Toilet umum merupakan salah satu fasilitas umum yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia ketika sedang berada di luar rumah. Namun sayangnya, keberadaan toilet umum di Indonesia begitu memprihatinkan dilihat dari kualitas kebersihan dan kenyamanan yang ada.
Hal tersebut dipicu karena kurangnya kesadaran untuk perhatian terhadap pemeliharaan kebersihan fasilitas umum dari pengguna maupun pengelola toilet umum itu sendiri. Padahal, dengan keadaan toilet umum yang kotor, memudahkan penularan bakteri-bakteri dan bibit penyakit. Ada beberapa penyakit yang bisa timbul akibat toilet umum yang kotor, di antaranya diare, infeksi saluran pernapasan, tifus, disentri, dan infeksi saluran kemih.
Work Economic Forum (WEF) pada 2014 menilai kualitas toilet di Indonesia berada di peringkat 40 dari 140 negara, itu berarti kualitas toilet di Indonesia masih sangat rendah. Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011 menunjukan akses sanitasi yang layak di Indonesia baru sebesar 55,6%. BPS mengungkapkan pula baru 65,20% masyarakat Indonesia memiliki toilet sendiri, 13, 37% menggunakan toilet bersama, 17,78% tak memiliki toilet, dan 3,65% mengakses toilet umum.
Melihat masalah akan toilet umum tersebut, Wilfried H Purba, Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, mengatakan perlu adanya kerjasama yang saling bersinergi antara pemerintah dan masyarakat untuk memperbaiki sanitasi lingkungan dan ketersediaan air bersih bagi masyarakat Indonesia.
“Semua ini kalau mau diperbaiki harus ada kerjasama dari masyarakat dan pemerintah. Percuma kita lakukan kampanye peduli lingkungan dan air bersih tapi masyarakat tidak peduli dan pemerintah tidak mendukung,” kata Wilfried, di Jakarta, Rabu (3/9).
Standar toilet umum Indonesia berdasarkan Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum, yakni persyaratan ruang untuk membuang air besar (WC), toilet umum harus berukuran panjang 80 hingga 90 cm, lebar 150 hingga 160 cm, dan tinggi 220 hingga 240 cm. Sedangkan persyaratan ruang untuk membuang air kecil (Urinoir) harus berukuran lebar 70 hingga 80 cm dan tinggi 40 hingga 45 cm.
Sirkulasi udara untuk standar toilet umum di Indonesia ialah dengan suhu
kelembaban 40 – 50 %, dengan taraf pergantian udara yang baik yaitu mencapai angka 15 air-change per jam (dengan suhu normal toilet 20-27 derajat celcius).
Sistem pencahayaan toilet umum dapat menggunakan pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Iluminasi standar 100 – 200 lux.
Standar untuk konstruksi bangunan pada toilet umum di Indonesia yaitu dengan menggunakan lantai dengan kemiringan minimum lantai 1 % dari panjang atau lebar lantai. Dinding, ubin keramik yang dipasang sebagai pelapis dinding, gypsum tahan air atau bata dengan lapisan tahan air. Langit-langit, terbuat dari lembaran yang cukup kaku dan rangka yang kuat sehingga memudahkan perawatan dan tidak kotor.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Toilet Indonesia (ATI), Naning S Adiningsih Adiwoso, fasilitas dari toilet umum di Indonesia yang masih jauh dari kata sempurna ini menjadi salah satu tantangan besar di Indonesia. Ia menyebutkan pula, sekitar 100 juta penduduk belum memiliki akses sanitasi yang baik dan 63 juta tercatat masih melakukan buang air besar sembarangan seperti di sungai, danau, laut, dan daratan.
Naning menjelaskan toilet yang kotor berpotensi menjadi sumber kontaminasi kuman penyebab penyakit mematikan seperti diare, tifus, hingga muntaber sehingga perlu dijaga kebersihan pada toilet umum. Berdasar data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sekitar 31,4% penyebab kematian anak Indonesia karena diare.[*]
