Mungkin tak pernah ada lagi yang bisa mengalahkan euforia yang diberikan oleh Avengers: Infinity War (2018) dan Avengers: Endgame (2019). Saat itu, film-film Marvel menjadi sebuah perhelatan akbar bagi penggemar film dan komik Marvel yang mana bioskop bahkan menambah jam tayang untuk mengakomodasi antusiasme yang membludak.
Bukan hanya satu, belasan bioskop di Indonesia membuka pemutaran perdana Endgame pada jam 5 pagi. Penonton berlomba-lomba untuk jadi yang pertama tahu nasib Iron-Man dan para Avengers menghadapi Thanos. Infinity War dan Endgame menjadi event pamungkas dari keberlangsungan Semesta Sinematik Marvel (Marvel Cinematic Universe/MCU) yang telah dibangun sejak tahun 2009 melalui Iron Man yang dibintangi oleh Robert Downey Jr.
Setiap kesuksesan punya masanya. Termasuk film superhero yang selalu bertarung di jajaran box office dengan dukungan jutaan penggemar di seluruh dunia pun mengalami masa surutnya. Dulu selalu dinanti, dimana pertarungan untuk membeli tiket pemutaran perdana jadi topik utama, kini terasa tanpa gaungnya.
2023 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi studio penghasil film superhero, seperti DC dan Marvel. Tiga film DC yang dirilis di bioskop selama tahun 2023, yaitu Shazam! Fury of the Gods, The Flash, Blue Beetle, dan tampil kurang memuaskan, baik dari segi komersial maupun oleh kritikus film.
Dengan budget mencapai $125 juta, atau sekitar Rp1,9 trilun (kurs US$1: Rp15.775), sekuel Shazam! (2018) ini hanya mendapatkan $134 juta (Rp2,11 triliun). Belum lagi The Flash, film dibintangi aktor penuh kontroversi, Ezra Miller, hanya mampu meraup $271 juta (Rp4,2 triliun) dari budget awal $220 juta (Rp3,47 triliun).
Masalah ini tak jauh berbeda dari kompetitor sesama pemasok film superhero, Marvel. The Marvels (2023) dengan karakter utama tiga superhero wanita mengumpulkan $206 juta, atau sekitar Rp3,25 triliun dari budget $274,8 juta (Rp4,38 triliun). Pendapatan terendah selama 15 tahun MCU berjalan.
Namun di satu sisi, tidak semua film bertemakan superhero meredup di pasaran. Masih ada Guardian of the Galaxy Vol.3 yang mendapatkan $845 juta (Rp13,3 triliun) dari budget $250 juta (Rp3,9 triliun). Atau Spider-Man: Across the Spider-Verse, nominasi Oscar 2024 untuk Film Animasi Terbaik dengan penghasilan $690 juta (Rp10,8 triliun) dari budget ‘hanya’ sekitar $150 juta (Rp2,3 triliun).
Steven Spielberg, sutradara kenamaan Hollywood, pernah memprediksikan nasib film superhero. “Kita pernah ada pada masa ketika film Western punah dan akan ada suatu masa ketika film superhero mengikuti jejak film Western tersebut,” katanya ketika diwawancarai oleh AP News pada tahun 2015, tahun dimana Avengers: Age of Ultron jadi salah satu film terlaris di bioskop.
Spielberg tentu bukan cenayang. Tapi mengingat sutradara berusia 77 tahun ini terkenal dengan deretan film box office yang fenomenal selama lebih dari empat dekade, ia memiliki kapabilitas dan pengalaman yang mumpuni untuk berbicara tentang trend di Hollywood.
Bagi Marvel, Endgame titik puncaknya. Setelah Endgame berakhir, daya tarik terhadap film Marvel tergerus dari waktu ke waktu. Banyak fans mengungkapkan bahwa Endgame seharusnya jadi penutup yang rapi bagi MCU. Pun begitu dengan Marvel yang belum bisa mendapatkan pengganti Tony Stark sebagai wajah MCU, dari segi pengaruh terhadap cerita maupun popularitas bagi penonton umum.
Belum lagi keenam Avengers orisinil MCU, Iron Man/Tony Stark (Robert Downey Jr.), Captain America/Steve Rogers (Chris Evans), Hulk/Bruce Banner (Mark Ruffalo), Black Widow/Natasha Romanoff (Scarlett Johansson), Thor (Chris Hemsworth), dan Hawkeye/Clint Barton (Jeremy Renner) seakan tak tergantikan.
Ditambah dengan waralaba yang semakin meluas, penonton diharuskan untuk menonton rangkaian film untuk mengerti konteks dari cerita yang disampaikan. Khusus bagi Marvel, MCU juga terbagi menjadi ‘serpihan’ serial yang tersebar di platform berbayar Disney+.
Contoh saja The Marvels. Untuk mengerti keseluruhan cerita dari film ke-33 MCU tersebut, penonton harus lebih dulu menonton film Captain Marvel (2019) dan Spider-Man: Far from Home (2019), serta serial WandaVision (2021), Ms. Marvel (2022), dan Secret Invasion (2023) dengan total keseluruhan durasi mencapai 983 menit atau 16 jam 23 menit.
Maka jangan heran jika dari waktu ke waktu, antusiasme penonton awam terhadap kehadiran film-film Marvel di masa mendatang semakin menipis. Khususnya ketika MCU mulai memperkenalkan karakter-karakter superhero baru dengan aktor muda yang belum memiliki pamor besar di Hollywood.
Tapi Hollywood sepertinya tak mau menyerah dengan film superhero. James Gunn sedang mempersiapkan wahana baru bagi Warner Bros. dengan memperkenalkan semesta sinematik terbaru bagi DC yang diawali dengan Superman: Legacy pada tahun 2025 mendatang.
Marvel mulai berbenah. Dilansir dari Hollywood Reporter, Bob Iger, CEO Disney sendiri mengungkapkan bahwa Disney telah “kehilangan fokus” akibat terlalu menekankan pada kuantitas dibandingkan kualitas karena terburu-buru mengisi konten di platform Disney+. Memangkas jadwal rilis film Marvel dari tiga menjadi satu film per tahun.
Hanya ada satu film Marvel yang akan menyapa penonton di tahun 2024. Deadpool 3 yang rencananya dirilis pada tanggal 26 Juli 2024 menandai kembalinya Hugh Jackman sebagai Wolverine/Logan. Film ini juga digadang-gadang bakal mengerjakan ulang masa depan MCU paska perpisahan dengan Jonathan Majors (pemeran Kang the Conqueror) yang dikenai hukuman akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Mungkin yang dibutuhkan penonton bukannya lebih sedikit film, atau soft-reboot dengan mengganti aktor baru. Penonton mencari cerita yang berbeda dengan penyampaian dan eksekusi yang solid, seperti yang ditawarkan oleh Guardian of the Galaxy Vol. 3 dan Across the Spider-Verse. Serial Gen V, spin off dari waralaba The Boys, dan I’m a Virgo yang tayang di Amazon Prime Video membuktikan itu.