Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan memperingati hari lahir satu abad Nahdlatul Ulama pada rajab 1444 Hijriyah dan bertepatan 7 Februari 2023 secara kalender masehi. (Liputan 6) Dalam peringatan hari lahir 1 abad ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengadakan 9 kegiatan yang diadakan secara bertahap.
Kegiatan ini diawali NU Women festival (15/10/22) di Jakarta, Religion Twenty (R20) 1-4/11/2022 di Bali, NU Tech (19/12/22) di Malang, Festival Tradisi Islam Nusantara (9/01/23) di Banyuwangi, Pekan Olahraga & Seni (Porseni) NU (14-21/01/23) di Solo, NU Festival (20-23/01/23) di Jakarta, Anugrah Tokoh An-Nahdlah (31/01/23), Muktamar Internasional Fiqh Peradaban di Surabaya, dan di tutup acara puncak resepsi 1 abad NU pada (07/02/23) di Sidoarjo. (NU Online).
Tujuan Nahdlatul Ulama
Satu Abad lalu, berdirinya NU merupakan respon dari berbagai munculnya problem keagamaan, peneguhan madzhab, alasan kebangsaan & sosial masyarakat. Berdirinya NU juga tidak dapat di pisahkan dengan dukungan ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah yang berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ & Qiyas.
Menurut KH Musthofa Bisri, pendirian organisasi NU memiliki 3 substansi meliputi syariat Islam sesuai dengan ajaran dari 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), perspektif Tauhid mengikuti Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Manshur Al Maturidi, dalam tasawuf mengikuti Imam Abu Hamid Al Ghozali dan Imam Junaid Al Baghdadi. (Kompas)
Dalam Bab IV pasal 8 AD/ART NU dijelaskan bahwa ; NU adalah perkumpulan/ Jami’iyah Diniyyah Islamiyyah, Ijtima’iyah (perkumpulan sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, Ketinggian harkat dan martabat manusia.
Tujuan dari NU adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahulussunah Wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya Rahmat bagi semesta alam, untuk mewujudkan tujuan tersebut, dilakukan usaha-usaha dalam berbagai bidang.
Dibidang Agama, NU mengupayakan terlaksananya Ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunah Wal Jama’ah, dibidang pendidikan, pengajaran, kebudayaan, mengupayakan hal tersebut sesuai ajaran Islam supaya menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengaruh luas, serta berguna bagi agama bangsa dan negara.
Dalam bidang sosial NU mengupayakan & mendorong pemberdayaan dibidang kesehatan , kemaslahatan, ketahan keluarga serta pendampingan masyarakat yang terpinggirkan (mustad’afin). Dalam bidang ekonomi, NU mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan kerja/usaha untuk kemakmuran merata, mengembangkan usaha- usaha lain melalui kerjasama dengan pihak dalam maupun luar negeri yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya masyarakat Khoiru ummah. (AD/ART NU Hasil Muktamar 34).
NU Hari Ini
Saat ini NU merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia bahkan dunia. Dengan 95 juta Anggota (2021) di tambah kepengurusan NU dari PBNU, PWNU, PCNU, MWC NU , PR NU, dan PCI NU ditambah 18 lembaga yang bergerak dalam banyak sektor ditambah 15 Badan Otonom. Struktur organisasi ini tersebar di seluruh provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa, serta 31 Pengurus Cabang Internasional di berbagai Negara.
keberadaan NU , sejak awal didirikan memiliki peran begitu besar dalam perjalanan bangsa, dari memperjuangkan kemerdekaan hingga mempertahan kan keutuhan NKRI, serta berjuang mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. NU memberikan warna yang begitu terang dalam kehidupan masyarakat Nusantara, dari berbagai latar belakang, baik profesi, sosial, suku , Agama, yang tidak hanya Islam semata.
Dengan ini ajaran Islam Aswaja yang diajarkan Nabi saw & sahabatnya seperti sikap tawasuth (tengah) Tawazun ( seimbang) , tasamuh ( toleran) dan i’tidal ( tegak lurus). Dengan berdasarkan ajaran ini, NU dapat di terima oleh berbagai kalangan, sehingga NU dapat tumbuh subur dalam kehidupan masyarakat. Ideologi NU juga selaras dengan falsafah negara. Hal semacam ini wajar, karena sesungguhnya Islam dianjurkan agar penganutnya berkontribusi besar untuk masyarakat banyak, Bangsa, Negara bahkan dunia.
Dibalik besarnya NU, terdapat pula beberapa problem yang setidaknya menjadi tiga permasalahan pokok. Pertama NU belum menjadi organisasi yang efisien, di buktikan NU belum punya sistem kerja yang efektif sebagai organisasi. Kedua, banyak pengurus NU yang tidak mengerti NU, adapula pengurus yang menyebabkan NU dipandang tidak baik, sehingga dampaknya warga NU tidak tahu apa guna ber NU . (KH. Musthofa Bisri).
