Melestarikan Merdeka dengan Sehat dan terdidik
Asrina Novianti
(Mahasiswa Pasca Sarjana FKM UI)
Tahun ini, kemerdekaan RI telah memasuki tahun ke 72. Usia yang tidak lagi muda dalam merapal langkah di dunia, yang semestinya mewariskan benih bibit unggul generasi bangsa sebagai penjaga tonggak merdeka hingga estafet terakhir kehidupan.
Namun kenyatannya dalam mengisi kemerdekaan tidaklah semudah saat mengucapkannya. Banyak aral melintang yang harus dilalui untuk mempertahankan eksistensi Indonesia sebagai negara berdaulat. Berbagai peristiwa yang memicu perdebatan publik hingga bentrokan SARA begitu kental mewarnai hngga tengah tahun 2017 ini. Yang teranyar, munculnya wacana Full Day School atau program lima hari sekolah di sekolah-sekolah negeri ini menimbulkan gelombang protes yang tidak sedikit. Pemerintah dianggap abai dalam menyelami tahap perkembangan anak-anak, membuat anak-anak terseok-seok mengikuti pelajaran, menjauhkan dunia bermain yang sepatutnya dominan mewarnai masa kanak-kanak.
Sebetulnya, kebijakan tentang lima hari sekolah sedari senin hingga jum’at ini sudah mengemuka sejak tahun sebelumnya. Menteri pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi telah melemparkan wacana ini ke publik, dengan melihat pentingnya penguatan karakter pada anak-anak dalam masa perkembangannya. Dengan latar belakangnya sebagai pakar pendidikan anak usia dini, Muhadjir Effendi meyakini pentingnya pendidikan karakter pada anak-anak. Sehingga, masa belajar yang menjadi lebih lama pada program lima hari sekolah ini tidak melulu mengenai pembelajaran formal, tapi juga penguatan karakter anak dengan bantuan para pengajar selama waktu tertentu yang ditentukan.
Puncaknya, pada 17 Juli 2017 terbitlah Peraturan Mendikbud ( Permendikbud) Tentang Hari Sekolah No 23 Tahun 2017, yang menjadi dasar formal dalam pelaksanaan program lina hari sekolah. Meski Permendikbud ini telah berupaya mengaomodir aspirasi yang muncul, dalam pelaksanaannya tetap saja tidak semulus yang diinginkan. Bentroknya waktu peaksanaaan dengan kegiatan keagamaan membuat NU menjadi salah satu lembaga yang secara frontal menolak kebijakam lima hari sekolah tersebut.
Sistem Pendidikan Akreditasi Dunia
Sekarang mari kita tengok satu negara yang berada jauh di belahan Eropa, dengan jumlah penduduk yang kurang dari 6 juta jiwa. Dengan luas wilayah seluas 338,435 km2, lebih dari setengah wilayahnya merupakan daratan dengan kawasan hutan yang juga merupakan aset bagi devisa Negara. Finlandia, demikian negara ini disebut. Terbayang daratan indah di belahan Eropa dengan pertumbuhan perekonomian yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena Finlandia termasuk salah satu Negara maju di dunia. Finlandia juga dikenal dengan keseteraan gender yang baik, yang mana diantaranya laki-laki disana tak segan dan risih untuk berperan lebih dalam mengasuh anak.
Namun tidak hanya itu. Yang paling menarik perhatian dunia pada Finlandia adalah sistem pendidikan yang dimiliki negara ini merupakan sistem pendidikan yang terbaik di dunia. Bahkan Amerika pun berada di bawah Finlandia dalam hal pendidikan. Bila kita tilik lebih dalam lagi, maka akan membuat kekagetan semakin menjadi. Saat penyematan sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik diberikan, tak pelak terbayang anak-anak yang belajar penuh kedisiplinan dengan muka lelah karena terlalu banyak belajar agar dapat menjadi terbaik. Anak-anak sekolah yang kehabisan waktu untuk bermain dan menikmati masa tumbuh kembangnya. Namun kenyataannya tidak demikian. Justru, Finlandia baru memulai pendidikan dasar saat anak berusia 7 tahun, dengan lama belajar pada rentang 3-4 jam sehari, dan istirahat mencapai 75 menit. Yang lebih mencengangkan lagi, tidak ada ujian nasional selama 9 tahun pertama sekolah.
