Sabtu, April 27, 2024

HUTRI72 – Pancasila, Realitas Penerapannya dan Keutamaan Peran Pemuda

Fathir Imran
Fathir Imran
Seorang mahasiswa yang sering galau melihat kondisi negara yang sedang tidak baik-baii saja

Pada tanggal 1 Juni 1945 sebelum kemerdekaan Indonesia dideklarasikan, Ir. Soekarno memutuskan Pancasila atau lima prinsip/asas yang dijadikan Indonesia sebagai ideologi bangsa agar Indonesia tetap kokoh. Namun dengan mengintip kenyataannya sampai sekarang penerapannya masih jauh dalam harapan bangsa ini. Melihat dan merasakan kondisi saat ini saya sebagai pemuda penerus bangsa sangat gelisah melihat Indonesia yang sudah merdeka selama 72 tahun dengan umur yang sudah tua namun cita-cita belum tercapai. Hal ini bagaikan manusia yang sudah berumur 72 tahun dengan cita-cita yang belum tercapai.
Pada sila pertama, founding father menyatakan “Ketuhanan yang Maha Esa”. Kandungan kalimat ini bukan bermakna Tuhan itu satu akan tetapi dalam kajian sebenarnya bermakna sifat-sifat mulia Tuhan yang mutlak harus ada dalam bangsa Indonesia. Dengan demikian rakyat Indonesia seharusnya memiliki sifat-sifat Tuhan agar Indonesia bermoral dan tetap saling menghargai serta menghormati sesama manusia meskipun berbeda agama. Kebebasan beragama , saling menghormati pengnut kepercayaan yang berbeda dan tidak memaksakan suatu kepercayaan kepada orang lain atau dengan kata lain toleransi dalam beragama sangat ditekankan pada sila pertama ini. Namun, realitas penerapan saat ini belum sesuai harapan karena masih banyak rakyat yang saling menyalahkan antar agama satu dengan yang lain, saling membunuh sampai esensi dari beragamapun hilang. Pemuda Indonesia seharusnya menyadari hal mendasar ini sebagai warga negara Indonesia agar nantinya tidak ada lagi saling menyalahkan akan tetapi dapat menjalan pesan agama secara benar dan diharapkan mengabdi kepada bangsa sebagai bentuk ibadahnya kepada Tuhan.
Beralih kepada prinsip bangsa yang kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kemanusiaan atau hak-hak manusia yang ada di Indonesia seharusnya diberikan secara adil dan tidak subjektif. Hukum harus memandang sama manusia di Indonesia tanpa terkecuali dan tidak berprinsip tajam ke bawah tumpul ke atas. Dengan adanya kata beradab yang bermakana berbudaya maka seluruh persoalan kemanusiaan di Indonesia seharusnya diselesaikan dengan adil dan dengan landasan budaya yang ada di Indonesia. Namun, ketika melihat kondisi Indonesia di media-media, tidak sedikit pejabat-pejabat yang korupsi namun masih diupayakan untuk lepas dari hukum dan rakyat yang hanya mempunyai sedikit kesalahan tetapi dihukum berat. Kasus Ketua DPR RI seakan mematikan kepercayaan rakyat kepada mereka yang katanya wakil rakyat. Rakyat sangat dapat menilai bahwa DPR RI sudah disorientasi dari fungsinya. Alangkah sedihnya sebagai pemuda penerus bangsa melihat wakilnya yang menghancurkan rakyatnya sendiri pada ulang tahun RI yang ke 72 ini.
Mencoba mengkorek lagi makna sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Nasionalisme sangat diutamakan pada prinsip ini. Rasa satu yang begitu kuatnya, maka dari padanya harus timbul rasa cinta bangsa dan tanah air. Menghilangkan penonjolan kekuatan dan kekuasaan serta tidak mementingkan golongan. Namun ketika melihat realitasnya sekarang saya seakan ingin tertawa karena sekarang masih banyak golongan yang masih menonjolkan kerasisannya terhadap golongan lain. Persoalan partai pun sekarang sebenarnya jika kita ingin menganalisis mereka lah yang sudah mencederai makna sila ini karena mendisorientasikan fungsinya sendiri. Masing-masing partai lebih mementingkan lagi keuntungan golongannya dibandingkan kepentingan rakyat RI meskipun tidak semua. Dengan melihat setiap pemihan pemimpin tiap tahunnya sila ketiga pun dirasakan semakin jauh dari harapan karena mereka saling menjatuhkan dengan strategi politiknya masing-masing. Inikah esensi sila ketiga yang di contohkan oleh pemimpin bangsa yang sudah berumur tua ini.