Sebagai organisasi keagamaan besar keterlibatan pengurus NU dalam dukung mendukung calon tertentu dalam kontestasi politik praktis di sadari ataupun tidak telah memunculkan komentar dan kritik, jika hal ini tidak direspon dapat menjadi hal yang merugikan NU. Sebagai organisasi memang NU pernah menjadi partai politik namun sejak muktamar NU di Situbondo tahun 1984 NU sudah kembali ke khittah 1926 .
Sebagai pengurus NU yang menahkodai jama’ah diharapkan bisa menjaga jarak di tengah godaan dan syahwat para politikus yang menyeret para elit dan tokoh NU terjun dalam sengketa politik praktis. NU harus dijauhkan dari upaya -upaya mempolitisasi dan mengkapitalisasi NU Untuk kepentingan tertentu, jangan sampai NU hanya menjadi batu loncatan untuk meraih kekuasaan dan jabatan strategis.
KH MA Sahal Mahfudz pernah menyampaikan agar NU melaksanakan politik tingkat tinggi (high politics) bukan politik rendah seperti penyadaran atas hak-hak rakyat, melindungi mereka dari kesewenang wenangan, memperjuangkan nilai-nilai dan kemanusiaan serta merekatkan persatuan bangsa. (Jawa Pos)
Aturan yang baku untuk menjadi pengurus NU juga harus di tetapkan baik secara kompetensi maupun moral. dalam wilayah kompetensi hal yang paling pokok adalah calon pengurus NU harus benar-benar berideologi Islam Ahlussunah wal jama’ah serta memahami agama guna menguatkan ideologi dan meningkatkan pemahaman keagamaan bagi warga NU. dalam wilayah moral pengurus NU di semua tingkatan harus benar-benar teruji supaya tidak ada lagi pengurus NU yang terjerat kasus korupsi.
Pekerjaan Rumah Pengurus NU
Pertama, Perubahan sosial berjalan cepat, perubahan ini didominasi oleh perkembangan tekhnologi. Pilihan bagi Nahdliyyin hanya dua; ketinggalan atau cepat beradaptasi. Menolak perkembangan zaman dengan segala konsekuensinya atau segera menyerap kelebihan dan kekurangan kondisi mutakhir ini, mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi organisasi dengan tetap mempertahankan nilai dan praktik baik sebelumnya.
Strategi gerakan penyebaran Islam Ahlussunah Wal Jama’ah dan pengembangan organisasi hari ini harus dilakukan dengan menyusun metode dakwah yang baru sekaligus merancang secara sistemik bagaimana melakukan transformasi digital untuk membentuk ekosistem warga Nahdliyyin yang kokoh, mandiri, berdaulat dan berdaya saing yang tinggi.
Dominasi latar belakang warga NU yang berasal dari pedesaan merupakan tantangan yang menarik, melihat akses internet belum tersebar secara merata. Transformasi digital tidak cukup dilakukan dengan mengadakan agenda seremonial, dibutuhkan cara jitu sehingga hadirnya tekhnologi dapat bermanfaat bagi organisasi.
Kedua, Pengurus NU harus merumuskan kebijakan guna mensejahterakan jamaah mengingat warga NU banyak yang belum sejahtera secara ekonomi dan termarjinalisasi. Jika kita petakan terdapat dua faktor penyebab warga NU terpinggirkan, pertama struktur politik yang timpang dan kedua elitisme dalam kepemimpinan NU.
Pengurus (PBNU, PWNU, PCNU) serta elite NU baik ulama maupun politisinya didominasi oleh kelompok mapan yang memiliki akses ekonomi. Bassis massa NU dengan mudahnya dapat digunakan menjadi alat transaksi untuk berkolusi dengan pengusaha maupun penguasa. Sedangkan kelompok rentan didominasi oleh warga NU.
Sangat disayangkan, akses yang begitu besar tersebut tidak sampai apalagi dirasakan oleh warga NU. Perputaran ekonomi yang besar hanya digunakan untuk Show dan rapat akbar, sehingga sirkulasinya hanya dari elit, oleh elit dan untuk elit. Jika sistem pengelolaanya masih seperti ini pasti tak akan dapat digunakan untuk menggerakkan ekonomi warga.
Pengurus (tingkat tinggi) NU harus merumuskan strategi dan taktik baru untuk menggerakkan ekonomi seluruh warganya. Mengingat kemiskinan tertinggi terdapat di daerah-daerah basis NU, mereka yang terdiri dari petani, pedagang kecil, buruh, nelayan, honorer, pekerja seni harus diberdayakan sehingga warga NU tidak mengalami stunting ekonomi.
Ketiga, Civil Society. Gus Dur Mantan Ketua Umum PBNU membawa Islam ke dalam gerakan civil society melalui pendekatan sosio kultural. Menurut Gus Dur, pendekatan sosio-politis pada Islam hanya menyebabkan Islam teringkus atau terkooptasi negara dan hanya akan menjadi sumber legitimasi negara. Akibatnya, agama hanya akan menjadi bagian dari status quo.
