Aktivis Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Ari Yurino menilai, rencana pemerintah Joko Widodo menyatakan penyesalan atas kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu merupakan satu kemajuan kecil dengan kondisi politik saat ini.
“Iya, bisa dianggap satu kemajuan kecil, sebab ada niat dari pemerintah untuk menyatakan penyesalan. Kalau pemerintah menyatakan penyesalan berarti ada kesalahan dan mengakui ada pelanggaran HAM masa lalu,” kata Ari ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (6/1).
Dia menambahkan, ketika sudah ada pengakuan dari pemerintah, tahapannya selanjutnya adalah bagaimana langkah untuk memenuhi keadilan bagi korban. Jika semuanya dicampur, terlalu sulit, apalagi dengan situasi politik saat ini.
“Ada beberapa ‘pelaku’ yang berada di elite penguasa sehingga ekpektasi harus diturunkan. Ini bahasa politik yang tidak menggunakan bahasa permintaan maaf. Tapi poinnya adalah pelanggaran HAM masa lalu,” ujar Ari.
Selain itu, pihaknya melihat bahwa keluarga korban tidak terlalu mempersoalkan ganti rugi. Yang terpenting adalah adanya pengakuan dari pemerintah soal perbuatan yang salah di masa lalu. Hal tersebut penting karena selama ini tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah soal kasus pelanggaran HAM berat.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengintruksikan agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dituntaskan melalaui jalur nonyudisial. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah sedang mencari kata-kata yang pas untuk menggambarkan jalan keluarnya.
“Kami sedang mencari kata-kata yang pas untuk itu. Apakah menyesal atau bagaimana,” kata Luhut. Selain memberikan penyataan menyesal, pemerintah tengah menyiapkan langkah lainnya untuk menuntaskan kasus HAM masa lalu. Langkah-langkah itu sedang dikaji. Tapi, di antara langkah tersebut, pemerintah dipastikan tidak akan memberikan ganti rugi kepada keluarga korban. Sebab, sulit juga karena siapa yang jadi korban, siapa yang menggantinya.
Selain itu, Luhut menambahkan untuk proses hukum, hampir tidak bisa dilakukan lagi. Pasalnya, sudah banyak bukti dan saksi-saksi yang meninggal dunia. Karena itu, jalur nonyudisial ini akan dirampungkan dalam waktu dekat. Ini harus segera, mengingat kasus ini sudah berlangsung lama.
“Kira-kira dalam dua hingga tiga bulan ke depan akan diproses. Kami tidak mau berlama-lama lagi karena sudah terlalu lama di-pending,” kata Luhut.
Pemerintah hanya bisa menyesalkan peristiwa-peristiwa itu. Seperti kasus Semanggi, Talangsari, PKI dan pelanggaran HAM berat lainnya. Menurut Luhut, pelanggaran HAM masa lalu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga hampir di seluruh dunia.