Saat Menteri Pertahanan Amerika Serikat Ashton Carter mengunjungi Arab Saudi, Rabu hari ini, pemimpin Arab Saudi meminta Amerika Serikat tegas manolak campur tangan Iran di Timur Tengah.
Carter tiba di Jeddah sebagai bagian dari kunjungan ke sejumlah negara Timur Tengah untuk menjelaskan bahwa kesepakatan nuklir, yang ditandatangani Amerika Serikat, Iran dan sejumlah negara lain, memastikan Iran tidak mampu membuat bom atom, bukan sebaliknya.
Negara Teluk beraliran Sunni khawatir akan sikap sekutu lama Amerika Serikat, yang semakin mendekat ke Iran.
Arab Saudi dan sejumlah negara lain meyakini bahwa kesepakatan nuklir itu semakin menaikkan pengaruh Iran, yang mereka tuduh mencampuri politik dalam negeri Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman.
Dalam kesepakatan nuklir tersebut, Iran bersedia untuk mengurangi program nuklir termasuk jumlah mesin pengayaan uranium dengan imbalan pencabutan sanksi secara bertahan. Kesepakatan itu juga merupakan akhir dari isolasi Iran dari dunia internasional yang telah beralangsung selama 13 tahun.
Selain itu, ekspor minyak Iran diperkirakan kembali normal serta milyaran dolar aset di luar negeri yang dibekukan kembali dapat digunakan.
Menurut keterangan sejumlah sumber diplomat dari negara Barat, Arab Saudi dan Israel kini mempunyai sikap yang sama terhadap kesepakatan nuklir Iran.
Pada Selasa saat bertemu dengan Carter, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan kekhawatiran bahwa perjanjian nuklir akan membantu pembiayaan “agresi” Iran.
Arab Saudi juga “menganggap hal tersebut sebagai kesalahan”, kata sumber diplomat itu.
Di sisi lain, perjanjian yang sama juga memunculkan kekhawatiran akan munculnya perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.
Sumber diplomatik di Riyadh mengatakan bahwa Arab Saudi tidak akan segan-segan mengembangkan nuklir jika mereka merasa bahwa Iran telah melanggar perjanjian internasional.
“Akan sangat cepat dan mudah” bagi Arab Saudi untuk memperoleh kemampuan nuklir, kata seorang sumber.
Pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir mengingatkan kepada Iran agar tidak menggunakan keuntungan ekonomi dari kesepakatan nuklir untuk membiayai “petualangan di kawasan”.
“Jika tidak, “kami berkomitmen untuk melawan dengan tegas,” kata Jubeir.
Pada Juni, Prancis dan Arab Saudi memulai studi kelayakan untuk pembangunan dua reaktor nuklir di kerajaan. Selain itu, Arab Saudi juga menyepakati penggunakan energi nuklir bersama Rusia dan Korea Selatan.
Kekhawatiran itulah yang kini hendak dijelaskan oleh Carter dalam kunjungannya ke Timur Tengah. Dia akan bertemu dengan Raja Salman dan Menteri Pertahanan Pangeran Mohammad bin Salman.(Antara/AFP)