Jumat, Maret 29, 2024

Urgensi Ambulance Escorting oleh Warga Sipil di Indonesia

Farrel Putrawan
Farrel Putrawan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang cukup sering terjadi di Indonesia. Per 29 Agustus 2022, terdapat total 232 kecelakaan lalu lintas dengan total korban 334 dari seluruh provinsi di Indonesia. Data korban tersebut terdiri dari korban meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan tingkat kecelakaan lalu lintas paling banyak untuk saat ini. Tentunya hal ini menjadikan kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang cukup sering terjadi di Indonesia.

Hal ini yang menjadikan mobilitas ambulans perlu diperhatikan kembali dengan serius. Selama ini, masih banyak terjadi kasus ambulans yang tidak mendapatkan hak utamanya dalam menjalankan tugasnya, secara khusus dalam hal kecelakaan lalu lintas. Seperti kasus 27 April 2022, terdapat ambulans yang mendapatkan halangan dari masyarakat yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya untuk mengutamakan mobilitas ambulans yang membawa pasien, secara khusus korban kecelakaan lalu lintas. Hal ini yang menjadi pertanyaan bagi orang banyak, bagaimana mengatasi permasalahan ini?

Di Indonesia sendiri, terdapat komunitas bernama Indonesia Escorting Ambulance yang memiliki tujuan secara khusus yaitu melakukan escorting atau pengawalan kepada ambulans di Indonesia yang memiliki kesulitan untuk melakukan mobilitas saat membawa pasien. Dilihat dari aspek sosial, hal ini memberikan dampak positif bagi masyarakat luas, secara khusus ambulans yang membutuhkan mobilitas dengan mudah dan cepat. Namun, tentunya sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat luas, belum tentu mampu untuk berdampingan dengan hukum yang berlaku di sebuah negara, secara khusus Indonesia.

IEA atau Indonesia Escorting Ambulance mendapatkan peringatan dan bahkan dilarang oleh pihak Kepolisian karena dianggap tidak memiliki hak dan kapasitas untuk melakukan escorting atau pengawalan terhadap ambulans. Hal ini ditambah dengan digunakannya sirene atau strobo untuk melakukan pengawalan kepada ambulans yang dilakukan oleh para anggota Indonesia Escorting Ambulance. Bila melihat dari perpektif hukum yang berlaku, tentunya tindakan yang dilakukan oleh para anggota Indonesia Escorting Ambulance merupakan bentuk dari pelanggaran terhadap Undang-Undang yang berlaku.

Strobo dan sirene yang digunakan oleh para anggota Indonesia Escorting Ambulance merupakan tipe lampu isyarat biru. Pada Pasal 59 ayat (5) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dijelaskan bahwa lampu isyarat biru merupakan jenis lampu isyarat yang hanya diberikan haknya kepada Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sehingga, dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh para anggota Indonesia Escorting Ambulance melanggar undang-undang yang berlaku di Indonesia, yang secara khusus mengatur penggunaan lampu isyarat atau strobo.

Walaupun tindakan yang dilakukan oleh Indonesis Escorting Ambulance merupakan tindakan melanggar hukum, secara khusus melanggar ketentuan pada Pasal 59 ayat (5) huruf a, namun tujuan khusus yang dihadirkan oleh Indonesia Escorting Ambulance diterima oleh masyarakat luas. Dikatakan oleh salah satu anggota Indonesia Escorting Ambulance, bahwa tindakan yang mereka lakukan didasari atas rasa kemanusiaan. Tentunya hal ini menjadi perhatian bagi masyarakat luas, karena banyak yang terbantu akan hadirnya komunitas Escorting Ambulance ini. Dengan hadirnya komunitas ini pula, banyak sekali ambulans yang mendapatkan mobilitas yang lebih cepat dan efektif.

Pada Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan beberapa kendaraan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan. Salah satunya terdapat pada huruf c, yaitu kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.

Pada dasarnya Ambulance Escorting yang dilakukan oleh IEA di Indonesia merupakan bentuk dari memberikan pertolongan kepada ambulans untuk memperoleh hak utama didahulukan. Namun, pada Pasal 135 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dijelaskan bahwa kendaraan yang mendapatkan hak utama untuk didahulukan harus dalam pengawalan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana bisa pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia selalu memberikan pengawalan kepada ambulans agar mendapatkan hak utamanya untuk didahulukan? Selama ini, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya melakukan penyekatan jalan untuk memberikan jalan kepada ambulans, bukan melakukan pengawalan terhadap ambulans yang membutuhkan mobilitas yang cepat dan efektif. Hal ini yang dijadikan dasar oleh komunitas Ambulance Escorting di Indonesia untuk melakukan pengawalan kepada ambulans dalam mengupayakan diperolehnya hak utama ambulans untuk didahulukan saat membawa pasien, secara khusus saat terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas.

Tentunya hal ini menjadikan kebingungan di masyarakat. Di satu sisi, ambulans yang membawa pasien, secara khusus korban kecelakaan lalu lintas, membutuhkan mobilitas yang efektif dan cepat agar cepat sampai. Namun, kondisi yang ada di Indonesia saat ini, masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya untuk memberikan hak utama kepada ambulans yang membawa pasien. Pada dasarnya, Ambulance Escorting yang dilakukan oleh Indonesia Escorting Ambulance memiliki dampak positif yang sangat baik bagi ambulans yang membutuhkan mobilitas tinggi untuk cepat sampai ke rumah sakit yang dituju. Namun, di sisi lain hal ini tidak mampu sejalan dengan apa yang ada di hukum Indonesia.

Permasalahan ini tentunya harus diperhatikan kembali, secara khusus oleh pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengatasi permasalahan ini. Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia harus mampu menghadirkan solusi yang mampu memberikan keuntungan bagi pihak ambulans agar mendapatkan hak utama untuk didahulukan seperti yang dijelaskan pada Pasal 134 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Referensi:

Korlantas POLRI. “STATISTIK LAKA”. 29 Agustus. Korlantas POLRI.

K. Martono dan Joshua Mendila. “Criminal Law Enforcement Against Violations of the Use of Sirens and Signal Lights by the Indonesian Ambulance Escorting Community Reviewed from Law Number 22 of 2009 on Traffic and Road Transport”. Education and Humanities Research, Volume 655. 2022.

Indonesia. Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No, 22 Tahun 2009, LN No. 96 Tahun 2009, TLN No. 5025.

Farrel Putrawan
Farrel Putrawan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.