23 Agustus 1963 di kota Surakarta lahir seorang sosok laki-laki berjiwa besar dengan semangat perjuangan yang gigih. Dia adalah Wiji Thukul. Seorang Sastrawan ternama dan aktivis gigih yang tidak pernah takut dengan kekejam rezim massanya. Seandainya dia masih ada ini adalah hari yang berbahagia bagi dirinya karena genap merayakan ulang tahunnya yang ke 57 tahun.
Wiji Thukul adalah sosok seorang yang pemberani. Kita dapat melihatnya melalui karya-karya yang ditulis beliau. Kekejaman rezim pada zaman orde baru yang melarang banyak pihak termasuk para sastrawan untuk mengkritik rezim pada waktu itu tidak membuatnya bungkam.
Salah satu Karya mahabesar Wiji Thukul berjudul “ Peringatan “ dapat menunjukan kepada kita betapa ia cinta akan kebenaran dan keadilan sehingga dengan suara keras di bait terahir puisi tersebut bagaiman ia berjuang.
“Apabila usul ditolak tanpa ditimbangSuara dibungkam kritik dilarang tanpa alasanDitudud subversif dan menggangu keamananMaka hanya satu kata: lawan!” (Wiji Thukul, 1986)
Itu adalah sepenggal bait bagaimana bentu perlawanan seorang Wiji Thukul melalui karya sastra (puisi) dan kata-katanya. Banyak realitas penindasan terhadap kehidupan disekeliling Wiji Thukul Thukul yang membuatnya geram dan bergerak untuk menyelesaikan dan membela kaum-kaum tertindas tersebut.
Kelebihan puisi yang ditulis oleh sosok Wiji Thukul bagi saya adalah bagaimana ia mampu membangkitkan emosi pembaca dengan menggambarkan realitas yang seadanya, menggunakan bahasa yang sederhana sehingga siapa saja yang membaca karya mudah untuk memahami, serta puisinya begitu populer dikalangan masyarakat, termasuk kaum kecil atau tertindas.
Dia adalah aktivis sejati. Ia terlibat secara aktif bersama dengan kaum tertindas pada zaman itu untuk membongkar mafia dan kekejaman rezim pada massanya ( rezim orde baru). Keberpihakan Wiji Thukul sangat jelas kepada orang-orang tertindas.
Wiji Thukul sejak 1998 sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya, banyak kalangan menyebutkan bahwa aktivis ini diduga diculik oleh militer (Merdeka.com. 25 Juni 2020. Dilansir dari siaran Pers Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban tindakan Kekerasan (Kontras ) No: 7/ SP-KONTRAS/II/ 2000 tentang Hilangnya Wiji Thukul.
Dalam siaran pers tersebut dituliskan “ hilangnya Wiji Thukul pada sekitae Marer 1998 kami duga kuat berkaitan dengan aktifitas yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktifitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru. Operasi pembersihan tersebut hampir merata dilakukan diseluruh wilayah Indonesia. Kita mencatat dalam berbagai operasi, rezim Orde Baru juga melakukan penculikan terhadap para aktivis (22 orang) yang hingga saat ini 13 orang belum kembali.” (sumber: kontras.org.)
Melalui Siaran Pers di atas kita dapat mengetahui bahwa hilangbya sosok Wiji Thukul tidak terlepas dari kegiatan politik waktu itu. Saya juga menduga kuat motif utama hilangnya sosok Wiji Thukul tidak terlepas dari kritikan-kritikannya yang keras terhadap rezik yang berkuasa pada waktu yang tidak bekerja untuk rakyat tetapi sebaliknya mendindas rakyat ( seperti kebebasa berekspresi dan mengeluarkan pendapat dibatasi).
Saat ini, entah dimanapun Wiji Thukul berada, baik masih dalama persembunyian rezim Orde Baru ataupun entah ia telah berpulang pada yang Kuasa, karya-karya terus dipekik terlebih untuk melawan segala bentuk ketidakadilan di Negeri ini.
Wiji Thukul dalam Semangat Pergerakan Mahasiswa
Bagi sebagian besar kalangan Mahasiswa nama Wiji Thukul dan karya-karyanya tidak asing di dengar. Pekikan “Maka hanya satu kata: Lawan “ menjadi jargon mahasiswa dalam melakukan pergerakan-pergerakan, terlebih khusus saat aksi-aksi demonstrasi karena ada penyimpangan atau ketidakadilan yang dibuat oleh penguasa. Semangat pergerakan Wiji Thukul mesti menjadi teladan bagi kalangan aktivis Mahasiswa.
Pekikan “ maka hanya satu kata : lawan “ bukan sekedar kalimat untuk menghiasi jalannya orasi saat demostrasi atau aksi-aksi lainya, namun itu lebih dipandang sebagai suatu bentuk perlawann atau senjata dalam berperang melawan ketidakadilan.
Bagi saya gerakan Mahasiswa hari ini harus benar-benar merupakan gerakan yang murni untuk melakukan perlawanan terhadap rezim yang otoriter, rezim yang korup dan murni memperjuangkan kepentingan kaum yang tertindas. Gerakan Wiji Thukul bagi saya memberi pesan kepada Mahasiswa agar benar-benar gigih dalam memperjuangkan keadilan serta menghindari tunggangan dari kelompok tertentu dalam melakukan pergerakan.
Saat ini, banyak kondisi sosial yang rusak yang mengharuskan kepekaan Mahasiswa untuk bergerak dalam memperbaiki kondisi-kondisi yang rusak tersebut. Wiji Thukul selalu memberikan pesan-pesan moral yang baik kepada kita untuk bagaimana mahasiswa melakukan pergerakan ditengah persoalan-persolan tersebu.
Bagi saya, kegigihan Wiji Thukul juga memberi pelajaran bagi aktivis Mahasiswa untuk tetap gigih dalam berjuang. ‘Jagan takut’ adalah pesan yang dapat saya petik dalam semua karya Wiji yang sangat kontekstual dengan kondisi Mahasiswa hari ini yang dihadapkan dengan beragam masalah sosial, politik, hukum dan masalah lainnya.Kkarya lain yang menginspirasi Mahasiswa untuk bergerak dan tidak tidur melihat ketidakadilan adalah puisi apa guna. “ apa guna baca buku kalau mulut kau bungkam melulu “ ini memberi pesan kepada Mahasiswa agar mengaplikasikan apa yang kita baca untuk mengatasi persoalan sosial.
Sebagai agen kontrol dan agen perubahan, sangat tidak bergunan jika Mahasiswa tidak mengaplikasikan ilmu yang didapatkan untuk kepentimgan masyarkat. Marwah mahasiswa sebagai agen kontrol dan perubahan akan mati jika hanya diam dan tidak bergerak dalam melihat dan melawan ketidakadilan tersebut.
Selamat ulang tahun Wiji Thukul. Semangat juangmu akan terus kami ikuti. Karya-karyamu tidam akan pernah mati atau diculik oleh siapapun. Jangan takut, jangan bungkam. LAWAN!