Jumat, Oktober 11, 2024

UU ITE Menjerat Kebebasan, Apa Benar?

Yanuar Yudha Kharisma
Yanuar Yudha Kharisma
Saya lulusan SD N 7 Wonogiri, SMP N 1 Wonogiri, SMA N 1 Wonogiri, dan sekarang sedang kuliah semester 1 di Universitas Sebelas Maret, Surakarta

UU ITE yang salah atau orang-orang tidak bertanggung jawab yang menyalahgunakan?

Belakangan ini, sedang hangat perbincangan mengenai pelanggaran UU ITE. Sebenarnya apa sih itu UU ITE hingga bisa menjerat orang yang berusaha menyampaikan pendapatnya melalui media sosial? Seperti sampai begitu seramnya UU ITE ini dalam mengatur hak-hak masyarakat, atau bisa juga dibilang mengurangi.

Seperti kejadian yang belum lama terjadi yaitu perihal ditangkapnya salah satu anggota grup band “Superman is Dead”, siapa lagi kalau bukan I Gede Aryastina atau yang biasa disebut Jerinx. Memang nama itu yang sering muncul di media masa karena aksi-aksi suaranya yang begitu tajam setajam silet menghujam kepada pemerintah. Suaranya itu tentu bukan hanya sekadar untuk mencari sensasi saja, tetapi memang itu adalah suara dari hati nuraninya. Walaupun hidup di negara demokrasi, tetapi ada saja oknum yang berusaha untuk membatasi suara-suara dari rakyat.

Mau dibantah tetapi memang begitu kenyataannya.

Tanggal 5 November 2020, Jerinx kembali menjalani sidang dengan agenda tuntutan pidana dari jaksa penuntut umum, yang kemudian dituntut 3 tahun penjara dan denda 10 juta rupiah terkait kasus ujaran kebencian terhadap ikatan dokter Indonesia karena sebuah postingan di Instagram 13 Juni 2020 lalu. Setelah ditahan kurang lebih dua bulan lamanya, Jerinx pun kini telah menjalani persidangan kembali.

Menanggapi hal tersebut, Jerinx menantang oknum yang melaporkannya untuk menemuinya di persidangan dan di pengadilan PN Denpasar. Jerinx mengaku bahwa dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Pusat dan IDI Bali tidak ada yang ingin memenjarakannya. Kalau bergitu siapa oknum dibalik ini semua?

Melalui Twitter pribadinya, Fahri Hamzah juga menyampaikan pandangannya terkait kasus Jerinx. Ia secara tidak langsung menyindir Bapak Menkopolhukam, yaitu Bapak Mahfud M.D. tentang pasal karet UU ITE ini.

Bukan hanya Fahri Hamzah saja, tetapi Fadli Zon juga ikut menanggapi perihal kasus ini. Menurutnya, negara hadir hanya untuk melayani teks konyol UU ITE. Memang sepertinya benar, kurang adanya pelaksanaan dengan benar terkait UU ITE sehingga bisa disebut sebagai kekonyolan untuk melindungi kaum elite.

Seperti pendapat Haris Azhar pada acara Indonesia Lawyers Club yang menyebutkan bahwa UU ITE digunakan penguasa untuk memenjarakan seseorang. Seharusnya kebebasan berekspresi seseorang tidak bisa dibatasi begitu saja, kecuali menyangkut keamanan dan kestabilan negara. Bahkan, ada kasus yang terjadi secara offline, tetapi kasus tersebut difoto oleh oknum tidak bertanggung jawab atau yang biasa disebut buzzer dan diupload ke media massa hingga kemudian orang tersebut menjadi terjerat UU ITE.

Jika melihat dan memahami dari UU ITE yang sudah saya baca sebagai orang awam ini, sebenarnya isi dari UU tersebut sudah baik. Memiliki maksut dan tujuan untuk melindungi hak-hak pribadi seseorang dari kejahatan berlandaskan teknologi informasi, serta perlindungan saat melakukan transaksi elektronik. Lah kok jadi orang yang mengeluarkan pendapatnya bisa seenak jidat dituntut bahkan dijatuhi hukuman penjara hingga tiga tahun?

Saya sendiri sebagai orang awam dan juga orang yang aktif menggunakan media sosial untuk mencari informasi dan bercengkrama dengan orag lain, sering kali saat ingin memberikan suatu komentar di media sosial selalu berpikir berulang kali terlebih dahulu. Sebenarnya tidak ada niatan untuk mengolok-olok pihak manapun, tetapi siapa yang tahu hati orang. Bicara baik saja masih bisa disalahkan apalagi yang bicaranya kurang baik, bisa-bisa dituntut dengan dalih pelanggaran UU ITE. Apa mungkin ini yang disebut menjerat kebebasan masyarakat dalam berpendapat?

Saya tidak menyebut pemerintah yang menyhalahgunakan karena pihak pelapornya tidak terlacak. Kalau diri saya pribadi tidak merasa terbatasi, hanya saja bagi sebagian orang hal ini bisa menjadi terasa sebuah tindakan yang membatasi sebuah kebebasan berpendapat khususnya di media digital. Iya, ini berpendapat, menyampaikan uneg-unegnya terhadap kinerja pemerintahan dan sejenisnya, bukan untuk mengolok-olok atau memfitnah seseorang.

Sebenarnya kalau mau dikatakan UU ITE ini bobrok sebenarnya juga tidak. Justru memiliki maksut untuk melindungi pengguna layanan teknologi informasi. Hanya saja dalang yang bermain di balik tabir UU ini yang seenaknya sendiri, berusaha sembunyi dibalik UU ini untuk dijadikan alat serang kepada orang-orang yang kurang sependapat.

Ya memang sudah dikenal dengan UU karet, mau bagaimana lagi? Mata masyarakat sudah terbuka akan hal-hal yang membuat masyarakat dilemma seperti itu. Pemerintah seharusnya bisa mengevaluasi apa yang sudah terjadi. UU ITE ini sudah jelas mencakup apa saja. Hal-hal apa saja yang dilindungi. Bukan malah dijadikan sebagai alat untuk melindungi pendapat pribadinya dan menutup pendapat orang lain, atau jangan dijadikan sebagai alat main-main saat mood sedang tidak baik untuk beradu argumen dengan orang lain. Itu sama sekali tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam pasal demi pasal UU ITE.

Semoga saja pihak yang menggunakan UU ITE ini untuk sekadar memenuhi keperluan pribadinya segara sadar. Begitu juga dengan para korban dari UU ITE ini semoga diberi ketabahan dan kelapangan hati. Saya berharap adanya kejelasan dan ketegasan dalam pelaksanaan Undang-undang.

Yanuar Yudha Kharisma
Yanuar Yudha Kharisma
Saya lulusan SD N 7 Wonogiri, SMP N 1 Wonogiri, SMA N 1 Wonogiri, dan sekarang sedang kuliah semester 1 di Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.