Selasa, April 23, 2024

Jokowi Umunkan Program 1 RT 1 Rumah Baca

Sabda Armandio
Sabda Armandio
Penulis novel "24 Jam Bersama Gaspar"

Pagi tadi, Sabtu 7 Juli 2018, Jokowi membatalkan beberapa proyek pembangunan jalan tol dan mengalihkan dananya untuk program “1 RT 1 RB” (Satu Rukun Tetangga Satu Rumah Baca). Program ini merupakan bagian kecil dari kebijakan Otonomi Desa yang diusungnya.

“Jadi, tiap orang di satu desa urunan untuk membangun fasilitas di desa itu,” kata Jokowi di Istana Negara, “uang yang terkumpul nanti bisa digunakan buat membebaskan satu tanah atau rumah dan warga mengembangkannya bersama-sama. Rumah bersama itu bisa menjadi sentra kegiatan satu RT, di dalamnya ada pertanian hidroponik dan rumah baca. Kan sekarang banyak, tuh, vlogger-vlogger yang kasih tips dan trik bercocok tanam di dalam ruangan.”

Jokowi juga menegaskan bahwa saat ini hal yang krusial di Republik Indonesia adalah minimnya kesadaran umum untuk menghargai perbedaan. “Padahal ini masalah klasik, lho. Seharusnya sudah selesai waktu zaman Pak Harto, tapi, ya, apa boleh buat? Mumpung belum terlambat, salah satu cara membangun kesadaran pluralisme dan sekularisme itu ya dengan banyak baca; terbuka pada pengetahuan dari dunia luar. Kita menyiapkan masyarakat yang seperti spons, menyerap apa saja dan membicarakannya dengan santai sambil ngopi-ngopi di rumah yang sudah dibebaskan itu.”

Jokowi mengaku, hal ini disadarinya setelah dia membaca buku Budidaya Ternak Lele Kolam Terpal untuk Anarkis Pemula yang ditulis oleh penulis anarko-primitivisme kontemporer Sabit Tjahaja Cyb3rpvnk. “Sabit itu sengaja datang dari masa depan, saya kira, untuk mengingatkan kita semua tentang siapa sebenarnya diri kita,” ungkapnya.

“Kita di sini bukan hanya skala nasional—bukan, kita sebagai manusia, kita yang internasional. Tapi, ya, kita memaknai buku Budidaya Ternak Lele Kolam Terpal untuk Anarkis Pemula itu secara kontekstual, membacanya dengan penuh kesadaran bahwa situasi saat ini berbeda dari situasi di masa depan. Di masa depan itu kan ternak lele digunakan sebagai salah satu medium penghancur peradaban, saat ini yang kita pakai semangat ternak lele-nya, semangat kolektifnya.”

Menurut Jokowi, masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan kolektivisme. Bangsa kita terbiasa pergi bersama-sama ke mana-mana: mandi bersama di sungai, turun bersama ke sawah, bahkan mengapel ke rumah pacar bersama-sama. Bakat kebersamaan ini melahirkan budaya urunan yang merupakan modal awal untuk membangun Rukun Tetangga sendiri. Struktur pemerintahan terkecil dari suatu negara. Taman Baca tiap RT, menurut Jokowi, akan menumbuhkan kesadaran toleransi tanpa perlu repot-repot dipaksa toleran.

“Ini juga untuk menekan angka akun-akun media sosial yang bawel mengajarkan toleransi, tapi ndak dibaca oleh orang yang ndak main media sosial. Dan malah melahirkan generasi intoleran karena mereka maksa-maksa orang buat toleran. Orang ndak mau toleran kok ya dipaksa-paksa? Kayak Hitler saja. He-he-he,” kata Jokowi. “Kan lebih baik pemerintah memfasilitasi warga untuk belajar sendiri, mengerti sendiri, dan mempraktikkannya sendiri?”

