Rabu, Oktober 9, 2024

Masyarakat Sipil Dorong Presiden Terbitkan PP tentang SDGs

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
 (dari kiri ke kanan) Tedjo Wahyu Djatmiko (Aliansi Desa Sejahtera), Sugeng Bahagijo (INFID), Presiden Joko Widodo, Dawmawan Triwibowo (Oxfam), Dian Kartikasari (Koalisi Perempuan Indonesia), dan Abetnego Tarigan (WALHI) usai pertemuan membicarakan komitmen presiden membentuk Panitia Bersama SDGs di Istana Presiden, Jakarta, Jakarta, Kamis (17/12). Infid
(dari kiri ke kanan) Tedjo Wahyu Djatmiko (Aliansi Desa Sejahtera), Sugeng Bahagijo (INFID), Presiden Joko Widodo, Darmawan Triwibowo (Oxfam), Dian Kartikasari (Koalisi Perempuan Indonesia), dan Abetnego Tarigan (WALHI) usai pertemuan membicarakan komitmen Presiden membentuk Panitia Bersama SDGs di Istana Presiden, Jakarta, Jakarta, Kamis (17/12). Infid

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sustainable Development Goals (SDGs) mendorong komitmen Presiden Joko Widodo menjalankan SDGs yang disahkan dalam Sidang Umum PBB pada akhir September lalu dan tidak mengulang kegagalan Millenium Development Goals (MDGs).

Sugeng Bahagijo, Direktur Eksekutif Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID), mendorong Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan presiden (PP) tentang SDGs. “Landasan hukum penting sebagai bentuk komitmen pemerintah. Presiden bisa keluarkan peraturan presiden,” kata Sugeng dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (18/12).

Dia menambahkan, pihaknya mendorong kelembagaan bersama melibatkan masyarakat sipil serta menentukan waktu pelaksaan rencana aksi nasional menjalankan isu-isu penting SDGs. Sugeng juga menekankan kegagalan dalam mengadopsi MDGs karena pemerintah terlambat menjalankan dan tidak partisipatif melibatkan masyarakat sipil.

Hal serupa diungkapkan Dian Kartikasari dari Koalisi Perempuan Indonesia. Dia mengatakan, agar tidak mengulang kegagalan MDGs, Presiden perlu memberikan perhatian tingginya angka pernikahan usia anak di Indonesia untuk mencapai Tujuan ke-5 SDGs.

Presiden perlu melakukan intervensi khusus, ujar Dian, karena upaya menekan perkawinan anak yang dilakukan masyarakat sipil tebentur dengan regulasi. Perkawinan anak, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu saat ini, mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, jauh di atas target MDGs, 107 per 100.000 kelahiran hidup.

Sedangkan angka kematian bayi mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup, di atas target MDGs 23 per 1.000 kelahiran hidup. “Presiden perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menghentikan perkawinan anak,” kata Dian.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan, posisi Indonesia dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) United Nations for Development Program/UNDP 2015 berada pada rangking 110 dari 188 negara yang tersurvei. Hal ini terjadi karena masalah pendidikan, angka harapan hidup, dan kemiskinan yang masih kurang serius tertangani pemerintah.

“Pemerintah perlu meningkatkan anggaran belanja sosial sekurang-kurangnya 2-3 persen dari total product domestic bruto (PDB),” kata Maftuchan.

Menanggapi hal tersebt, Presiden Joko Widodo mengatakan, akan membentuk panitia bersama (joint working group) untuk melaksanakan Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Nantinya, panitia bersama ini akan dikoordinasikan antara Kantor Staf Presiden, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Masyarakat Sipil.

“Partisipasi masyarakat ini untuk membantu pengawasan jika ada kementerian dan lembaga yang agak ‘miring-miring’  (tidak sesuai tugas, red),” kata Jokowi.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.