Jumat, April 19, 2024

Enam Catatan Rekonsiliasi untuk Pemerintah Jokowi

Koordinator Kontras Haris Azhar dalam keterangan resmi dalam menyikapi pembentukan tim rekonsiliasi oleh pemerintah Jokowi, Jakarta, Kamis (9/7). The Geotimes.Andre Gromico
Koordinator Kontras Haris Azhar dalam keterangan resmi dalam menyikapi pembentukan tim rekonsiliasi oleh pemerintah Jokowi, Jakarta, Kamis (9/7). The Geotimes.Andre Gromico

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan menyatakan ada enam catatan rekonsiliasi yang harus dipenuhi pemerintah agar mewujudkan keadilan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia.

“Pertama, tanpa adanya akuntabilitas, maka model rekonsiliasi ini akan mengerdilkan martabat para korban dan keluarga yang telah berjuang, menghabiskan waktu dan tenaga untuk melakukan advokasi puluhan tahun,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar di Jakarta, Kamis (9/7).

Kemudian, kedua adalah rekonsiliasi tanpa akuntabilitas ini juga telah mencederai akal sehat publik yang selama ini memberikan dukungan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung dan khususnya dukungan diberikan kepada TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara terkait untuk menjadi lembaga negara yang professional dan tunduk pada hukum bukan menjadi lembaga mediasi.

“Ketiga, pendekatan rekonsiliasi bagi penyelesaian pelanggaran HAM yang berat masa lalu bukanlah kewenangan Jaksa Agung dan Komnas HAM. Sebagai lembaga penegak hukum menurut Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia tahun 2000, kedua lembaga ini justru berkewajiban untuk menuntaskan proses penyelesaian yuridis pelanggaran HAM yang berat masa lalu, bukan proses rekonsiliasi yang bukan wewenang kedua lembaga ini menurut UU Pengadilan HAM,” katanya.

Lalu, catatan keempat yakni, langkah yang diambil Kejaksaan Agung dan Komnas HAM tidak sesuai dengan sistem penegakan hukum HAM di Indonesia dan berpotensi atas penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur antara lain oleh Pasal 17 Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan tahun 2014.

“Lima, mengingat tidak semua pelanggaran HAM dapat didekati dengan cara rekonsiliasi, maka Presiden Joko Widodo sebagai pengampu eksekutif harus membangun momentum dan kebulatan kemauan politik untuk mau menggunakan pendekatan akuntabilitas yudisial sebagai wujud imparsialitas negara dari segala bentuk intervensi politik otoritarianisme masa lalu.”

Terakhir, kata Haris, pihaknya meyakini bahwa Presiden Joko Widodo memiliki kapasitas untuk menunda langkah rekonsiliasi yang menurut kami tanpa pertanggungjawaban ini dan tetap mendorong Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti 7 berkas pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu hasil penyelidikan Komnas HAM dengan cara-cara transparan, menjunjung akuntabilitas dan taat asas hukum serta memulihkan luka-luka bangsa.[*]

Facebook Comment

1 KOMENTAR

  1. […] Kesiapan untuk rekonsiliasi adalah bukti kemajuan sebuah bangsa yang punya beban berat dan sejarah berdarah di masa lalu. Rekonsiliasi, seperti dipercaya oleh Hannah Arendt (1994), akan menutup “jurang” pemisah dua kelompok-mereka yang sama-sama merasa bukan pelaku dan mereka yang jugsa sama-sama merasa sebagai korban, sebagaimana kita rasakan sekarang. Rekonsiliasi, karenanya menuntut, kemauan untuk duduk bersama, saling mendengarkan. […]

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.