Profesor Erno August Lehtinen, seorang guru besar pendidikan dari Universitas Turku Finlandia, pada 2016 pernah menyatakan pada salah satu media di Indonesia bahwa pendidikan dasar di Finlandia berbeda dengan negara lain. Finlandia pada awal-awal tingkat sekolah sangat menghargai anak-anak bermain bebas dan melakukan hal-hal lain dari pada hanya duduk di kelas. Hal ini semakin dimungkinkan dengan masih banyaknya kawasan hutan di Finlandia, hingga bermain di luar dapat mengekplorasi banyak tempat.
Kesehatan dan Pendidikan
Tentu saja, sistem pendidikan yang dimiliki oleh Finlandia ini membuat negara manapun berdecak dan menginginkan hal yang sama dapat terwujud di negaranya. Termasuk Indonesia. Hal ini terlihat diantaranya dari dibuatnya standar untuk masuk SD pada usia minimal 7 tahun. Di bawah usia 7 tahun tidak akan diterima. Walau masih saja sekolah swasta memberikan kelonggaran bagi siswa dengan umur di bawah 7 tahun dapat bersekolah. Lalu tahun lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melontarkan gagasan untuk meniadakan ujian nasional. Meskipun dalam kenyataannya ini hanya masalah istilah saja, karena tetap ada ujian akhir yang kewenangannya diberikan pada masing-masing propinsi ataupun kota serta kabupaten. Namun artinya, ada semangat untuk merubah sistem pendidikan menjadi lebih baik lagi.
Hanya saja, masalah pendidikan ini sebenarnya tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi. Ada banyak hal yang saling terkait satu sama lainnya yang membuat system pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Bila Finlandia kita ambil sebagai contoh, sistem pendidikan yang ada saat ini telah diupayakan sejak tahun 70-an dan 80-an. Ada tekad yang kuat pada negara untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang dimiliki. Egalitas yang begitu kuat terbentuk memberikan kesempatan yang sama pada siapapun untuk mengenyam pendidikan dengan biaya yang nyaris tidak ada. Egalitas ini menyeruak tidak hanya di sektor pendidikan, tapi juga di berbagai sektor lain. Kesinambungan antar berbagai sektor menjadikan Finlandia sebagai negara yang memiliki kualitas yang hampir sama baiknya di berbagai bidang. Seperti diungkapkan oleh the World Economic Forum dalam laporannya yang bertajuk Global Competitiveness Report 2014-2015, Finlandia menempati peringkat terbaik antara lain dalam pencapaian pendidikan dasar dan kesehatan serta Peringkat 1 dalam pengembangan inovasi.
Artinya, dapat dimungkinkan pendidikan yang baik ini selain karena sistem yang dibuat, juga karena pengaruh dari sektor lain, dalam hal ini sektor kesehatan. Dengan peringkat pendidikan dan kesehatan yang sama baiknya ini, dapat ditarik garis benang merah keterkaitan antar keduanya. Berbanding terbalik dengan Indonesia, tuntutan perbaikan masalah kesehatan ini masih menjadi tugas yang sama peliknya dengan sistem pendidikan yang ada.
Stunting
Secara umum, Indonesia masih memiliki banyak tugas untuk menuntaskan masalah kesehatan yang ada. Terkait dengan gizi, saat ini pemerintah sedang gencar berupaya mengurangi jumlah anak Stunting di berbagai wilayah Indonesia. Bedasarkan hasil pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015 , masih terdapat 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek atau stunting. Ini kabar yang buruk, karena berdasarkan standar WHO, bila stunting suatu negara masih diatas 20 % maka pemerintah harus bekerja keras untuk menurunkannya. Parahnya, ketika dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia termasuk di peringkat tertinggi dalam hal stunting.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Jadi, WHO sudah memberikan standar kapan seorang balita disebut menderita stunting.
Stunting ini menjadi erat kaitannya dengan pendidikan, karena seorang anak yang menderita stunting jelas memiliki masalah gizi akut. Gizi yang kurang akan sangat berpengaruh pada kecerdasan yang dimiliki. Dengan masih banyaknya presentase anak Indonesia yang menderita stunting, artinya secara ilmiah masih banyak anak-anak yang kecerdasannya di bawah standar yang ada.
Stunting dapat diatasi dengan meningkatkan standar kecukupan gizi, yang sebaiknya dilakukan sedari masih dalam kandungan, yang artinya ibu hamil diharapkan untuk mengonsumsi makanan yang bergizi agar berefek baik pada janin yang dikandung. Upaya perbaikan gizi untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan.
