Jumat, Februari 7, 2025

Media Sosial: Ruang Bebas atau Jerat Kebebasan Berpendapat?

Hattasal Ma'ruf
Hattasal Ma'ruf
Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisement -

Media sosial telah menjadi ruang publik modern yang mendominasi kehidupan masyarakat global. Platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram menyediakan medium bagi setiap individu untuk menyuarakan opini, berbagi informasi, dan membangun diskusi secara instan. Kebebasan berpendapat, yang merupakan hak asasi manusia universal, menemukan wujud baru melalui jaringan digital ini, memungkinkan terciptanya demokrasi informasi yang melibatkan semua kalangan.

Namun, kehadiran media sosial juga tidak terlepas dari masalah. Ujaran kebencian, penyebaran hoaks, dan regulasi yang kontroversial seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menguji batas kebebasan berekspresi di dunia maya. Fenomena ini menimbulkan dilema: apakah media sosial benar-benar menjadi sarana memperluas kebebasan berpendapat atau justru menciptakan batasan baru yang membatasi ekspresi masyarakat?.

Media sosial telah merevolusi cara manusia berkomunikasi. Sebagai ruang terbuka bagi siapa saja, Berbagai platform media sosial memungkinkan individu untuk berbagi pemikiran, pengalaman, hingga kritik secara bebas. Kebebasan ini tidak hanya menjadi sarana untuk mengekspresikan diri, tetapi juga membuka ruang diskusi yang inklusif. Orang-orang dari berbagai latar belakang dapat terhubung, berbagi informasi, dan memperjuangkan hak-hak mereka melalui kampanye daring yang sering kali berdampak nyata di dunia nyata.

Sebagai contoh, fenomena no viral, no justice yang menjadi jalan menyuarakan kritik terhadap sistem penegakan hukum yang cenderung lamban atau bahkan abai tanpa tekanan publik. Media sosial kerap menjadi arena di mana masyarakat memperjuangkan keadilan, seperti dalam kasus korban kekerasan atau pelanggaran hak yang akhirnya mendapatkan perhatian serius setelah ramai diperbincangkan secara daring. Dalam situasi ini, media sosial bukan hanya menjadi ruang berbagi informasi, tetapi juga alat untuk menuntut akuntabilitas dari pihak berwenang.

Namun, sifat terbuka media sosial juga menghadirkan tantangan signifikan. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana membedakan antara kebebasan berpendapat dan penyalahgunaan kebebasan tersebut. Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, atau pencemaran nama baik menjadi masalah utama. UU ITE,  yang diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi perilaku di dunia maya, justru sering kali dianggap sebagai alat untuk membungkam kritik. Banyak kasus menunjukkan bahwa regulasi ini dapat digunakan untuk mengintimidasi individu, terutama mereka yang berusaha menyampaikan pendapat kritis terhadap pihak berkuasa.

Media sosial dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menyebarkan propaganda atau informasi palsu guna memengaruhi opini publik. Contoh yang sering terjadi adalah penggunaan bot accounts atau akun palsu untuk mengarahkan narasi tertentu demi kepentingan politik, menunjukkan bahwa manipulasi opini publik melalui media sosial dapat merusak demokrasi dengan cara mengurangi kualitas diskusi publik dan menciptakan disinformasi yang meluas.

Selain itu, algoritma media sosial turut memengaruhi cara pengguna mengonsumsi informasi. Algoritma yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan pengguna, sering kali menciptakan echo chamber atau ruang gema, di mana individu hanya terpapar pandangan yang serupa dengan keyakinan mereka. Hal ini dapat memperburuk polarisasi sosial dan mengurangi keberagaman pandangan yang sebenarnya menjadi inti dari kebebasan berpendapat.

Meskipun media sosial memiliki potensi besar untuk mendukung kebebasan berpendapat, platform ini juga memerlukan pengawasan yang ketat. Pemerintah dan penyedia platform harus bekerja sama untuk mengembangkan kebijakan moderasi konten yang adil dan transparan. Pada saat yang sama, masyarakat perlu didorong untuk meningkatkan literasi digital mereka, sehingga dapat lebih kritis dalam menilai informasi dan lebih bijak dalam menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi.

