Jumat, April 19, 2024

Wafatnya Sang Putra Reformasi

Apriya Rustandi
Apriya Rustandi
Universitas Pendidikan Indonesia

“Turut berduka cita yang gugur dalam perjuangan membela kebenaran, kita akan melanjutkan barisan perjuanganmu” (Poros Revolusi Mahasiswa Bandung). Indonesia telah kehilangan tiga mahasiswa putra yang tewas pada saat aksi tanggal 24 September kemarin diantaranya Muhammad Yusuf Kardawi dari Universitas Halo Oleo, Immawan Randi dari Universitas Halo Oleo dan Bagus Putra Maendra dari SMA Al-Jihad Tanjung Periuk.

Kejadian ini sangat disayangkan oleh semua pihak, demonstrasi damai yang diharapkan berujung cheos dan menyebabkan tiga nyawa melayang. Padahal setiap manusia sudah dijamin akan hak asasi manusianya termasuk hak untuk hidup.

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan Konvensi Internasional lainnya.

Bahkan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh beberapa aliansi BEM mahasiswa seluruh Indonesia ini sudah dijamin dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia dengan didukungnya fungsi dari kepolisian yakni harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum, keadilan serta salah satu fungsi lainnya yakni fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut menjadi fungsi dari polisi yang pada hakikatnya harus mengayomi warganya.

Disamping mendapat fungsi mengayomi warga, polisi pun mempunyai wewenang melakukan upaya diskresi jika ada dari demonstran yang tidak mentaati peraturan saat demonstrasi hal ini tertera pada Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia yang berbunyi untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

Yang dimaksud dengan “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.

Dalam membentuk tindakan yang betul-betul untuk kepentingan umum hal ini diperkuat lagi dengan adanya pasal 34 ayat 1 yang mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia.

Selain itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya.

Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.

Adapun kriteria demonstran yang baik dapat kita lihat dalam pasal Pasal 8 Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang  Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Jika kita ambil pointnya maka pada saat demonstrasi dilarang menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan.

Demo juga dilarang dilakukan di Lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, obyek-obyek vital nasional, dan instalasi militer dalam radius kurang dari 150 meter dari pagar luar. Dilarang demo di luar waktu yang ditentukan. Dilarang demo tanpa pemberitahuan tertulis kepada polri. Dilarang demo yang melibatkan benda-benda yang membahayakan.

Jika pelaku yang anarkis tersebut tertangkap maka sesuai dengan pasal 27 (1) Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi, tidak dilakukan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual. (2) Upaya penangkapan pelaku pelanggaran dapat dilakukan seketika pada saat peristiwa terjadi, namun bila tidak memungkinkan dengan pertimbangan akan menimbulkan dampak yang lebih luas, maka penangkapan dapat dilakukan di kemudian hari. (3) Proses penanganan terhadap pelaku pelanggaran dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melakukan tindakan upaya paksa pun harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, antara lain: a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan tindakan kekerasan, dan menghujat; b. keluar dari ikatan satuan atau formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan; c. tidak patuh dan taat kepada perintah penanggungjawab pengamanan di lapangan sesuai tingkatannya; d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya; e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM; dan f. melakukan perbuatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Siapapun pelakunya baik itu dari salah satu golongan atau bukan sudah barang tentu jika mengenai hak asasi manusia, apalagi penghilangan atas nyawa seseorang pastilah ada sanksi yang berlaku.

Lalu jika ada aparat kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap demonstran ini akan kembali ke pasal 35 ayat 1 mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sekalipun bentrokan yang terjadi antara polisi dan mahasiswa, tapi tidak menutup kemungkinan ada oknum tertentu yang memanfaatkan situasi emas ini, maka sampai saat ini belum ada informasi pasti mengenai pelaku atas tewasnya putra bangsa. Terlepas dari semua ini sudah saatnya hukum patut dijunjung tinggi, karena ini mengenai hak asasi manusia yang kita miliki bersama.

Himbauan agar demonstran selalu memakai cara-cara damai dan terbaik dalam menyampaikan aspirasi masyarakat dan begitu pula dengan polisi sebagai aparat negara yang dipercaya tetap dan harus menjunjung tinggi kode etik profesi kepolisiannya demi menjaga warganya terutama mahasiswa sebagai putra negara ini yang sudah pasti sebagai penerus bangsa nantinya.

Apriya Rustandi
Apriya Rustandi
Universitas Pendidikan Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.