Selama tiga tahun terakhir permintaan produk daging olahan berbentuk sosis asal Malaysia terus meningkat. Hal itu terjadi karena lebih murahnya harga sosis impor ketimbang produk lokal.
Perbedaan harga yang ada, dikarenakan penggunaan bahan baku yang berbeda. Malaysia menggunakan daging sapi asal India yang harganya lebih murah dibandingkan harga sapi asal Australia, yang digunakan pelaku industri dalam negeri sebagai bahan baku.
Ketua Asosiasi Industri Pengolah Daging Indonesia (NAMPA) Ishana Mahisa mencatat harga daging sapi asal India sebesar US$ 2,5 per kilogram, sedangkan daging Australia sebesar US$5,5 hingga US$6 per kilogram. Jika dirupiahkan perbandingan harganya berkisar Rp 30 ribu hingga Rp 60 ribu.
Ishana mengatakan bahwa selama ini kenaikan impor sosis telah mengalami kenaikan sebanyak 18 kali lipat dibandingkan 2012, dengan nilai US$ 305,6 ribu menjadi US$ 5,55 juta pada akhir 2014.
Sementara pada kurun waktu 2013 hingga 2014, impor olahan daging lain di luar sosis meningkat 45%. Yakni dari 9,885 juta dollar AS pada 2012 menjadi 14,242 juta dollar AS pada 2014. Dari jumlah tersebut, 85,73% dari total impor sosis, berasal dari Malaysia.
Selaku Ketua NAMPA Ishana juga menginginkan agar dapat memakai bahan baku asal India sebagai bahan dasar pembuatan produk olahan. Atau ia menginginkan agar produk olahan yang masuk hanya menggunakan bahan baku yang sama dengan mereka gunakan yaitu daging asal Australia.
Namun hal itu tidak dapat terjadi, karena sejauh ini daging sapi India tidak boleh digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk dalam negeri. Dengan alasan, daging sapi tersebut belum terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Alhasil industri pengolahan daging Indonesia menggunakan bahan baku utama daging asal Australia, meskipun harganya lebih mahal. [*]