Indonesia menjamin kebebasan berpendapat melalui Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Namun, kebebasan ini tidak bersifat mutlak dan diatur lebih lanjut melalui regulasi seperti UU ITE. UU ITE bertujuan untuk mengatur perilaku di dunia digital, termasuk media sosial, guna menjaga ketertiban dan mencegah penyalahgunaan teknologi informasi.

Beberapa pasal dalam UU ITE, seperti Pasal 27 ayat (3) yang mengatur tentang pencemaran nama baik, sering dianggap multitafsir dan berpotensi membatasi kebebasan berekspresi. Berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan di Jurnal FH UMI, penerapan UU ITE dalam kaitannya dengan hak dasar setiap warga negara tidak boleh dibatasi oleh siapa pun, bahkan oleh negara sekalipun. Penerapan hukum yang berlebihan dapat menimbulkan efek jera, di mana individu menjadi enggan menyuarakan pendapatnya karena takut terhadap konsekuensi hukum.

- Advertisement -

Penyalahgunaan UU ITE juga bisa membuka peluang bagi pihak tertentu untuk membungkam kritik atau pendapat yang berbeda. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Sebaliknya, tanpa adanya regulasi yang memadai, media sosial bisa menjadi sarana penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya yang dapat merugikan masyarakat.

Kebebasan berpendapat adalah hak dasar yang dilindungi oleh konstitusi, namun pelaksanaannya di dunia digital, khususnya media sosial, menghadapi berbagai tantangan. Media sosial berpotensi menjadi alat yang kuat untuk menyuarakan pendapat dan mempengaruhi perubahan sosial, namun tidak jarang juga menimbulkan dampak negatif seperti penyebaran disinformasi, ujaran kebencian, dan pembungkaman suara-suara yang tidak populer. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat di media sosial perlu diimbangi dengan regulasi yang bijaksana.

UU ITE yang ada di Indonesia bertujuan untuk mengatur perilaku di dunia digital dan mencegah penyalahgunaan teknologi informasi, namun sering kali justru digunakan untuk membatasi kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, perlu ada evaluasi dan pembaruan terhadap regulasi yang ada untuk memastikan bahwa kebebasan berekspresi tetap terjaga tanpa menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pengawasan yang tepat oleh pemerintah dan pengelola platform media sosial juga penting agar kebebasan berpendapat tidak disalahgunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Selain itu, kesadaran dan literasi digital masyarakat harus terus ditingkatkan. Masyarakat perlu diberdayakan untuk menjadi pengguna media sosial yang lebih bijak, menghindari penyebaran informasi yang tidak benar, serta memahami batasan-batasan dalam berpendapat secara online. Pengelola platform media sosial juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan moderasi konten yang mereka terapkan tidak merugikan kebebasan berekspresi, tetapi juga tidak memberikan ruang bagi penyebaran ujaran kebencian dan hoaks.

Sebagai langkah lanjutan, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, Pengelola platform media sosial, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat. Hanya dengan cara ini, kebebasan berpendapat dapat berjalan dengan baik tanpa merugikan pihak manapun, sekaligus menjaga keamanan dan ketertiban sosial.

Kebebasan berpendapat adalah pijakan utama dalam demokrasi, namun kebebasan yang sejati tidak hanya mengutamakan hak individu, tetapi juga menghargai tanggung jawab bersama. Di dunia digital yang semakin berkembang, kita harus mampu menavigasi antara ekspresi bebas dan dampak sosialnya. Hanya dengan kolaborasi yang cermat dan bijaksana antara pemerintah, pengelola media sosial, dan masyarakat, kita bisa menciptakan ruang maya yang sehat, di mana setiap suara tidak hanya sekedar didengar, tetapi juga dijaga agar tetap membangun, bukan merusak. Kebebasan berpendapat bukan sekadar hak, tetapi tanggung jawab yang harus kita jaga bersama demi masa depan yang lebih inklusif dan harmoni.

Hattasal Ma'ruf
Hattasal Ma'ruf
Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.