Senin, Agustus 18, 2025

Rantai Rekomendasi dan Cara Berhenti

Farid Ma`ruf
Farid Ma`ruf
Suka ngobrol, kalau siang sambil ngopi, kalau malam sambil ngeteh.
- Advertisement -

Preferensi hiburan sehari-hari saya adalah film dan series. Jika kamu adalah tipe orang yang sama, mungkin kamu akan tertarik dengan apa yang akan saya diskusikan dalam artikel ini. Saya berlangganan Amazon Prime untuk kebutuhan hiburan tersebut. Sebagian dari kamu mungkin ada yang merupakan pelanggan Netflix, Apple TV, Disney+ maupun platform streaming service lainnya. Besar kemungkinan, platform-platform besar ini menggunakan algoritma yang sama untuk menarik minat, memaksimalkan waktu tonton, dan mempertahankan kesetiaan pelanggan. Salah satu yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memberikan rekomendasi tontonan yang tepat.

Secara umum, penentuan rekomendasi tontonan yang tepat bagi pengguna dapat dibagi kepada dua metode: metode ‘audience flow management’ dan metode ‘personalisasi algoritmik’ (kedua istilah ini bisa jadi bukan istilah baku yang digunakan dalam dunia teknologi dan broadcasting, tapi saya akan menggunakannya dalam konteks artikel ini). Kita menjumpai metode audience flow management pada media-media yang lebih konvensional seperti tayangan televisi yang tidak menerapkan prinsip on demand. Pemilihan waktu dan urutan tayang bagi program televisi tertentu tidaklah acak dan tanpa dasar, melainkan berdasarkan pertimbangan untuk memaksimalkan waktu tonton pada kanal mereka.

Pada tahun 2014 hingga 2018, perusahaan penyiaran American Broadcasting Company (ABC) menayangkan serial Grey’s Anatomy; Scandal; dan How to Get Away with Murder (HTGAWM) secara berurutan pada setiap Kamis malam. Apa kesamaan yang dimiliki oleh ketiga serial tersebut? Ketiganya merupakan serial yang ditulis oleh penulis skenario yang sama yaitu Shonda Rhimes, yang bisa jadi kemudian menyebabkan ketiganya memiliki kemiripan konsep naratif à la sinetron modern; drama yang didorong oleh penokohan (character-driven drama), patahan-patahan alur cerita (plot twist) yang menarik, unsur romansa di antara para tokoh, serta kesamaan lain seperti tokoh utama yang adalah perempuan, dan lain sebagainya.

ABC menjadikan hal ini sebagai peluang untuk mendorong rating, seta meningkatkan jumlah dan durasi tonton pada kanal TV mereka. Mereka membuat sebuah kampanye yang mereka sebut dengan TGIT (Thank God It’s Thursday). Kampanye ini meraih sukses besar. Pada pemutaran perdananya, HTGAWM meraih sekitar 14 juta penonton dan langsung menjadi salah satu serial baru dengan rating tertinggi saat itu, sementara Scandal mencetak rekor musim dengan 11,9 juta penonton.

Kombinasi tiga serial ini menjadikan ABC memperoleh rating Kamis malam terbaik dalam lima tahun, terutama pada demografis kunci dengan usia 18–49 tahun. Keberhasilan TGIT tidak hanya terbukti lewat angka rating, tetapi juga melalui strategi live-tweeting dan keterlibatan media sosial yang masif. Scandal, misalnya, memelopori format nonton interaktif dengan jutaan interaksi setiap pekan. Hashtag seperti #WhoShotFitz, memicu jutaan tweet dan menciptakan pengalaman menonton bersama secara real-time bagi komunitas penggemar serial itu. Efektivitas kampanye ini membuat ABC memperpanjang ketiga serial tersebut dan mempertahankan branding TGIT secara konsisten hingga tahun 2018.

Hari ini, dengan kejayaan platform on-demand streaming service yang telah menggantikan masa kejayaan televisi, metode rekomendasi yang dilakukan untuk mempertahankan jumlah dan waktu tonton bahkan lebih efektif lagi, yakni dengan mengombinasikan kedua metode: audience flow management dengan personalisasi algoritmik. Teknologi digital telah memungkinkan para perusahaan media streaming ini untuk mengumpulkan lebih banyak lagi data tentang perilaku dan kecenderungan para pengguna, yang dengannya mereka dapat memberikan rekomendasi yang bahkan lebih efektif dan lebih tepat sasaran.

Suatu hari, saya mendapatkan rekomendasi tontonan sebuah serial berjudul The Good Wife yang merupakan serial dengan genre drama hukum yang kebanyakan menayangkan drama di ruang sidang (genre court-room drama), menceritakan seorang ibu rumah tangga yang kembali bekerja sebagai pengacara setelah suaminya terjerat skandal politik. Setelah saya mulai menonton serial tersebut, saya menyadari bahwa platform yang saya langgan mulai merekomendasikan serial lain berjudul Elementary yang merupakan adaptasi modern dari cerita detektif Sherlock Holmes yang bekerja sama dengan Joan Watson untuk memecahkan kasus kejahatan (genre kriminal).

Kedua serial ini tidak serta-merta memiliki genre maupun penulis yang sama seperti pada kasus sebelumnya dengan TGIT, namun keduanya memiliki sejumlah benang merah tematik dan karakter yang menyatukan mereka secara halus. Bahwa saya menyukai cerita bertema politik, hukum dan drama persidangan, kemungkinan besar saya juga akan menyukai serial yang menceritakan proses sebelum drama persidangan itu sendiri terjadi, yakni proses penyelidikan kasus kriminal seperti yang dilakukan oleh Sherlock Holmes bersama aparat kepolisian—dan mungkin itulah alasan algoritma Amazon Prime merekomendasikannya dalam satu jalur tontonan untuk saya.

Menyadari betapa efektifnya metode rekomendasi yang mereka terapkan menyadarkan saya akan betapa mudahnya untuk tenggelam ke dalam kecenderungan konsumsi hiburan yang berlebihan pada masa ini. Saya berharap bahwa dengan memahami bagaimana proses rekomendasi bekerja, saya (dan mungkin kita) mulai dapat menjadi mindful dalam mengonsumsi konten hiburan.

Rekomendasi hiper-efektif seperti yang baru saja kita diskusikan tidak hanya terdapat pada platform streaming, tapi hampir pada semua platform berbasis teknologi lainnya. Kita bisa sebut, misalnya, media sosial dan e-commerce, yang memiliki rantai rekomendasi yang sangat efektif, menjadikan penggunanya terkadang kehilangan kesadaran akan waktu yang telah mereka habiskan, berselancar di dalam aplikasi yang merekomendasikan produk atau unggahan menarik bak tak berkesudahan.

- Advertisement -

Mencari dan berencana membeli sebuah produk tertentu pada sebuah aplikasi e-commerce bisa membawa kita kepada ilusi kebutuhan akan barang lainnya, di luar rencana. Suatu hari saya pernah berencana membeli celana pendek pada sebuah aplikasi e-commerce dan berakhir dengan membeli cairan pupuk penyubur tanaman, tanpa sebelumnya saya rencanakan. Menurut saya, mengetahui apa yang dilakukan oleh sebuah platform aplikasi terhadap perilaku saya—kendati belum tentu membantu dalam mengembalikan kontrol atas perilaku saya ke tangan saya sendiri—setidaknya membuat saya ingat untuk berhenti.

Farid Ma`ruf
Farid Ma`ruf
Suka ngobrol, kalau siang sambil ngopi, kalau malam sambil ngeteh.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.