Selasa, November 4, 2025

Kerja atau Sekadar Konten? Potret Pejabat di Era Media Sosial

Muhammad Dzikriyyan
Muhammad Dzikriyyan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisement -

Fenomena para pejabat publik yang menjelma menjadi selebgram dadakan kian marak. Kunjungan kerja kini seakan tidak sah tanpa kehadiran videografer pribadi yang bertindak sebagai ajudan tambahan. Tujuannya adalah untuk mendokumentasikan dan mengomunikasikan aktivitas kerja kepada masyarakat. Namun, hal yang patut disoroti adalah ketika layar media lantas diposisikan sebagai “kantor utama” seorang pejabat. Setelah kebutuhan visual dan dokumentasi tuntas direkam, kesan yang muncul adalah bahwa pekerjaan pun dianggap selesai.

Miskonsepsi Waktu Luang dan Kualitas Kerja

Pada dasarnya, tidak ada waktu luang bagi seorang pejabat dan aparatur negara yang mengemban tugas pelayanan publik. Apabila suatu pekerjaan terasa mudah dan cepat diselesaikan, ini sering kali mengindikasikan bahwa pekerjaan tersebut belum dieksekusi secara maksimal. Sebab, hampir selalu ada aspek-aspek yang dapat dikaji lebih mendalam, diproses dengan lebih teliti dan terukur, serta diselesaikan dengan pola yang lebih efektif dan berkesinambungan. Meskipun dorongan alamiah adalah mencari cara termudah dan tercepat, pekerjaan yang menyangkut kepentingan umum harus diselesaikan dengan standar kualitas tertinggi.Melihat banyaknya permasalahan regional maupun nasional tidak terselesaikan dengan baik, bahkan menimbulkan masalah baru. Hal ini menjadi tanda tanya besar untuk para pejabat dan aparat negara. Apakah mereka menganggap menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik mungkin itu penting atau yang penting bekerja?Sebab banyak persoalan seperti jalan rusak di daerah-daerah tidak kunjung diperbaiki. Di daerah papua mengalami kemiskinan, tentu untuk mengentaskan kemiskinan harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Namun nyatanya sudah 80 tahun Indonesia merdeka tetapi kemajuan daerah tersebut masih jauh dari kata cukup.

Akar Masalah

Berbagai persoalan kronis, seperti infrastruktur jalan yang rusak di daerah-daerah yang tidak kunjung diperbaiki, atau kemiskinan struktural di wilayah seperti Papua, merupakan cerminan nyata dari krisis kinerja ini. Upaya pengentasan kemiskinan, misalnya, harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan yang revolusioner. Namun, setelah Indonesia merdeka selama lebih dari delapan dekade, kemajuan di daerah-daerah tersebut masih jauh dari memadai.Ini membawa kita pada pertanyaan mendasar, bagaimana kinerja para pejabat selama ini? Kursi-kursi kekuasaan telah diisi oleh figur yang berbeda-beda, bahkan berlatar belakang pendidikan formal mumpuni dari Strata-1 hingga Strata-3. Akan tetapi, mengapa permasalahan yang sama terus berulang dari tahun ke tahun?Sering kali, upaya penyelesaian masalah dilakukan, tetapi gagal dalam mengidentifikasi akar kausalitas (pokok masalah) yang sesungguhnya. Akibatnya, solusi yang diimplementasikan menjadi tidak tepat sasaran. Solusi tersebut hanya berfungsi sebagai penunda masalah sementara dan tidak menghasilkan penyelesaian fundamental, namun kemudian didokumentasikan secara masif sebagai bukti pekerjaan telah tuntas.Indonesia seakan terperangkap dalam rutinitas seremonial berlebihan demi citra telah bekerja, dan melupakan esensi utama pekerjaan mereka, yaitu mewujudkan perubahan substantif dan bekerja dengan kapasitas maksimal demi kemajuan negara.

Kapabilitas, Integritas, dan Peran Sistem

Kenapa para pejabat kita seperti ini? Kapabilitas dan integritas mengambil peran vital dalam permasalahan ini. Para pejabat yang terpilih sering kali dihasilkan oleh sistem yang buruk. Rendahnya kualifikasi calon pejabat yang diusung, orientasi yang salah hingga persoalan finansial turut menjadi penyebab kegagalan sistem pemilihan pejabat ini.Kualitas intelektual itu harus dimiliki oleh pejabat negara. Kemampuan untuk mengidentifikasi pokok masalah dengan kritis dan terukur, memformulasi gagasan melalui riset dan critical thinking, hingga implementasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Dengan demikian, problematika di masyarakat dapat diatasi.Harusnya calon pejabat memiliki kapabilitas dan integritas yang baik sebelum bertarung untuk mendapatkan kursi tersebut. Minimal paham dan bisa menggunakan logika dasar. Sehingga siapapun yang terpilih, masyarakat tidak perlu khawatir akan kualitasnya.Negara Indonesia memiliki potensi yang melimpah untuk menjadi negara maju dan mandiri, baik dari segi pangan, sumber daya manusia (SDM), teknologi, maupun perekonomian. Namun, potensi ini tidak akan pernah dapat dikembangkan secara optimal jika kualitas masyarakatnya tidak ditingkatkan. Sebab, pejabat dan aparat negara dilahirkan dari masyarakat itu sendiri. Secara umum, rata-rata kualitas masyarakat berbanding lurus dengan rata-rata kualitas pejabat dan aparatur negara yang dihasilkannya.

Muhammad Dzikriyyan
Muhammad Dzikriyyan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.