Sabtu, November 23, 2024

Vina, Melodi Kelam di Balik Layar Putih

Hanik Idekro Maita
Hanik Idekro Maita
Mahasiswa aktif semester 2 Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga
- Advertisement -

Mencari Jejak Keadilan di Antara Pecahan Film

Kematian Vina pada tahun 2016 kini kembali terangkat setelah penayangan film “Vina: Sebelum 7 Hari” di bioskop. Bahkan film tersebut menjadi booming banyak diperbincangkan oleh netizen di media sosial. Film “Vina: Sebelum 7 Hari” bagaikan melodi kelam yang menggema di balik layar putih. Di balik gambar yang memikat, tersembunyi kisah tragis Vina, se orang anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual dan pembunuhan. Film ini mengantarkan pada pergulatan moral dan pencarian keadilan yang tak kunjung usai.

Tragedi ini berawal saat Vina dan Eky bersama teman-temannya berkendara melintasi depan SMP 11 Kalitanjung. Pada saat itu, Vina dibonceng Eky menggunakan sepeda motor. Kemudian Vina dan Eky beserta teman-temannya dilempari batu oleh sekelompok geng motor berandalan. Setelah melempar batu, sekelompok pelaku geng motor mengejar Vina dan Eky bersama teman-temannya.

Dalam aksi kejar-kejaran, temen-temen Vina dan Eky berhasil lolos dari kejaran sekelompok geng motor dan melarikan diri. Sekelompok pelaku geng motor telah membawa bambu sebagai senjatanya, kemudian memepet Vina dan Eky. Sementara itu Vina dan Eky tidak bisa melarikan diri, mereka dihantam dengan bambu hingga kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh ke aspal di jalan layang Kepongpongan Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.

Perlakuan keji dari sekelompok geng motor berandalan tidak berhenti sampai di situ. Setelah menghantam Vina dan Eky dengan bambu hingga jatuh. Sekelompok geng motor membawa Vina dan Eky ke sebuah tempat sepi dan gelab di depan SMP 11 Kalitanjung. Mereka memperkosa Vina secara bergilir dan menganiaya Vina dan Eky hingga meninggal dunia.

Setelah sekelompok geng motor menghabisi nyawa Vina dan Eky, sekelompok geng motor itu membuat sebuah alibi untuk menghilangkan jejak dari aksi kebiadapan mereka. Mereka membuang Vina dan Eky di jembatan Kepongpongan agar seolah-olah mereka korban dari kecelakaan lalu lintas.

Tragedi dibalik film “Vina: Sebelum 7 Hari”

Pada Film “Vina: Sebelum 7 Hari” diproduksi oleh Dee Company dan disutradarai oleh Anggy Umbara, yang sebelumnya membesut Siksa Neraka. Film “Vina: Sebelum 7 Hari” dibintangi oleh Nayla Denny Purnama sebagai Vina, Lydia Kandou sebagai Neraka, dan syuting berlangsung di seluruh Cirebon, termasuk di fly over jalan Pangeran Cakrabuana di Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon, tempat kisah tragis Vina dan Eky dimulai. Pada bulan November 2023, proses syuting berlangsung selama tiga puluh tiga hari.

Keluarga awalnya mengira mereka meninggal karena kecelakaan di jalan. Tapi seiring berjalannya waktu, banyak hal yang mencurigakan muncul, sehingga polisi akhirnya memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Misalnya, pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon pada tahun 2016 masih menjadi misteri yang belum terselesaikan. Meskipun beberapa pelaku telah ditangkap, masih ada banyak pertanyaan yang belum dijawab tentang pembunuhan tersebut. Beberapa data yang diketahui adalah sebagai berikut:

Kasus Pembunuhan: Vina dan Eky ditemukan tewas dalam kondisi tubuh yang sangat parah. Polisi awalnya mengira keduanya meninggal akibat kecelakaan di jalan. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak hal yang mencurigakan muncul, membuat polisi memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Pelaku Pembunuhan: Beberapa orang telah ditangkap atas pembunuhan Vina dan Eky, tetapi tabir pembunuhan masih belum terkuak. Polisi masih mencari bukti tambahan untuk menyimpulkan kasus ini.

Tragedi Vina Cirebon pada tahun 2016 menunjukkan tingkat kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan yang sangat tinggi di Indonesia. Sekelompok geng motor membunuh Vina seorang siswa dan kekasihnya Eky. Vina juga dilecehkan oleh 11 anggota geng motor, tiga di antaranya masih menjadi buronan hingga saat ini. Peristiwa tragis ini menunjukkan betapa seriusnya kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.Vina, seorang pelajar, dan kekasihnya Eky menjadi korban pembunuhan geng motor sadis.

- Advertisement -

Peristiwa ini menggambarkan bagaimana kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam berbagai latar dan dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi keselamatan korban. Kekerasan seksual yang dialami Vina tidak hanya merupakan tindakan keji, namun juga mencakup aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi, dan penindasan gender. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan karena kebencian, balas dendam, penaklukan, dominasi, kesenangan, dan anggapan perempuan sebagai properti.

Hal ini merupakan bagian dari praktik budaya patriarki dan misoginis dan dapat terjadi baik di ranah privat maupun berskala besar. Dalam kasus Vina, kecemburuan, kebencian, penghinaan terhadap kejantanannya, penolakan korban, dan faktor ekonomi menjadi penyebab pembunuhan tersebut. Tragedi Vina Cirebon harus dilihat sebagai peringatan bagi kita semua bahwa kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan harus dihentikan dan dihukum. Keadilan harus ditegakkan bagi para korban dan keluarganya. Untuk mencegah kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan, anak-anak harus diajarkan sejak dini tentang kesetaraan gender, otonomi, dan integritas fisik, serta tentang bahaya norma-norma patriarki terhadap maskulinitas.

Dari sudut pandang kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan, kasus Vina Cirebon menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi di ruang privat tetapi juga di ruang publik, sehingga pihak-pihak yang berwenang seharusnya menjamin keselamatan dan keamanan dari korban kekerasan seksual. Hal Ini menunjukkan bahwa ada kekerasan seksual, kita harus bekerja sama untuk menghentikan kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan dan mencegahnya agar tidak terjadi lagi di masa depan.

Kontroversi produksi film “Vina: Sebelum 7 Hari”

Film “Vina: Sebelum 7 Hari” menuai berbagai perdebatan di masyarakat, terutama terkait izin keluarga korban. Di antara pecahan film, terurai kisah tragis Vina Cirebon, seorang gadis remaja yang diperkosa dan dibunuh oleh geng motor pada tahun 2016. Penggunaan film bergenre horor dan adegan kekerasan seksual menimbulkan kekhawatiran bahwa film tersebut dapat memperburuk kondisi psikologis keluarga korban dan komunitas yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut.

Kritik terhadap film ini juga dimunculkan dari sudut pandang etika. Mengeksploitasi tragedi seseorang untuk hiburan atau keuntungan komersial dianggap tidak menghormati integritas dan martabat korban dan keluarganya. Film tersebut juga diyakini dapat menimbulkan trauma bagi mereka yang terlibat langsung dalam insiden tersebut.

Dalam kaitannya dengan kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan, film ini menunjukkan bahwa kekerasan terjadi di berbagai tempat dan dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya menjamin keselamatan para korban. Film ini juga menunjukkan bagaimana kekerasan memperburuk kondisi psikologis korban dan keluarganya.

Hanik Idekro Maita
Hanik Idekro Maita
Mahasiswa aktif semester 2 Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.