai 3,1 juta ton 85% diekspor dalam bentuk karet mentah senilai US$ 4,9 miliar dan hanya 550 ribu ton 15% hingga 16% di konsumsi dalam negeri.

Selain itu, beberapa hal yang menyebabkan terganggunya pasar karet Indonesia di antaranya adalah produktivitas yang semakin rendah dan melimpahnya pasokan karet ke pasar yang diimbangi konsumsi berbagai sektor.

Rusdi menjelaskan, jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, perbedaan kualitas bahan baku karet Indonesia, mengakibatkan tingkat efisiensi biaya pengolahan karet kering di Indonesia relatif rendah, disamping ada anggapan bahwa mutu karet berstandar di Indonesia belum konsisten.

Posisi geografis Indonesia ke negara konsumen relatif lebih jauh mengakibatkan biaya angkut dari Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Meskipun ekspor karet Indonesia mengunakan sistem penyerahan

Posisi geografis Indonesi ke negara konsumen relatif lebih jauh mengakibatkan biaya angkut dari Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen seperti Thailand, Vietnam dan Malasyia, meskipun ekspor karet Indonesia mengunakan sistem penyerahan termasuk biaya kirim (Free On Board).

Tiongkok dalam hal ini, menerapkan tarif impor sebesar 20%. Dampak tidak seimbang kemampuan pasokan bahan olah karet dibandingkan tingkat produksi atau permintaan industritetap tinggi, mengakibatkan masih dijumpai karet mutu rendah diperdagangkan.

Sehingga upaya perbaikan mutu melalui peraturan menteri pertanian tentang pedoman pengolahan dan pemasaran bahan olah karet, dan peraturan menteri perdagangan tentang pengawasan bahan olah karet yang diperdagangkan belum bisa berjalan efektif.

Rusdi menilai perbaikan kebijakan industri karet antara lain program hilirisasi dan penguatan struktur industri karet, peningkatan akses pasar produk hilir, penciptaan iklim usaha yang kondusif, serta penguasaan teknologi dan pengembangan penelitian.[*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.