Senin, November 10, 2025

Jalan Terjal Kemanusiaan : Pesan Substantif Surat al-Balad

Jaka Ghianovan
Jaka Ghianovan
Dosen di perguruan tinggi Islam kota Tangerang. Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center Research of Islamic Studies (CRIS) Foundation. Pecinta Studi al-Qur`an, ilmu Sosial dan Sejarah Islam juga Indonesia. Penikmat kopi susu dan travelling.
- Advertisement -

peradaban dunia yang berkembang cepat dan pragmatis seperti sekarang, manusia sering melupakan satu hal yang paling mendasar: bahwa hidup ini pada dasarnya adalah perjuangan moral. Al-Qur’an, dalam Surat Al-Balad (QS. 90), menegaskan hal ini dengan bahasa yang tegas dan simbolik. Ia mengajak manusia menempuh ‘aqabah—jalan terjal menuju kemanusiaan sejati. Pendekatan tafsir maqāṣidī (tujuan-tujuan syariah) membantu kita memahami bahwa pesan moral surat ini bukan sekadar seruan spiritual, melainkan pedoman universal untuk menegakkan keadilan dan kasih sayang sosial.

Tujuan Moral dan Sosial Surat

Surat Al-Balad dibuka dengan sumpah Allah atas kota Makkah, “Lā uqsimu bihādzal-balad” (Aku bersumpah dengan negeri ini). Menurut mufasir besar al-Rāzī dalam Mafātīḥ al-Ghayb, sumpah ini bukan hanya menunjukkan kemuliaan Makkah sebagai tanah suci, tetapi juga sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan manusia di jalan kebenaran.

Allah kemudian menegaskan, “Laqad khalaqnāl-insāna fī kabad” (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah). Ayat ini menggambarkan hakikat eksistensi manusia sebagai makhluk yang tidak bisa lepas dari ujian. Hidup bukanlah tempat bersantai, melainkan arena moral di mana manusia diuji atas kesadaran dan tindakannya.

Melalui pendekatan maqāṣidī, sebagaimana dijelaskan oleh al-Syāṭibī dalam Al-Muwāfaqāt, setiap teks Al-Qur’an mengandung tujuan kemaslahatan manusia: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam konteks Al-Balad, tujuan yang paling menonjol adalah hifzh al-karāmah al-insāniyyah (menjaga martabat kemanusiaan). Manusia dituntut bukan hanya untuk beriman, tetapi juga menegakkan nilai empati dan solidaritas sosial.

Tantangan Menuju Misi Kemanusiaan

Bagian paling menarik dari surat ini adalah metafora “jalan terjal” atau al-‘aqabah:

“Fakk raqabah, aw ith‘ām fī yaumin dzī masghabah”“(Yaitu) memerdekakan budak, atau memberi makan pada hari kelaparan…” (QS. 90:13–14)

Ayat ini menjelaskan bahwa iman yang sejati menuntut keberanian moral. Al-‘aqabah bukan sekadar kesulitan hidup, tetapi simbol perjuangan sosial—membebaskan manusia dari penindasan dan kemiskinan.

Ibn ‘Āsyūr dalam Tahrīr wa al-Tanwīr menafsirkan bahwa istilah ‘aqabah adalah gambaran tentang jalan spiritual yang penuh rintangan, tetapi di ujungnya terdapat kemuliaan. Maka, siapa pun yang ingin mencapai derajat takwa, harus siap menempuh jalan itu: membebaskan yang tertindas, menyantuni yang lapar, dan menegakkan solidaritas terhadap kaum mustadh‘afīn.

Inilah hakikat maqāṣid syariah dalam surat ini—bahwa agama tidak berhenti pada ritual, tetapi menemukan maknanya dalam tindakan sosial. Seperti kata al-Raisūnī (1995), maqāṣid adalah “jiwa syariah” yang menghubungkan antara iman dan kemanusiaan.

Iman, Akhlak, dan Tanggung Jawab Sosial

Al-Qur’an menutup surat ini dengan dua kategori manusia: ashāb al-maymanah (golongan kanan) dan ashāb al-masy’amah (golongan kiri). Golongan kanan bukan sekadar orang yang beriman secara verbal, tetapi mereka yang merealisasikan iman dalam tindakan nyata: menebarkan kasih sayang, membantu sesama, dan menjaga keseimbangan sosial.

