
Rakyat Papua mendesak Presiden Joko Widodo menghentikan operasi PT Freeport Indonesia. Pasalnya, sejak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mengeksploitasi kekayaan alam di Papua, rakyat tidak pernah merasa sejahtera, terutama pemilik hak ulayat di wilayah Freeport.
Tokoh masyarakat Papua Ruben Ps Marey mengatakan, pemerintah pusat telah melakukan pembodohan terhadap masyarakat Papua. Sebab, sejak era Presiden Soeharto masyarakat Papua dijanjikan mendapat hasil pajak eksploitasi Freeport, akan tetapi sampai sekarang tidak pernah terealisasi.
“Karena itu, kita menuntut Presiden Jokowi menutup operasi PT Freeport Indonesia di Papua. Mereka merampok kekayaan alam Papua, tapi rakyat Papua tetap miskin dan mederita,” kata Ruben di Jakarta, Rabu, (16/12). “Justru yang mengambil keuntungan Freeport adalah para elite-elite politik.”
Dia menjelaskan ketika masyarakat Papua meminta Freeport ditutup, pasti pemerintah beralasan akan terjadi kerugian besar, baik penerimaan pajak negara dan pengangguran. “Sejak 1967 sampai saat ini siapa yang merugi, kami orang Papua. Kami dibunuh di atas tanah dan kekayaan kami sendiri, bukan pemerintah,” tegasnya.
Tak hanya itu, kata Ruben, Freeport telah menginjak Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, tidak ada kedaulatan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan seluruh kegiatan pemerintah dalam divestasi telah meyalahi konstitusi, apalagi masyarakat Papua disingkirkan di tanah sendiri.
Pemerintah, lanjut dia, hanya menguasai 9,36% saham Freeport, sedangkan pemilik hak ulayat tanah Freeport dan masyarakat Papua hanya mendapat 1% saham. Itu pun diperoleh dengan berdarah-darah dan mengorbankan nyawa.
Sedangkan para elite negara ini berbicara divestasi saham 9%-11% untuk kepentingan sendiri, bukan kepentingan negara dan masyarakat Papua. Karena itu, pihaknya meminta pemerintah melakukan negosiasi ulang dari awal, sebab di tanah Freeport ada orang Papua. “Berapa persen pembagiannya. Bila tidak secara terbuka pebagiannya, maka kami minta Freeport ditutup,” ujar Ruben.
Pihaknya menilai pemerintah jangan hanya manis di mulut terahdap kasus Papua. Hal itu terlihat dari ketidakseriusan pemerintah menangani masalah Papua. “Mereka hanya ngomong, perbuatan nol besar. Pemerintah pusat tidak pernah memberikan perhatian,” kata Ruben.
Sementara itu, Titus Natkime, pemilik hak tanah ulayat yang ditempati PT Freeport, mengatakan, pemerintah harus mengambil alih perusahaan tambang tersebut. Sebab, tidak ada manfaat bagi masyarakat Papua.
“Kami sebagai orang Papua dan pemilik hak ulayat atas tanah Freeport sampai sekarang hidup miskin di tengah kekayaan alam tanah kami,” kata Ruben. “Semua kekyaan alam kita dinikmati pemerintah dan asing. Tapi yang menderita adalah masyarakat Papua.”