Minggu, November 24, 2024

Meneropong Patriarki di India Melalui Film The Great Kitchen

Kemal Mabruri
Kemal Mabruri
Kemal Al Kautsar Mabruri, merupakan mahasiswa program studi Hubungan Internasional di Universitas Islam Indonesia. Dia memiliki ketertarikan terhadap isu-isu pembangunan, didalamnya mencakup ekonomi internasional, pemberdayaan, migrasi dan pengungsi dengan fokus kajian di wilayah Asia Tenggara serta Asia Pasifik dan oceania.
- Advertisement -

Di awal pemutaran film, saya sangat menikmati alur yang diceritakan. Pertemuan dua insan yang kemudian melebur dalam ikatan cinta, akurnya keluarga sang istri dan suami sebelum pernikahan dimulai hingga sikap baiknya ibu mertua lelaki kepada menantunya. Namun, setelah hampir 20 menit menonton saya merasa tiba-tiba ada yang mengganjal dari film ini ketika sang suami membuang tulang bekas makannya sembarangan bahkan tidak sekalipun mengajak sang istri makan bersama di meja makan. Seketika saya menerka bahwa film ini mengambil latar isu mengenai patriarki.

Patriarki yang dimaksud di atas merupakan suatu sistem yang memberikan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mengontrol dari semua lini bidang kehidupan (Teniwut, 2022). Termasuk dalam urusan rumah tangga seperti yang tercermin dalam film The Great Indian Kitchen. Relasi kuasa ini menjadikan posisi perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dalam struktur sosial masyarakat, patriarki sudah barang tentu akan menimbulkan kegaduhan. Atas hal tersebut, secara tidak sadar terbentuk dan mengakar di masyarakat yang kemudian dalam jangkauan yang lebih jauh akan mewajarkan adanya perilaku pelecehan maupun kekerasan terhadap perempuan sekecil apapun.

Dalam film yang saya tonton, budaya patriarki secara jelas digambarkan. Terbatasnya akses perempuan terhadap pekerjaan misalnya, hal itu terlihat dari penolakan mertua lelaki kepada menantunya yang meminta izin untuk dapat bekerja di sekolah tari. Dalam kesempatan yang sama juga mertuanya mengatakan bahwa tugas perempuan adalah di dapur dan mengurus serta membina keluarga dengan baik. Hal tersebut jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa kerja-kerja perempuan hanya terbatas dalam kerja domestik saja. Padahal, sudah seharusnya perempuan juga memiliki derajat dan hak yang sama dalam menjalankan aktivitasnya dalam berbagai bidang, tidak terikat dalam pekerjaan domestik saja.

Ketidaksetaraan lain yang digambarkan dalam film tersebut adalah ketika sang istri mengalami menstruasi. Saya pribadi yang sebelumnya tidak tahu mengenai bagaimana najisnya perempuan mesntruasi di India cukup kaget melihat reaksi keluarga sang lelaki yang berusaha menjauhi sang istri bahkan sampai tak mau melihat dan menyentuh istri sendiri. Pemangkasan hak terhadap perempuan menstruasi sangat terlihat di sini. Perempuan tidak boleh berangkat atau masuk ke kuil, tidak dapat melakukan ritual-ritual keagamaan bahkan dalam beberapa kasus yang lebih ekstrim adalah dikurung di sebuah ruangan terpisah dari rumah yang memang dibuat secara khusus untuk perempuan yang sedang menstruasi (Sandhu, 2022).

Pemangkasan hak dan kebebasan di atas jika terus dirawat akan menimbulkan konflik. Di India misalnya, sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan secara hukum merupakan kejahatan yang dilakukan oleh suami atau kerabat terdekatnya. Kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga menjadi kejahatan yang secara koheren menjadi jenis kejahatan perempuan yang paling banyak dilaporkan setiap tahunnya. Pada tahun 2020 misalnya, polisi menerima 112.292 pengaduan dari perempuan. Jika dimaknai lebih jauh, maka terdapat 1 laporan kejahatan terhadap perempuan dalam 5 menit (Okezone, 2023).

