Artificial intelligence (AI) saat ini banyak membantu kegiatan aktivitas sehari-hari, diantaranya memudahkan pencarian informasi, pekerjaan hingga hal lain yang bisa di eksplore.
Manfaatnya sangat terasa bahkan harusnya pekerjaan tersebut rumit, kini dengan mudah dikerjakan dengan AI.Namun, saat ini kita masuk pada sebuah era bernama ”Post Truth”. Post truth sebuah keadaan atau fenomena di mana fakta objektif menjadi kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi, keyakinan pribadi, dan informasi yang viral, sering kali di media sosial.
Dalam era post-truth, kebohongan dapat menyamar sebagai kebenaran dan informasi palsu (hoaks) menyebar luas, menyebabkan kebingungan dan sulitnya membedakan antara fakta dan opini.
Ciri dari sebuah era post truth adalah sebuah fakta atau kebenaran akan kalah dengan mayoritas yang menyampaikan, padahal suatu informasi itu belum tentu benar.Oleh karenanya disini perlu kecerdasan masyarakat untuk dapat meningkatkan literasi digital, biasakan sebelum share suatu informasi untuk cek kebenarannya terlebih dahulu.
Jangan sampai informasi yang kita sebarkan termasuk bagian dari provokasi atau dikatakan hoaks.Perlu juga adanya skeptis informasi untuk menghadapi era post truth, banyak bertanya, dan mencari sumber yang kredibel seperti kanal berita terverifikasi Dewan Pers ataupun dari akademisi kampus.
Setelah itu, untuk mencegah adanya fake AI bisa menceknya di aplikasi pendeteksi konten palsu (misalnya deepfake detector, AI text checker). Di satu sisi pemerintah perlu membuat suatu regulasi pencegahan penyalahgunaan deepfake, disinformasi, serta hoaks.
Sebuah deep fake video dapat mengubah video asli menjadi palsu dengan kemiripan yang sama. Hal ini yang harus di waspadai oleh masyarakat maupun netizen media sosial.Kesadaran pribadi untuk menciptakan kanal informasi yang positif juga dapat membantu kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan.