Pemerintah telah memperhitungkan pertumbuhan ekonomi pada semester I-2015 berada pada kisaran 4,9% dan semester II-2015 bisa mencapai 5,5%. Dengan perhitungan tersebut, target 5,2% akan tercapai di akhir tahun.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartanti juga menyetujui keputusan penurunan menjadi 5,2%. Menurutnya, target tersebut lebih realistis dibandingkan sebelumnya melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Hal ini terjadi karena adanya penurunan dalam berbagai sektor seperti investasi, perdagangan ritel, konsumsi rumah tangga, serta sektor luar negeri.
Selain itu, menurut Enny, dengan target 5,4% juga akan menambah angka pengangguran. Bila pengangguran bertambah, negara juga akan kesulitan untuk menyeimbangkan target kesempatan kerja. Dengan target yang semakin kecil, kesempatan negara mengantisipasi dampak pengangguran semakin besar.
Menurut Peneliti Senior Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, penurunan target ini dikarenakan adanya faktor internal dalam negeri seperti ekonomi domestik menurun, daya beli melemah, pelemahan rupiah, dan ongkos biaya hidup meningkat.
Namun, masalah ini juga dipengaruhi adanya penurunan ekonomi secara global.
Dengan penurunan tersebut, menurut Mohammad Faisal, pajak dan non-pajak juga akan menurun, sehingga pemerintah perlu mencari sumber pendanaan lainnya.
Sebelumnya, pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 telah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7%. Artinya tim ekonomi Presiden Joko Widodo sudah dua kali menganulir target pertumbuhan ekonomi. Hal itu mengurangi kredibilitas mereka. [*]