Sempat ditolak di beberapa daerah sebelumnya. Seperti di Pekan Baru dan Surabaya, kini deklarasi #2019GantiPresiden juga mendapat respon yang kurang bersahabat dari Kapolda Sumatera Barat, Irjen Fakhrizal. Hal ini menimbulkan pro kontra dikalangan urang awak. Terutama dikalangan kaum intelektual Sumbar.
Kapolda Sumbar, Irjen Fakhrizal memastikan, jajaran kepolisian tidak akan mengeluarkan izin untuk deklarasi #2019GantiPresiden yang rencananya akan dilaksanakan di tiga tempat di Sumatra Barat. Di Padang, Solok dan terakhir akan dilangsungkan di Payakumbuh. Terkait adanya informasi kalau pelaksanaan kegiatan itu sudah diizinkan, Kapolda menyebut itu sebagai kabar hoaks. (Padang, Harian Haluan.com 5/9).
“Tidak ada pemberian izin, dan tidak akan diizinkan. Kalau ada informasi yang menyebut jika Kapolda sudah izin, itu hoaks. Saya tidak pernah mengeluarkan izin untuk kegiatan seperti itu,” tegas Fakhrizal usai membuka silaturahmi tungku tigo sajarangan di Mapolda Sumbar, Selasa (4/9).
Hal ini tentunya mendapat respon dari berbagai pihak. Tidak terkecuali dari Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra. Andre Rosiade menyatakan kecewa dengan pernyataan Kapolda Sumbar Irjen Pol Fakhrizal.
Sikap Kapolda Sumbar tentu melukai demokrasi. Polisi bukanlah wasit dalam pemilu. Andre menyebut Bawaslu dan KPU menyatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden bukanlah kampanye melainkan kebebasan berekspresi. Bahkan Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja menyatakan yang melarang #2019GantiPresiden menciderai Demokrasi. Apalagi Sumbar merupakan basis pendukung Pak Prabowo bukan basis pendukung Jokowi. (VIVA.co.id 5/9).
Berdasarkan arahan yang terbit dalam bentuk Surat Telegram bernomor STR/1852/VIII/2018 tertanggal 30 Agustus 2018 dan ditandatangani oleh Kepala Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri Komisaris Jenderal Lutfi Lubihanto.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengkonfirmasi setidaknya ada empat aksi yang pro dan kontra Jokowi yang perlu mendapatkan atensi yaitu #2019GantiPresiden, #2019TetapJokowi, #Jokowi2Periode, dan #2019PrabowoPresiden.
Untuk #2019GantiPresiden dinyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan bentuk penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 yang wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
“Jadi kegiatan apapun itu adalah berdasarkan UU nomor 9 tahun 1998. Untuk menyampaikan aspirasi atau melakukan unjuk rasa dilindungi UU. Tetapi di dalam pasal 6 ada lima poin yang harus dipedomani dan diperhatikan, pertama dalam menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain,” ucap Kadiv Humas Mabes Polri Setyo. (Padang, Harian Haluan.com 5/9)
Yang dimaksud dengan menghormati hak dan kebebasan orang lain dalam penjelasan UU nomor 9 tahun 1998 tersebut adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai.
Kedua, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum. Yaitu mengindahkan norma Agama, kesusilaan dan Kesopanan dalam kehidupan masyarakat. Ketiga Menaati Hukum dan Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum. Artinya adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan.
Kelima menjaga keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa. Artinya adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat.
Penolakan terhadap rencana Deklarasi #2019GantiPresiden bukanlah upaya preventif untuk mencegah hal-hal yang akan berdampak tidak baik selama proses deklarasi berlansung. sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Bahwasanya kelima aspek yang sudah dijelaskan diatas adalah aspek yang bersifat teknis. justru dalam hemat penulis, secara tidak lansung dengan adanya pelarangan deklarasi di sumbar ini menjelaskan kepada public bahwasanya kapolda ikut serta berpendapat dalam pro kontra ini.
Dan pendapat kapolda yang bisa kita simpulkan, deklarasi ini adalah salah dan tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur didalam UU nomor 9 tahun 1998. Jika kapolda menolak aksi ini dilaksanakan itu berarti kapolda memposisikan diri pada salah satu pihak. Dan kepolisian sebagai aparat penegak hukum tidak semestinya demikian.
Sikap kapolda yang melarang rencana deklarasi #2019GantiPresiden adalah bentuk upaya represif menutup corong demokrasi bangsa ini. adalah merupakan upaya memotong hak-hak konstitusional warga negara. Karena jika kita lihat UU nomor 9 tahun 1998 pasal 6 huruf a sampai e dan juga dengan melihat penjelasannya.
Maka kita tidak melihat satupun poin yang dilanggar oleh deklarasi #2019GantiPresiden. Untuk poin a, b, d, e justru menjadi tugas aparat kemanan dalam hal ini polri untuk ikut serta dalam menjaga kemanan selama keberlansungan deklarasi tersebut.
Jaminan Konstitusi
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan jaminan konstitusional yang menjadi legalitas kan konstitusionalitas deklarasi #2019GantiPresiden ini. pasal 28 E ayat (2) “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Dan deklarasi #2019GantiPresiden adalah bentuk kebebasan berekspresi dari masyarakat. Dan merupakan pernyataan sikap serta perasaan sesuai dengan hati nuraninya. Sejalan dengan itu di ayat (3) juga diberikan jaminan yang sama “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”
Peraturan perundang-undangan
Berdasarakan UU nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Dalam pasal 5 disebutkan “Warga negara yang menyampaikan pendapat dimuka umum berhak untuk:” a. “mengeluarkan pikiran secara bebas” b. “Memperoleh perlindungan hukum”.
Undang-undang memberikan jaminan lanjutan sebagaimana yang dituangkan dalam konstitusi. Selama ini media hanya menyorot perihal tanggung jawab saja. sementara bagian hak warga negara ini sama sekali tidak digubris.
Lalu Kemudian Kapolda Sumbar, Irjen Fakhrizal, menolak rencana deklarasi #2019GantiPresiden berdasarkan arahan yang terbit dalam bentuk Surat Telegram bernomor STR/1852/VIII/2018 tertanggal 30 Agustus 2018 dan ditandatangani oleh Kepala Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri Komisaris Jenderal Lutfi Lubihanto. Tentu ini tidak dapat diterima. Logika hukumnya dimana?
Dalam hukum kita mengenal asas hukum yang berbunyi ”lex superior derogat legi inferior” yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Logika hukumnya adalah arahan yang terbit dalam bentuk surat telegram tersebut tidak dapat membubarkan Deklarasi #2019GantiPresiden yang faktanya sudah dijamin oleh UUD 1945 dan UU nomor 9 tahun 1998.
Dalam UU nomor 9 tahun 1998, secara normatif tidak ada satu pasal-pun dan satu ayat-pun yang memberikan polri hak ataupun wewenang untuk memberikan izin.