Jumat, November 8, 2024

Masa Depan Dosen Indonesia

Arfanda Siregar
Arfanda Siregar
seorang dosen di politeknik negeri medan dan pimpinan Islamic center ali bin abi tholib. Pernah kuliah di UI, UMY, UGM, dan UNP . Pendidikan terakhir di Program Doktor UNP
- Advertisement -

Status dosen di Indonesia terfragmentasi dalam berbagai kategori: dosen tetap Aparatus Sipil Negara (ASN), dosen tetap yayasan, dosen kontrak, dan dosen tak tetap (honorer). Hanya dosen ASN  yang sistem penggajiannya sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, yang menjamin penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

Sedangkan dosen di PTS (Perguruan Tinggi Swasta), kesejahteraannya sangat beragam, tergantung pada yayasan. Ada PTS yang mampu memberikan gaji lebih baik dari ASN, namun mayoritas dosen di PTS harus menerima kenyataan bahwa gaji mereka jauh dari harapan. Data terbaru dari Biro Pusat Statistik (BPS) pada awal 2024 menunjukkan bahwa dari 320.000 dosen di Indonesia, lebih dari 60 persen bekerja di PTS. Dari jumlah tersebut, 45 persen menerima gaji di bawah Rp 3 juta per bulan.

Bagai memakan buah simalakama. Kalau anggaran negara mengakomodasi semua dosen, anggaran negara pasti jebol. Jumlah dosen Indonesia terbanyak di dunia. Orang Indonesia tergolong hobi membuat PT. Meskipun bermodal pas-pasan, minim sarana dan prasarana tak peduli. Bahkan, ada yang mengontrak ruko sebagai tempat kuliah. Jumlah Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia mencapai 4000-an, Indonesia menjadi “produser” PT terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat (AS) dan India. Pastilah kebutuhan jumlah dosen pun besar. Staf pengajar PT tercatat sekitar 316,912 (tahun 2022). Jumlah ini terbesar di dunia.

Dengan anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN, Indonesia sebenarnya mampu menyediakan pendidikan berkualitas. Namun alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran membuat kebutuhan terus meningkat, termasuk pendapatan guru dan dosen. Selain itu, anggaran tersebut tidak hanya untuk Kemdikbudristek, tetapi juga lembaga lain seperti Kemenag, Kemhankam, Kemkeu, dan berbagai institusi lain yang mengelola PT Kedinasan.

Kualitas Dosen Rendah

Kemudahan mendirikan PT diiringi dengan kemudahan merekrut dosen. Syaratnya sederhana: calon dosen harus bergelar master. Rekrutmen dosen di PTN, ditambah dengan beberapa ujian, seperti kemampuan akademik yang sebenarnya tidak berkaitan  dengan tugas Tridarma Perguruan Tinggi yang menjadi beban kerja dosen.

Ketika saya mewawancarai calon dosen, malah ada yang beranggapan bahwa menjadi dosen sama seperti guru yang bertugas mengajar. Padahal rekrutmen guru lebih spesifik karena sebagian besar guru yang diterima harus mempunyai kemampuan pedagogik dengan dibuktikan telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sementara dosen, tidak ada syarat seperti itu.

Di negara maju, syarat menjadi dosen malah bergelar doktor (S-3). Itu pun masih belum cukup. Pada umumnya, para doktor yang baru lulus terlebih dulu menempuh posisi post-doctoral sekitar 1-2 tahun sebelum mendaftar sebagai dosen. Di Perancis, Jerman, dan Austria, para doktor baru harus menulis Habilitation, semacam riset lanjutan dari disertasi doktoralnya yang ditempuh dalam 2-3 tahun. Bahkan B. J. Habibie juga menulis Habilitation setelah lulus S-3 di tahun 1965, meski akhirnya beliau memilih bekerja di industri.

Seperti halnya di Indonesia, dosen di luar negeri juga berkewajiban melakukan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Namun di luar negeri, ketiga aspek tadi dinilai untuk rekrutmen dosen. “The quality of an education system cannot exceed the quality of its teachers,” ujar Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan dan Keterampilan di OECD. Pendidikan doktoral adalah kunci. Setelahnya, post-doctoral dan habilitation juga dilakukan untuk mengasah keterampilan tersebut.

Tidak heran jika di luar negeri, seorang yang mendaftar sebagai dosen sudah memiliki banyak publikasi. Data terbaru dari Scopus menunjukkan bahwa dosen di negara maju rata-rata memiliki 10-15 publikasi internasional sebelum diterima sebagai dosen tetap. Sementara di Indonesia, rata-rata dosen memiliki kurang dari 3 publikasi internasional. Bahkan, dosen yang sudah berpuluh tahun mengajar banyak yang belum mempunyai publikasi jurnal internsional, apalagi yang bereputasi.

Solusi Konkret

Nasi sudah mejadi bubur. Pengembangan profesi dosen harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan profesional dosen yang jumlahnya sangat besar. Hal ni sangat penting agar terjadi peningkatan kualitas dosen.

- Advertisement -

Di negara maju, penelitian oleh Smith et al. (2018) menyoroti bahwa pengembangan profesional dianggap sebagai bagian integral dari karier dosen. Pemerintah, melalui universitas harus mengalokasikan dana untuk program pelatihan reguler, mendukung  penelitian, serta kesempatan untuk studi lanjut dan cuti panjang (sabbatical). Dosen didorong untuk terus mengembangkan diri melalui berbagai inisiatif pendidikan dan penelitian.

Meskipun sebenarnya, beberapa universitas ternama memiliki program dan fasilitas yang cukup baik untuk mendukung profesionalisme dosen, tetapi banyak universitas lain yang masih kekurangan sumber daya. Insentif untuk penelitian dan pengajaran berkualitas juga masih perlu ditingkatkan lagi.

Penelitian menunjukkan bahwa meskipun dosen di Indonesia memiliki potensi besar, tapi masih menghadapi banyak tantangan yang mempengaruhi kualitas mereka dibandingkan dengan dosen di negara maju. Dengan meningkatkan dukungan fasilitas, dana, dan kesempatan pengembangan profesional, kualitas dosen di Indonesia dapat meningkat. Upaya bersama dari pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai standar yang lebih tinggi

Profesionalitas dosen tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan dosen, termasuk peningkatan pendapatan. Meskipun sebenarnya ukuran kesejahteraan bukan hanya uang semata. Masih banyak dosen yang idealis. Mereka merasa sejahtera ketika model pembelajaran yang diberikan kepada mahasiswa berhasil menciptakan tenaga terampil, juga ketika penelitiannya dan pengabdiannya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Profesionalitas dosen meningkatkan kesejahteraan dosen, termasuk pendapatan. Meskipun ukuran kesejahteraan bukan hanya uang semata, tapi profesionalitas mengangkat harkat martabat dosen. Banyak dosen yang idealis merasa sejahtera ketika model pembelajaran yang diberikan berhasil menciptakan tenaga terampil dan ketika penelitiannya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Seperti kata Muhammad SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.”  Itulah sesungguhnya yang membuat kehidupan dosen menjadi sejahtera dan sentosa. Semoga.

Arfanda Siregar
Arfanda Siregar
seorang dosen di politeknik negeri medan dan pimpinan Islamic center ali bin abi tholib. Pernah kuliah di UI, UMY, UGM, dan UNP . Pendidikan terakhir di Program Doktor UNP
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.