Pemerintah menyatakan telah sepakat untuk mencari cara termasuk kemungkinan merevisi Peraturan Pemerintah terkait syarat pencairan dana Jaminan Hari Tua dari kepesertaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
“Kita akan cari jalan supaya kebiasaan masyarakat, paling tidak ada masa transisilah. Karena JHT misalnya ada yang kena PHK, kan lebih penting sekarang daripada hari tua. Kita sedang merevisi aturan itu,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.
Menurut dia, seorang pekerja yang terkena PHK idealnya bisa mengambil langsung dana miliknya agar lebih fair atau bisa juga diperuntukkan bagi uang perumahan. “Untuk JHT sebenarnya logika UU itu betul, hanya bisa diambil waktu usia 56 tahun. Tapi misalnya saya baru 40 tahun kemudian di-PHK lebih penting sekarang daripada nanti,” katanya.
Sesuai UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 37 Ayat 1-5 dan berkenaan dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang keluar pada Juli 2015 maka untuk ketentuan program Jaminan Hari Tua berlaku untuk masa kepesertaan 10 tahun, Aturan itu memaksa BPJS Ketenagakerjaan mengubah syarat pencairan JHT dari 5 tahun jadi 10 tahun. Sehingga, JHT hanya bisa cair jika seseorang sudah bekerja selama 10 tahun, tidak lagi 5 tahun plus 1 bulan seperti ketika BPJS ini masih bernama Jamsostek.
Selain itu ada klausul tambahan, untuk persiapan hari tua, saldo yang dapat diambil hanya 10 persen dan untuk pembiayaan perumahan saldo yang dapat diambil hanya 30 persen. Pengambilan seluruh saldo JHT juga hanya dapat dilakukan setelah usia 56 tahun, meninggal dunia atau cacat. “Kita dengar soal keluhan itu jadi kita akan revisi perlakuannya itu,” katanya.(ANTARA)