Aktivis hak perempuan di Srilanka, Khushi Kabir menyatakan bahwa agama dan pola pikir chauvinis kaum laki-laki menghambat pembangunan di Asia. ia juga mengatakan bahwa semua agama secara alami bersifat patriarki (Ebbighausen, 2019). Dogma agama dan budaya patriarki yang kini terjadi di Asia selatan misalnya, semua terbentuk secara alami selama bertahun-tahun. Hal tersebut memaksa masyarakat untuk menerima keadaan karena tidak adanya alternatif lain.

Layaknya di film, Asia selatan hari ini bisa dikatakan memiliki budaya patriarki yang sangat tinggi. Dalam laporan kesenjangan gender yang dikeluarkan oleh Global Forum Ekonomi Dunia pada tahun 2021 menyatakan bahwa India berada di urutan 140 dari 156 negara yang dilakukan survei. Peringkat tersebut menjadikan India sebagai negara dengan skor budaya patriarki tertinggi ketiga di Asia Selatan (Ramakrishnan, 2022)

Angka kesenjangan gender di atas juga diperparah dengan minimnya angka partisipasi perempuan di ruang publik khususnya di dalam dunia politik. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Association of Democratic Reforms (ADR) dan National Election Watch (NEW) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa kurang dari sepersepuluh dari 50.000 kandidat yang mengikuti pemilihan federal dan negara bagian adalah perempuan.

Data-data yang tersaji di atas sedikitnya cukup memberikan gambaran mengenai kehidupan atau budaya patriarki yang banyak dijumpai di Asia selatan khususnya di India. Budaya yang mengakar kuat, dogma agama yang tidak dapat ditawar serta tidak adanya alternatif lain dalam menjalani kehidupan merupakan beberapa struktur yang secara tidak langsung membentuk budaya patriarki terus berkembang dan meluas di Asia selatan.

Daftar Pustaka

- Advertisement -

Ebbighausen, R. (2019, October 23). ‘Kita Perlu Berbicara Tentang Agama dan Patriarki’ – DW – 23.10.2019. DW. Retrieved June 4, 2023, from https://www.dw.com/id/kita-perlu-berbicara-tentang-agama-dan-patriarki/a-50949030

Okezone. (2023, January 6). Maraknya KDRT di India: Berakar Pada Budaya Patriarki yang Dimaklumi Mayoritas Warga. Okezone News. Retrieved June 4, 2023, from https://news.okezone.com/read/2023/01/05/18/2740827/maraknya-kdrt-di-india-berakar-pada-budaya-patriarki-yang-dimaklumi-mayoritas-warga

Ramakrishnan, S. (2022, March 14). Mengapa Hanya Sedikit Perempuan India Terjun ke Politik? – DW – 14.03.2022. DW. Retrieved June 4, 2023, from https://www.dw.com/id/mengapa-hanya-sedikit-perempuan-india-terjun-ke-politik/a-61117370

Sandhu, K. (2022, August 21). Menstruasi: Perempuan India lawan tabu dengan bagan untuk mendorong percakapan. BBC. Retrieved June 4, 2023, from https://www.bbc.com/indonesia/articles/c10vyq1dq1do

Teniwut, M. (2022, November 18). Mengenal Budaya Patriarki dan Dampaknya pada Perempuan. Media Indonesia. Retrieved June 4, 2023, from https://mediaindonesia.com/humaniora/538339/mengenal-budaya-patriarki-dan-dampaknya-pada-perempuan

Kemal Mabruri
Kemal Mabruri
Kemal Al Kautsar Mabruri, merupakan mahasiswa program studi Hubungan Internasional di Universitas Islam Indonesia. Dia memiliki ketertarikan terhadap isu-isu pembangunan, didalamnya mencakup ekonomi internasional, pemberdayaan, migrasi dan pengungsi dengan fokus kajian di wilayah Asia Tenggara serta Asia Pasifik dan oceania.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.