- Advertisement -

Pendekatan maqāṣidī melihat bagian ini sebagai penguatan nilai tahqīq al-‘adl wa al-raḥmah (penegakan keadilan dan kasih sayang). Islam menolak keimanan yang steril dari empati. Iman yang tidak melahirkan kepedulian sosial dianggap belum menembus hakikat maqāṣid al-dīn.

Nūr al-Dīn al-Khadīmī dalam Al-Tafsīr al-Maqāṣidī li Suwar al-Qur’ān al-Karīm menulis bahwa surat Al-Balad adalah salah satu teks yang menegaskan maqāṣid kemanusiaan paling kuat dalam Al-Qur’an. Ia menampilkan Islam sebagai jalan pembebasan, bukan sekadar ajaran teologis. Melalui ayat-ayatnya, kita belajar bahwa kemuliaan manusia diukur bukan dari harta dan status, melainkan dari sejauh mana ia menolong sesama.

Refleksi Kontemporer

Pesan Al-Balad terasa amat relevan di tengah ketimpangan sosial modern. Ketika kemiskinan masih menjadi wajah nyata banyak negeri Muslim, ayat-ayat tentang al-‘aqabah menjadi seruan moral untuk membangun sistem sosial yang adil dan beradab.

Di sinilah aktualitas tafsir maqāṣidī bekerja: memahami teks tidak hanya dari aspek bahasa dan hukum, tetapi juga dari nilai-nilai universal yang dikandungnya. Maqāṣid mengajak kita membaca Al-Qur’an bukan sekadar untuk mengetahui “apa yang diharamkan dan diwajibkan,” tetapi juga “apa tujuan moral di balik perintah dan larangan itu.”

Surat Al-Balad mengingatkan kita bahwa iman sejati menuntut aksi nyata. Dalam konteks Indonesia, jalan terjal kemanusiaan itu bisa berarti melawan korupsi, menghapus kemiskinan struktural, menegakkan keadilan bagi minoritas, atau sekadar berbagi kepada yang membutuhkan. Semua itu adalah ekspresi kontemporer dari semangat al-‘aqabah—jalan menuju kemuliaan manusia.

Penutup

Pendekatan tafsir maqāṣidī terhadap Surat Al-Balad membuka horizon baru dalam memahami Al-Qur’an: bahwa tujuan utama wahyu bukan hanya menata hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga menegakkan kemanusiaan di muka bumi.

Dalam dunia yang semakin individualistis, pesan “jalan terjal” dari Surat Al-Balad menjadi pengingat spiritual sekaligus etis: bahwa kemuliaan bukan diukur dari kemewahan, tetapi dari keberanian untuk berbuat baik di tengah kesulitan.

Daftar Pustaka

Al-Rāzī, Fakhr al-Dīn. Mafātīḥ al-Ghayb. Beirut: Dār al-Fikr, 1981.

Al-Syāṭibī, Abū Ishāq. Al-Muwāfaqāt fī Uṣūl al-Sharī‘ah. Kairo: Dār Ibn ‘Affān, 1997.

Ibn ‘Āsyūr, Muḥammad Ṭāhir. Al-Taḥrīr wa al-Tanwīr. Tunis: Dār al-Tūnisiyyah, 1984.

Al-Raisūnī, Ahmad. Naẓariyyat al-Maqāṣid ‘inda al-Imām al-Syāṭibī. Beirut: Al-Resalah, 1995.

Al-Khadīmī, Nūr al-Dīn Mukhtār. Al-Tafsīr al-Maqāṣidī li Suwar al-Qur’ān al-Karīm. Beirut: Dār al-Nafā’is, 2015.

Jaka Ghianovan
Jaka Ghianovan
Dosen di perguruan tinggi Islam kota Tangerang. Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center Research of Islamic Studies (CRIS) Foundation. Pecinta Studi al-Qur`an, ilmu Sosial dan Sejarah Islam juga Indonesia. Penikmat kopi susu dan travelling.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.