
Permintaan Usulan Progam Pembangunan Daerah Pemilihan atau dana aspirasi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat saat ini disebut hanya untuk kepentingan pribadi. Tujuannya hanya untuk melanggengkan jabatannya sebagai anggota dewan untuk periode yang akan datang.
“Dana aspirasi adalah cara anggota dewan untuk menipu rakyat. Yakni dengan menggunakan dana tersebut untuk menyuap rakyat agar dipilih kembali pada Pemilihan Legislatif mendatang,” kata salah satu perwakilan Koalisi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia, Romo Benny Susetyo, saat ditemui di Jakarta.
Akibat adanya dana aspirasi ini, kata dia, nantinya membuat DPR tidak lagi fungsional. Sebab, bukan ranah anggota dewan untuk melaksanakan pembangunan di daerah pemilihannya masing-masing. Tugas mereka fungsinya hanya anggaran, legislatif dan pengawasan. “Jalankan saja tugas mereka sebagaimana fungsinya,” katanya.
Sebagai fungsi anggaran misalnya, DPR diwajibkan untuk membahas dan memberikan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang APBN yang diajukan oleh Pemerintah. Sementara yang mengeksekusi dilaksanakannnya pembangunan tetap ada pada pemerintah, bukan DPR.
Setelah disetujui APBN yang diajukan pemerintah itu, kemudian DPR berfungsi untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan penggunaan dana APBN tersebut.
Terakhir fungsinya sebagai legislasi, yakni membentuk undang-undang bersama pemerintah. Namun, menurut Benny, anggota dewan saat ini tidak mempunyai kemampuan yang kompeten dan kredibilitas untuk membuat undang-undang yang benar-benar memihak kepada rakyat. Munculnya produk UU MD3 merupakan salah satunya. Yang membuat anggota dewan berhak meminta dana aspirasi kepada pemerintah.
“Ini menunjukkan anggota DPR kita bukan negarawan. Mereka hanya sebagai pedagang, juga sebagai alat, yang tujuannya semata-mata hanya untuk soal makan. Kepada rakyat, mereka ingin dilayani, bukan melayani,” tutur Benny.
Oleh karena itu, kata Benny, ke depan masyarakat harus cerdas dalam memilih calon anggota DPR. Jangan sampai lagi-lagi terulang memilih yang tidak kompeten. Sebab, jika demikian tentunya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah nantinya hanya karena politik transaksional dengan DPR. Dapat dipastikan kebijakan tersebut bukan untuk kepentingan rakyat. [*]