Bersama itu pula, Jokowi mencanangkan program Peremajaan Sastra Indonesia. Dia menilai banyak sekali sastrawan dan sastrawati Indonesia yang tidak dikenal oleh anak-anak muda, penyebabnya adalah kurangnya penyuluhan di desa-desa dan sulitnya akses buku. Jokowi membuat tim untuk meringkas karya-karya sastra untuk dibaca oleh anak-anak tingkat TK sampai SMA.

“Setiap tingkat levelnya berbeda. Misalnya untuk TK bisa dibuat versi komiknya, dan saat SD dikasih versi ringkas,” terangnya. “Negara-negara maju sudah melakukan hal ini, ya, kita tinggal meniru cara mereka.”

Bagi Jokowi, selama ini pengeluaran pajak dipakai untuk hal-hal yang membosankan, sampai-sampai dia sendiri bosan jadi presiden. Namun, persepsinya berubah setelah membaca buku Budidaya Ternak Lele Kolam Terpal untuk Anarkis Pemula. Kekuatan membaca cerita bukan terletak pada hikmah yang sengaja disusupkan oleh penulisnya, melainkan pada pengalaman-pengalaman yang dijumpai pembaca dalam proses membaca. Karena itu, penulis tidak perlu repot-repot menjadi pengkhutbah. Lebih baik fokus untuk membuat cerita yang ditulis dengan benar, “Begitu kata Sabit, dan saya kira itu penting untuk saya sampaikan,” kata Jokowi.

“Rumah Baca itu nanti akan melahirkan pribadi-pribadi yang beragam, sesuai penafsiran mereka terhadap teks, tetapi memiliki satu tujuan yaitu merawat kemanusiaan. Wacana toleransi bukan hal yang mustahil jika kita memulainya melalui institusi pendidikan yang benar-benar fokus pada kemanusiaan, bukan untuk menyusupkan ideologi-ideologi apalagi sekadar formalitas. Anak-anak pergi ke sekolah itu bukan cuma untuk punya ijazah dan membanggakan orang tuanya, tetapi untuk belajar mengenal diri sendiri. Saya kira itulah yang selama ini luput dari program kerja saya dan presiden-presiden sebelumnya. Kalau dipikir-pikir, ya, kami ini presiden-presiden yang payah dan sebetulnya tidak peduli dengan kemajuan negara. Duh, saya jadi pengin nangis.”

Program RT-sentris ini rencananya akan mulai dijalankan sore ini juga, sebelum pemilu dimulai, untuk mencegah keributan yang tidak perlu saat pemilu. Setiap desa akan sibuk dengan urusan masing-masing, misalnya membuat proposal untuk pemasangan internet di rumah bersama yang baru mereka beli, merapikan buku-buku, serta membuat rencana yang efektif untuk menggaet minat baca sehingga tidak sempat lagi membicarakan pemilu.

Jokowi menilai, keributan tidak perlu terjadi seandainya rakyat sepakat untuk golput dan membentuk dewan-dewan di setiap Rukun Tetangga. Dewan-dewan ini nantinya bekerja untuk RT mereka, mengakomodir sistem patungan, dan melahirkan generasi Indonesia yang sama sekali baru sehingga cukup dewasa untuk melangsungkan pemilu presiden—kalau masih perlu presiden.

“Di rumah bersama di tiap RT itu nanti, warga bisa bikin hal-hal yang asyik, misalnya, memutar film setiap akhir pekan. Kan sudah banyak akses untuk mendapat film-film lama? Jadi ndak perlu lagi fitnah-fitnah dan bikin berita bohong, ndak perlu lagi bermusuhan, warga sibuk asyik-asyik,” ujar Jokowi.

“Dengan budaya membaca yang dipupuk sejak dini, kita juga bisa menghentikan produksi politikus yang hobi bikin puisi jelek tapi narsis minta ampun. Dengan program ini, saya harap saya berkontribusi untuk membangun utopia yang digagas Sabit Tjahaja Cyb3rpvnk—cahaya kita bersama.”​

Sabda Armandio
Sabda Armandio
Penulis novel "24 Jam Bersama Gaspar"
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.