Minggu, November 24, 2024

Cireng Vs PNS Versi Menteri Bahlil

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka
- Advertisement -

Bukan baper atau apa, tapi pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, sempat menjadikan hati kecut. Ujarannya yang membandingkan penghasilan pengusahan seblak atau cireng sudah membelalakkan mata. Entah dari mana data yang ia peroleh, namun sepertinya kurang bijak juga jika berujar demikian.

Untuk mereka yang usaha seblak dan cirengnya memang mujur, pasti tersenyum bangga. Tapi buat yang belum seberuntung mereka, semoga tetap bekerja dengan sungguh-sungguh. “Sudah serius dan selalu pulang malam, tapi hasilnya masih belum setinggi itu”, ada yang berkata demikian.

Yang beruntung sudah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun berkomentar sedak. Mereka mempertanyakan ucapan Pak Bahlil yang membandingkan dengan profesi mereka. Dikatakan bahwa, penghasilan pedagang seblak atau cireng, jauh melebihi yang berprofesi sebagai PNS. Ditambah lagi pernyataan bahwa menjadi pengusaha dua dagangan tadi lebih produktif daripada yang PNS.

Mulai dari produktif dulu, yang dimaksud produktif dalam konteks ini patut diduga bahwa artinya adalah rupiah. Jika itu yang dimaksud, maka silakan saja apabila mau membandingkan sedikit banyak nominalnya. Silakan saja. Tapi tentu kedua profesi tadi tidak bisa serta merta dikomparasikan dalam derajat finansial. Sangat tidak fair dan patut dipertanyakanb juga alasan dipilihnya profesi PNS sebagai pembanding. Kenapa bukan profesi lain, yang misalnya mereka para pegawai BUMN atau instansi lain yang punya patokan gaji juga.

Sebaiknya janganlah berdalih bahwa PNS lebih mudah dicari tahu besaran gajinya di golongan berapa, sebab hal itu sudah lazim. Sebaiknya tidak usahlah membandingkan hal ini, meskipun niatnya adalah memotivasi para pedagang maupun calon pengusaha di forum tersebut. Sudahlah Pak Menteri, janganlah menjadikan amunisi semangat memotivasi dengan cara komparatif semacam ini. Para PNS juga tidak semuanya berkenan dengan pernyataan ini, seolah gaji PNS layak dijadikan bahan candaan.

Kalau pun maksudnya adalah untuk menghimpun tepuk tangan dan menaikkan kebanggan diri kedua pengusaha itu, bisa dicarikan model propaganda yang lain. Tapi tolong, jangan lagi menyentuh profesi PNS layaknya koin karambol. Profesi ini sudah sangat maklum pula dengan pemberitaan tentang gaji ke 13 atau THR yang acap kali disampaikan oleh media, sedangkan dua penghasilan tadi – yang diperoleh instansi atau perusahaan lain – tak pernah terekspos.

Jika ada pengusaha seblak punya omzet 20 juta per bulan, maka ia bisa menyisihkan profit sekitar 8 jutaan. Lantas Menteri Bahlil pun membandingkannya dengan nada bertanya, gaji PNS golongan III berapa, yang tentu nuansanya adalah membandingkan: betapa beda jauh dua profesi ini. Kalau golongan III PNS gajinya sekitar 3,4 jutaan maka ada margin lumayan besar jika dibandingkan dengan pedagang cireng. Tapi, apa begitu caranya menemukan formula komparasinya? Masih banyak cara lain yang lebih smooth untuk memberikan keyakinan pada diri audiens.

Jika tak mau dianggap ini sebagai pernyataan kontroversial dan sensasional, lantas apa maksudnya menjadikan profesi sebagai pembanding dengan pengusaha seblak dan cireng? Sekali lagi, ini bukan baper. Namun hanya lebih pada mempertanyakan maksud dan alasan memilih profesi PNS, itu saja.

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.