International Trade Union Confederation (ITUC) Asia Pacific atau Serikat Buruh Internasional Regional Asia Pasifik menyatakan Presiden Joko Widodo mempunyai komitmen soal perburuhan, pembukaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi. Namun, pidato Jokowi di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Antalya, Turki, sangat kontradiktif dalam praktiknya.
“Presiden bicara reformasi struktural, bagaimana menciptakan lapangan kerja dan keterlibatan semua pihak untuk mengurangi ketimpangan. Tapi apa yang dikerjakan sekarang sangat kontradiktif dengan pidatonya di Antalya, Turki,” kata Sekretaris Jenderal ITUC Asia Pacifik Noryuki Suzuki di LBH Jakarta, Jumat (27/11).
Menurut Noryuki, di dunia internasional, perjuangan serikat buruh Indonesia terkait persoalan upah menjadi hal yang wajar. Pasalnya, hak dasar seorang pekerja secara umum di negara-negara dunia adalah masalah upah, biaya hidup, jaminan sosial, dan kehidupan dasar dalam masyarakat sosial.
“Dengan keberadaan PP No. 78 Tahun 2015 tersebut, hak dasar pekerja berkurang dan ini bertentangan dengan upah layak, biaya hidup, dan jaminan sosial,” ujar Noryuki. Dia menambahkan upah minimum penting untuk meningkatkan daya beli dalam negeri. Maka, upah minimum berujung pada pertumbuhan ekonomi. Karena itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi dari upah yang layak.
Saat ini, tambah Noryuki, ILO sedang berkampanye melawan ketimpangan dalam pendapatan pekerja. Namun, melihat PP No. 78 Tahun 2015, justru meningkatkan ketimpangan karena kebijakan upah murah. Kemudian, lanjut dia, peran serikat buruh hilang dalam penetapan upah tersebut, sebab penerbitan PP tersebut tidak melibatkan buruh. Dan ini bertentangan dengan ILO.
Karena itu, kehadiran serikat buruh dunia di Indonesia untuk memastikan dan mendukung penuh perjuangan gerakan buruh Indonesia untuk mencabut PP No 78 Tahun 20015 tentang Pengupahan. Bahkan pimpinan buruh ITUC Sharan Burrow menitip pesan untuk memberikan solidaritas yang kuat atas perjuangan buruh Indonesia. Dukungan itu dikarenakan serikat buruh Indonesia sangat peduli tentang keadilan sosial.
Pihaknya juga meminta pemerintah untuk berunding secara tripartit, dirumuskan kembali sistem pengupahan, dan disepakati oleh semua pihak. Noryuki mendesak pemerintah untuk membebaskan demonstran yang ditangkap dan hentikan kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap para demonstran.
Dia mengakui, pihaknya sudah megirim surat ke pemerintah Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kepolisian untuk menyelesaikan persoalan buruh, namun hingga kini belum ada respons. Noryuki memastikan, jika tidak ada penyelesaian masalah buruh Indonesia, pihaknya akan memabawa kasus ini ke ranah internasional. Kita akan menggunakan jaringan 125 serikat buruh dari 200 negara di dunia. “Ingat, ini peringatan dini untuk pemerintah Indonesia.” tegasnya.