Belum lagi makna prinsip bangsa yang ke-empat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Rakyat memang harus dipimpin oleh rasa kebijaksanaan melalui musyawarah. Namun lagi-lagi seringkali kita melihat proses musyawarah persidangan yang ada di gedung parlemen saling menyalahkan dalam berargumentasi hingga tertidur. Teringat kutipan lagu Iwan Fals “wakil rakyat bukan paduan suara” “jangan tidur waktu sidang soal rakyat” memang mengkritik realitas yang ada. Hikma kebijaksanaan tidak akan tercapai apa bila pemuda dari sekarang tidak menyadari akan hal itu. Sebagai contoh DPR RI sekarang sudah beberapa kali direkomendasikan untuk merancang Undang-undang Teroris namun sampai sekarang belum ada hasilnya, padahal konstitusi tersebut sangat penting untuk segera disahkan dengan melihat kondisi bangsa sekarang ini akan tetapi mereka malah membentuk Panitia khusus Hak Angket yang sebenarnya tidak diperlukan dan tidak penting dibandingkan UU teroris. Inilah dampak dari kinerja wakil rakyat yang tidak mengindahkan makna sila ke-empat. Seharusnya mereka betul-betul sibuk mengurusi rakyat, menampung dan mengelolah aspirasi rakyat dengan upah yang besar yang mereka terima tiap bulannya.
Terlebih lagi pada sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sangat jauh dari harapan ketika ketika melihat kondisi pulau Papua yang serba mahal. Belum lagi infrastruktur di Papua yang masih ketinggalan jauh dibandingkan di pulau Jawa. Pulau-pulau lain pun sangat tidak marasakan manfaat dari prinsip keadilan sosial ini padahal umurnya sudah 72 tahun. Seharusnya pembangunan harus merata sesuai kebutuhan tanpa memandang perbedaan.
Oleh karena itu sebagai pemuda penerus bangsa seharusnya sadar bahwa kita adaah khalifah di bumi ini bagi seluruh alam tanpa terkecuali manusia. Hal yang dapat kita lakukan untuk merawat kemerdekaan ini dengan bersama-sama memahami, memaknai dan menerapkan ideologi Pancasila ini sebagai prinsip bangsa dan individu masing-masing pemuda agar Indonesia semakin tua semakin membuahkan hasil dan mencapai cita-citanya. Sebagai pemuda haruslah menjadi benteng idealis sebagaimana kata Tan Malaka pencetus Republik ini “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda”. Apa bila idealisme tumbang maka siap-siaplah sebuah negara akan hancur dan sebaliknya apa bila itu ditegakkan maka pancasila akan tercapai dan negara akan kokoh. Seorang filsuf pernah mengatakan bahwa pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan. Benar bahwa kitalah pemuda pemimpin masa depan itu yang mesti sadar akan problematika NKRI sehingga dengan kekuatan dan peran pemudalah kemerdekaan kita dapat terawat dengan melalui penerapan ideologi pancasila. Dengan sendirinya Indonesia akan benar-benar merdeka secara total.
#HUTRI72
#IndonesiaMerdeka
#Pancasila
Email: ahmadfathirimran@gmail.com
Nama: Ahmad Fathir Imran.
TTL: Palopo, 3 Desember 1996
Pekerjaan: Mahasiswa.
Alamat: BTN. PAO-PAO PERMAI BLOK F.9 NO.10.
Asal: Kota Makassar.
Hp: 082187671403.
Organisasi: HMI
HMPS ACCESS FBS UNM
IAPIM

Fathir Imran
Fathir Imran
Seorang mahasiswa yang sering galau melihat kondisi negara yang sedang tidak baik-baii saja
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.