Air Susu Ibu (ASI)
Kandungan laktosa yang ada pada ASI membantu memberikan energi untuk otak. Lemak omega 6 dan omega 3 yang terdapat dalam ASI pun berperan pada perkembangan otak bayi. Asam linoleat dan asam alda linolenat yang terdapat dalam ASI akan diolah menjadi AA dan DHA yang juga sangat penting untuk perkembangan otak bayi. Karena begitu pentingnya peranan ASI ini, Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
Finlandia, sebagai negara dengan sistem pendidikan yang tidak diragukan lagi kualitasnya oleh dunia, memberlakukan kebijakan ASI eksklusif ini. Pemerintah Negara tersebut memberikan dukungan penuh pada ibu-ibu yang menyusui bayinya, bahkan kabarnya hingga memberikan imbalan untuk perbuatannya tersebut. Pemberian ASI eksklusif adalah suatu tindakan yang sangat mungkin dapat dilakukan pula di Indonesia. Mengingat ASI merupakan anugerah yang Tuhan berikan bagi setiap perempuan melahirkan, dengan kandungan nilai gizi yang sama. Sungguh sayang bila karunia ini tidak digunakan, dengan alasan karena bekerja atau khawatir bentuknya menjadi tidak indah lagi.
Sehat dan Terdidik
Tentu saja, ada niatan yang sungguh mulia dibalik permendikbud tentang lima hari sekolah. Ada semangat yang begitu kuat untuk menguatkan karakter anak bangsa sejak dini, agar dapat meneruskan amanat pejuang kemerdekaan terdahulu menjadi bangsa yang kuat dan mandiri. Namun laiknya sistem kehidupan, sub-sub sistem yang ada saling terkait satu sama lain dan saling mengisi. Ketiadaan yang satu akan membuat ketimpangan pada yang lain.
Begitu pun dalam hal pendidikan anak bangsa. Dalam perjalanannya, pendidikan tidak dapat berjalan sendiri tanpa hubungan yang intim dengan sector yang lain. Adanya benang merah yang terjalin akan mempermudah pencapaian tujuan bersama. Finlandia menjadi contoh nyata bagaimana tubuh yang sehat dengan gizi yang cukup akan melahirkan generasi dengan pertumbuhan otak yang baik, stimulus respon yang cepat, berimbas pada sektor pendidikan dengan prestasi membanggakan.
Dari fakta ini, nampak bahwa ada hubungan yang tak terbantahkan antara kemajuan sistem pendidikan dengan sektor kesehatan. Sebanyak apapun kita meniru sistem pendidikan dari negara lain, bila tidak dibarengi dengan itikad kuat dari berbagai pihak akan membuat sistem ini berhenti di tataran konsep.
Penguatan pendidikan karakter memanglah penting. Tapi apakah cara yang digunakan sudah sesuai dengan karakter anak negeri? Apakah dengan kondisi gizi buruk anak dapat menerima pengetahuan dengan baik? Mutlak jawabannya tidak. Anak-anak haruslah dalam kondisi tubuh yang sehat untuk dapat menerima setiap stimulan dengan baik, meresponnya seperti yang diharapkan. Karenanya Kementerian Kesehatan mencanangkan pemenuhan gizi yang baik sejak seribu hari pertama, terhitung sejak janin berada dalam kandungan. Egosentris antar sector harus dihilangkan, agar tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana. Sungguh sayang jika itikad baik pada pendidikan tidak disertai dengan kesiapan generasi penerus dalam menerima, baik secara kesehatan mental maupun fisiknya. Kita masih memiliki banyak tugas untuk dibenahi, termasuk dalam membangun skema berpikir tentang pentingnya hidup sehat baik jiwa maupun raga untuk perkembangan kognitif .(…)
referensi:
http://edukasi.kompas.com/read/2017/06/21/04120011/seriuslah.terhadap.pendidikan.
http://www.hipwee.com/feature/sekolah-cuma-5-jam-tanpa-pr-ujian-nasional-kenapa-orang-finlandia-bisa-pintar/
https://news.detik.com/wawancara/3323020/profesor-finlandia-perhatikan-kualitas-pengajaran-bukan-lamanya-belajar
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/…/situasi-balita-pendek-2016.pdf