Menurut Gus Dur pemberdayaan (civil society) bisa terwujud apabila menggunakan instrumen moral dalam menciptakan orientasi yang benar dalam kelembagaan masyarakat independen dan mandiri. Organisasi Islam harus menggunakan moral sebagai alat tujuan, landasan, serta cita-cita perjuangannya.
Pengurus NU hari ini bereaksi cepat apabila melihat persoalan seperti radikalisme, penistaan agama serta konflik dengan kelompok lain. Namun Pengurus NU tidak risih jika terjadi penggusuran rumah orang-orang miskin, penyerobotan tanah oleh penguasa, pejabat publik dan politisi yang terlibat korupsi serta terorisme yang marak terjadi.
Paradigma moral yang ada saat ini harus dirubah. Moralitas disini untuk mendukung bagi terwujudnya masyarakat berkeadilan, daulat secara hukum, terbuka (open society), dan menerima sekaligus menghargai perbedaan karena sejatinya Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Keempat, NU harus insklusif untuk semua golongan. Dalam pengantar buku Sang Kyai (2012) KH Sahal Mahfudz menjelaskan bahwa sejatinya KH Hasyim Asyari mengajak kita untuk memahami agama secara komprehensif dengan menyajikan sebentuk konsep keberagamaan inklusif.
NU memang memegang tradisi salaf, namun NU harus gigih menanamkan nilai-nilai keislaman Universal, sikap yang terbuka, toleran, moderat, saling menghormati dan saling mencintai dijadikan prinsip dalam berdakwah.
Pandangan bahwa NU itu (hanya) Jawa yang memiliki latar belakang santri harus dihapuskan, sehingga NU dapat diterima oleh semua latar belakang masyarakat, baik kalangan priyai, abangan, yang berasal dari suku, etnis, agama, organisasi, partai di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umunya.
Kelima, Pengembangan Pendidikan. Setalah hampir 1 abad NU, organisasi keagamaan ini telah memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal. Pendidikan non formal NU meliputi ribuan pesantren yang tersebar diseluruh Indonesia serta ribuan lembaga pendidikan formal di semua tingkatan hingga Perguruan tinggi.
Banyaknya lembaga Pendidikan ini merupakan partisipasi warga NU guna menjadi pelayan fasilitas pendidikan bagi masyarakat khususnya kelas menengah kebawah. Mungkin karena latar belakang tradisionalnya, pengembangan pendidikan NU sangat maju dibidang non formal, tapi kurang dalam pendidikan formal.
Lembaga pendidikan formal dibawah naungan NU dipandangan oleh beberapa pakar pendidikan sudah tidak lagi mempresentasikan pendidikan modern karena mempertahankan budaya tradisional dan konservatif sehingga kerap di cap negatif sebagai lembaga anti modernisme.
Pengelolaan menjadi problem utama, kemampuan manajerial pendidikan formal NU masih lemah. Hal ini dipengaruhi keterbatasan sumber daya manusia dan pengaruh budaya pedesaan dengan pola “alon-alon asal kelakon”. Ditambah Pengurus NU yang tidak mengurus serta guru yang mengajar tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, semisal sarjana agama mengampu pelajaran umum, atau sebaliknya sehingga pengajaran tidak berjalan maksimal.
Sarana prasarana juga menjadi faktor penting, keterbatasan finansial menjadi kendala untuk mengembangkan kwalitas pendidikan. Networking atau jaringan antar warga NU (desa) terbatas. Sebenarnya secara kwantitas jumlah warga NU sangat besar, namun belum terorganisir dengan baik oleh organisasi.
Permasalahan selanjutnya adalah kurikulum. Kurikulum yang ada sering berganti-ganti, adapula kurikulum yang digunakan kurang relevan serta tidak berjenjang antar tingkatan pendidikan sehingga sekolah formal NU yang seharusnya menjadi tempat Ideologisasi generasi muda, sarana kaderisasi guna penguatan organisasi tidak berjalan maksimal.
Pengurus NU disemua tingkatan harus terjun mengevaluasi, merumuskan strategi, menyusun kurikulum, meningkatkan kompetensi sekolah-sekolah, sumberdaya pengajar, mendampingi, serta mensejahterakan guru-guru supaya dapat berperan maksimal melakukan pengajaran guna melahirkan sumberdaya manusia unggul.
Sebenarnya masih banyak tugas lain yang harus diselesaikan oleh Pengurus NU, mengingat semakin banyak hal yang akan dihadapi NU diusianya ke-100 tahun. Pada masa depan gempuran tekhnologi, kapitalisasi, liberalisasi, kolonisasi yang semuanya adalah imbas dari pasar bebas dan globalisasi semakin besar.
Dalam momen satu abad NU ini, kita berharap semoga NU melakukan perubahan serta gebrakan besar, tidak terjebak dalam problem internal, mempu memberdayakan warganya, dapat menghadapi perubahan zaman sehingga dapat mengembangkan Islam Ahlussunah Wal Jama’ah dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.