Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Andi Zainal Abidin Dulung pada Senin (6/7) dalam seminar “Penduduk Rentan dalam Situasi Bencana” di Jakarta, mengatakan sebanyak 25 juta jiwa di Indonesia termasuk ke dalam kategori rentan dalam situasi bencana.
Lebih lanjut, Andi menambahkan, kelompok rentan bencana tersebut yakni bayi, anak-anak, penyandang disabilitas, lanjut usia, dan ibu hamil serta menyusui. Data dari United Nations fund for Population Activities (UNFPA) turut mencatat bahwa 25% dari penduduk yang terdampak bencana adalah perempuan dalam masa usia subur dan 4% di antaranya sedang hamil.
Jose Ferraris, Kepala Perwakilan UNFPA di Indonesia pada Senin (6/7) di seminar yang sama juga mengatakan, dengan statistik tersebut, diperkirakan selalu ada perempuan hamil yang melahirkan pada saat terjadinya bencana. Hal ini tentu sangat berisiko pada peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, AKI di Indonesia yakni sebesar 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara, target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun ini.
Sementara, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty pada Senin (6/7) turut mengatakan, kesehatan reproduksi dalam keadan darurat seringkali tidak tersedia karena tidak dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak dan bukan prioritas.
Menurutnya, pada kondisi darurat seperti bencana, akan ada ibu hamil yang tetap membutuhkan pertolongan, seperti saat situasi kelahiran yang mendadak.
Tidak hanya itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pada (11/6) di Jakarta juga mengatakan saat ini Indonesia memiliki 279 titik rawan bencana seperti gempa, banjir dan kebakaran. Menurut data dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia, wilayah yang rawan terkena bencana di antaranya yakni Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua.
Pada praktiknya, pemerintah khususnya Kementerian Sosial telah mengadakan program Kampung Siaga Bencana guna memberdayakan dan melibatkan masyarakat setempat agar bisa mandiri saat terjadi bencana alam. Kampung Siaga Bencana ini juga bertujuan agar masyarakat dapat menangani situasi setelah bencana hingga bantuan dari pemerintah tiba. (Baca juga: Lebih Kenal dengan Kampung Siaga Bencana)
Namun, pembentukan Kampung Siaga Bencana tersebut hingga saat ini masih diinisiasi oleh pemerintah pusat dan provinsi. Padahal, pemerintah kabupaten bisa mengalokasikan dana pembentukan Kampung Siaga Bencana dalam anggarannya masing-masing karena diperbolehkan dalam APBD. [*]