Jumat, April 19, 2024

Youtuber Bikin Prank Ojol untuk AdSense?

Handika Arisandy
Handika Arisandy
Mahasiswa Ilmu Komunikasi pascasarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta

Youtube menjadi situs yang populer, karena semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi content creator atau pembuat konten yang kreatif kemudian di-upload di youtube sehingga menjadi populer channel youtube tersebut, kepopuleran ini mendatangkan banyak income atau pemasukan bagi content creator (Hartoko, 2011). Content creator youtube mendapatkan pemasukan ekonomi dengan cara menjadi mitra youtube (Hartoko, 2011).

Youtube menjadi situs populer berbagi video di dunia dengan pengguna setiap bulan lebih dari 1,9 miliar pengguna yang login dan mengunjungi youtube, setiap hari orang menonton lebih dari satu miliar jam video dan menghasilkan miliaran penayangan (data diambil melalui website situs resmi youtube.com).

Youtube sangat menarik banyak minat orang yang ingin menjadi content creator yang dapat menghasilkan income (uang), sehingga orang-orang berlomba untuk mendapatkan AdSense yang diperoleh dari YouTube. Banyak genre atau aliran video yang terdapat di YouTube, salah satunya konten prank atau jebakan penipuan.

Belakangan ini pada November hingga awal Desember 2019, konten prank menjadi trending topic perbincangan hangat netizen karena konten prank yang dilakukan oleh Youtuber ini menge-prank para ojek online. Ojek online adalah orang atau pengemudi yang menjadi mitra dari layanan aplikasi berbasis pemesanan secara online. Di Indonesia terdapat aplikasi yang banyak dipakai oleh masyarakat, platform penyedia layanan transportasi secara online yaitu Gojek dan Grab.

Youtube merupakan platform media digital berbagi video yang memiliki beberapa peraturan, akan tetapi masih ada video yang tidak sesuai dengan syarat dan kriteria yang berlaku di YouTube seperti konten prank, pada awalnya mulanya konten prank yang dibuat oleh para content creator bertujuan untuk menggugah rasa empati dari penonton akan tetapi malah reaksi atau tanggapan dari para penonton banyak yang merasakan kekesalan (negatif).

Para content creator malah mengkomodifikasikan para driver ojek online. Komodifikasi adalah cara transformasi suatu barang, jasa, atau tenaga dari seseorang dengan bertujuan untuk menjadikan objek dagang sehingga dapat menghasilkan keuntungan (uang) (Mosco, 2009) sebagai sebuah alat untuk menghasilkan AdSense yang diperoleh dari YouTube. Walaupun pada akhirnya content creator Youtube tadi mengakui bahwa driver ojek online sedang ada dalam content prank-nya dan memberikan sejumlah uang (yang lebih dari harga yang dipesan).

Melanie Green dan Timothy Brock menggambarkan tentang transportation theory, ketika seseorang atau individu yang terhanyut (terangkut) dalam sebuah cerita atau cerita dari dunia realitasnya yang disajikan sebuah media (Littlejoh, Foss, & Oetzel, 2017). Sehingga mereka karena terlalu hanyut dalam sebuah cerita atau narasi sampai pada titik lupa waktu dan kehilangan tempat (realita) selain itu penonton mengalami emosi yang kuat (positif atau negatif) sesuai dengan cerita atau narasi yang disajikan (Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017).

(Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017).  “Orang-orang dapat terangkut (hanyut) ketika membaca, menonton, atau mendengarkan berbagai jenis media” (p. 167). Melanie Green dan Timothy Brock menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa individu dapat terangkut (hanyut) dalam sebuah cerita atau narasi:

  • Memiliki suatu hal yang bisa dibayangkan seperti alur cerita, karakter dari peran (yang terdapat dalam cerita), dan apakah cerita itu seperti hal yang nyata.
  • Proses terangkutnya penonton juga tergantung pada kedekatan materi, tingkat pendidikan, kemudahan, dan sejauh mana ketertarikan dari penonton terhadap cerita atau narasi yang ditontonnya (Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017).

Theory transportation ini memiliki konsekuensi yang penting bagi khalayak:

  • Transportation dapat memiliki manfaat bagi khalayak yang menonton seperti melarikan diri dari realitanya, transformasi diri, dan meningkatkan empati.
  • Transportation dikaitkan dengan kenikmatan bagi penontonnya termasuk koneksi dengan karakter dan interaksi dengan media.
  • Transportation dikaitkan dengan perubahan perilaku dan sikap dari penonton, penonton dapat memilih bagaimana atau apa yang ingin dirasakan dari karakter yang terdapat dalam alur cerita tersebut (Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017).

Tom van Laer dan rekan-rekannya mengkaji atau memperluas model transportation theory yang dikemukakan oleh Green dan Brock, mereka menjelaskan bahwa karakteristik dari pembuat cerita atau narasi berpengaruh kepada khalayak yang menonton pada tingkat transportasi naratif, dan transportasi dikaitkan dengan berbagai hal hasil, termasuk respon afektif (emosional), pemikiran kritis, kepercayaan, sikap, dan niat untuk bertindak setelah menonton atau terhanyut dalam cerita yang disajikan (Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017).

Cerita yang disajikan pada kasus ini adalah content creator YouTube prank ojek online. Khalayak yang menonton terpengaruhi oleh media atau content prank ojek online yang ada di YouTube.

Karena penonton membayangkan (ikut hanyut) dalam narasi atau cerita content prank mereka berada pada posisi driver ojek online penonton merasa kesal (emosional) karena para driver ojek online sedang melakukan pekerjaan yang menyangkut dengan keberlangsungan hidup dari keluarganya.

Akan tetapi, ketika sebuah pekerjaan dijadikan bahan (content) prank merupakan tindakan yang salah, para content creator Youtube sudah memanfaatkan para driver ojek online untuk dijadikan sebuah tema atau bahan (komodifikasi) yang dijual kepada khalayak dengan cara mengunggahnya ke sosial media YouTube sehingga dapat menghasilkan keuntungan (uang) yang didapatkan dari AdSense Youtube.

Content creator Youtube seharusnya dapat menyajikan video yang lebih bermanfaat yang tidak merugikan orang lain dan harus lebih sesuai dengan peraturan yang ada di YouTube seperti yang sudah ditulis oleh Hartoko (2011) di bukunya yang berjudul Berlomba Jadi Populer di YouTube dan dapat dilihat juga di situs resmi YouTube.

Karena khalayak yang menonton video content-content yang ada di platform Youtube dapat bertransportasi (hanyut) dalam narasi atau cerita (video) yang ditonton. Sehingga para content creator tidak hanya mementingkan untuk popularitas semata yang berdampak pada meningkatnya jumlah view dalam videonya dan cenderung mengkomodifikasikan seseorang sebagai bahan atau topik dalam videonya.

Dampak yang ditimbulkan juga banyak dampak akibat (negatif) seperti komentar-komentar pada gambar di atas respon negatif banyak diberikan dalam kolom komentar yang ada di Youtube. Respon ini sudah terlihat jelas mengindikasikan karena khalayak yang menonton ikut terhanyut dalam cerita yang berkaitan dengan emosional mereka sehingga memberikan respon yang negatif kepada para content creator YouTube yang membuat content prank.

Handika Arisandy
Handika Arisandy
Mahasiswa Ilmu Komunikasi pascasarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.