Kamis, April 24, 2025

Kelapa: Mempelajari Best Practise Agribisnis Emas Hijau

Kuntoro Boga
Kuntoro Boga
Kuntoro Boga Andri, alumnus IPB 1998, gelar Magister (2004) dan Doktor (2007) dari Saga dan Kagoshima University, Jepang. Peneliti Utama LIPI (2017) dan sebagai Kepala BPTP (2016-2018), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (2018) dan Kepala Biro Humas dan IP (2018-2024), Kepala Pusat BSIP Perkebunan (2024-2025) dan saat ini Kepala Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Perkebunan, Kementan
- Advertisement -

Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sekitar 3,8 juta hektare dengan produksi mencapai 2,89 juta ton pada 2024. Namun, potensi besar ini belum dimaksimalkan; sebagian besar ekspor masih berupa produk primer seperti kopra dan kelapa tua, dengan nilai tambah minimal. Sementara itu, negara tetangga seperti Filipina dan Thailand berhasil mengembangkan industri hilir kelapa yang bernilai tinggi.

Filipina, produsen kelapa terbesar kedua dunia, telah membangun ekosistem industri hilir melalui Philippine Coconut Authority (PCA). Negara ini menjadi pengekspor minyak kelapa terbesar kedua di dunia, dengan ekspor mencapai $1,12 miliar pada 2024. Produk seperti virgin coconut oil (VCO) digunakan dalam industri kosmetik dan farmasi premium, diekspor ke lebih dari 50 negara.

Keberhasilan ini didukung oleh kolaborasi antara pemerintah, universitas, dan koperasi petani. Model ini memastikan petani mendapatkan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan menjual kelapa mentah.

Diversifikasi Produk dan Pemasaran Kreatif

Thailand fokus pada pengembangan produk pangan berbasis kelapa, seperti yogurt kelapa dan santan beku. Perusahaan seperti Thai Coconut dan Aroy-D berhasil menembus pasar internasional dengan inovasi produk dan kemasan menarik. Ekspor produk kelapa olahan Thailand meningkat rata-rata 25% per tahun, menembus pasar premium di Eropa dan Amerika Serikat.

Thailand juga membangun klaster industri di wilayah penghasil kelapa, mengintegrasikan kebun kelapa dengan pabrik pengolahan, sehingga efisiensi logistik meningkat dan kesegaran bahan baku terjaga.Perkebunan kelapa memiliki potensi ekologis yang signifikan. Satu pohon kelapa dewasa mampu menyerap 50–80 kg CO₂ per tahun. Dengan 185 juta pohon kelapa di Indonesia, potensi penyerapan karbon mencapai 9–15 juta ton CO₂ per tahun, setara dengan emisi 2 juta mobil. Praktik agroforestri dapat meningkatkan potensi ini.Industri hilir juga mendukung ekonomi sirkular; ampas kelapa dapat diolah menjadi briket arang, sabut menjadi serat tekstil, dan air kelapa menjadi nata de coco.

VUB Kelapa Bido, unggulan kelapa dalam untuk pengembangan kedepan
http://Dokpri

Tantangan di Indonesia

Indonesia menghadapi tantangan dalam produktivitas dan koordinasi kebijakan. Sekitar 378.000 hektare pohon kelapa berusia tua perlu diremajakan. Produktivitas kebun hanya 1,1 ton per hektare, lebih rendah dibandingkan Filipina (1,8 ton) dan India (2,2 ton). Selain itu, kebijakan terkait kelapa tersebar di beberapa kementerian tanpa koordinasi yang jelas.Untuk mengatasi tantangan tersebut, Indonesia perlu melakukan peremajaan 200.000 hektare kebun kelapa tua dengan varietas unggul seperti Genjah Salak.

Mendukung BRMP Palma (dulu Balitpalma) menjadi pusat uggulan komoditas kelapa. Selain itu mendukung lembaga ini bekerja di sentra produksi seperti Sulawesi Utara, Jawa Timur maupun Riau untuk bekerja sama dengan stakeholder utama Kementerian Pertanian, lembaga penelitian dan universitas untuk mengembangkan produk turunan bernilai tinggi. Membangun kawasan terpadu yang menggabungkan kebun kelapa, pabrik pengolahan, dan pembangkit listrik biomassa kelapa.

Mempromosikan produk kelapa Indonesia sebagai “Sustainable Coconut from Paradise” dengan sertifikasi hijau, serta menjalin kesepakatan dagang ramah lingkungan dengan Uni Eropa.Hilirisasi kelapa bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang keadilan sosial dan ekologis. Setiap pabrik pengolahan dapat menciptakan lapangan kerja dan setiap hektare kebun yang diremajakan berkontribusi pada penurunan emisi.

Dengan kemauan politik yang kuat, Indonesia dapat mengubah kelapa dari komoditas tradisional menjadi primadona hijau yang mendunia.

Kuntoro Boga
Kuntoro Boga
Kuntoro Boga Andri, alumnus IPB 1998, gelar Magister (2004) dan Doktor (2007) dari Saga dan Kagoshima University, Jepang. Peneliti Utama LIPI (2017) dan sebagai Kepala BPTP (2016-2018), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (2018) dan Kepala Biro Humas dan IP (2018-2024), Kepala Pusat BSIP Perkebunan (2024-2025) dan saat ini Kepala Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Perkebunan, Kementan
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.